Menulis dengan Hati


Seringkali, kita merasa tuliskan sering kaku dan tidak bernyawa. Tidak apa-apa, saya pun juga terkadang begitu. Ini adalah proses bagi kematangan seorang penulis. Hal ini terjadi karena kita memang tidak memberi nyawa pada tulisan kita tersebut. Lalu... Muncul pertanyaan. Nyawa seperti apa yang dimaksud dalam tulisan? Bagaimana cara memberika nyawa pada tulisan?

Coba saya tanya dulu. Apakah anda menulis sekaligus mengedit? Atau menulis dulu baru mengedit? Jika jawaban anda adalah pada pertanyaan pertama, inilah salah satu penyebabnya. Berbagai pakar menulis mengatakan bahwa menulis sebaiknya tidak disandingkan dengan mengedit. Karena ada dua karakter berbeda dari keduanya. Saat kita menulis, otak kanan yang kreatif bekerja, tetapi ketika mengedit otak kiri yang kritis bekerja. Ketika mereka bekerja bersamaan, maka ketidakmaksimalanlah yang akan terjadi. Itulah mengapa dalam slogan blog saya ini, saya mengucapkan kreatif dulu baru kritis.

Terkadang ide-ide hebat anda itu mengalir di tengah-tengan aliran ide anda. Jadi, ketika itu diputus sementara oleh otak kiri yang ingin mengedit, yah... buyar deh ide itu. Termasuk dengan nyawanya. Karena nyawa tulisan itu ada di keseluruhan ide di tulisan tersebut. Ketika kita memutus-mutusnya, maka nyawa itu pun menjadi tidak utuh lagi.

Nah, itu kalau dari pakar menulis. Kalau dari saya, penyebabnya adalah kita menulis hanya dengan pikiran, tidak dengan hati. Padahal hati adalah tempat di mana suatu kejernihan dan kemurnian berada. Hati pula yang sanggup menggerakkan ide-ide dalam inkubator anda bangkit dan muncul ke permukaan.

Saya beri contoh. Ketika anda sedang sedih, anda membuat sebuah cerpen yang menceritakan kesedihan. Di saat lain, saat anda sedang senang mungkin, anda membuat cerpen dengan tema sama. Yang mana yang terasa lebih bernyawa? Jelas yang pertama. Ya! Karena ada hati yang menggerakkan di sana. Hati membuat ide-ide anda bisa tervebalisasi dengan baik secara alamiah. Hati membuat kata-kata yang anda tuliskan menjadi lebih berasa dan bernyawa.

Bahkan seseorang pernah berkata pada saya, tulislah apa yang kau rasakan, maka tulisan itu pun akan sampai pada perasaan yang membaca.

Oke... Tunggu apa lagi? Pejamkan mata anda, biarkan hati anda bicara, alirkan itu ke seluruh nadi anda, dan tulislah apa yang anda rasakan.

0 Response to "Menulis dengan Hati"

Post a Comment