PPD: social theory

1. Teori Belajar Behaviorisme

Menurut teori belajar ini adalaj perubahan tingkah laku, seseorang dianggap belajar sesuatu bila ada menunjukkan perubahan tingkah laku. Misalnya, seorang siswa belum bisa membaca maka betapapun gurunya berusaha sebaik mungkin mengajar atau bahkan sudah hafal huruf A sampai Z di luar kepala, namun bila siswa itu gagal mendemonstrasikan kemampuannya dalam membaca, maka siswa itu belum bisa dikatakan belajar. Ia dikatakan telah belajar apabila ia menunjukkan suatu perubahan dalam tingkah laku ( dari tidak bisa menjadi bisa membaca).

Yang terpenting dari teori ini adalah masukan atau input yaitu berupa stimulus dan out put yang berupa respons. Sedang apa yang terjadi diantara stimulus dan respons itu dianggap tidak penting diperhatikan sebab tidak bisa diamati. Yang bisa diamati adalah stimulus dan respons, misalnya stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada siswa tersebut dalam rangka membantu siswa untuk belajar. Stimulus ini berupa rangkaian alfabet, beberapa kalimat atau bacaan, sedangkan respons adalah rekasi terhadap stimulus yang diberikan gurunya.

Menurut teori behaviorisme apa saja yang diberikan guru (stimulus) dan apa saja yang dihasilkan siswa (respons) semua harus bisa diamati, diukur, dan tidak boleh hanya implisit (tersirat). Faktor lain yang juga penting adalah faktor penguat (reinforcement). Penguat adalah apa saja yang dapat memperkuat timbulnya respons. Bila penguatan ditambah (positive reinforcement) maka respons akan semakin kuat. Begitu juga bila penguatan dikurangi (negative reinforcement) responspun akan tetap dikuatkan.. Misalnya bila seorang anak bertambah giat belajar apabila uang sakunya ditambah maka penambahan uang saku ini disebut sebagai positive reinforcement. Sebaliknya jika uang saku anak itu dikurangi dan pengurangan ini membuat ia makin giat belajar, maka pengurangan ini disebut negative reinforcement.

Prinsip-prinsip teori behaviorisme yang banyak dipakai didunia pendidikan ialah (Harley & Davies, 1978 dalam Toeti, 1997):

· Proses belajar dapat berhasil dengan baik apabila si belajar ikut berpartisipasi secara aktif didalamnya

· Materi pelajaran dibentuk dalam bentu unit-unit kecil dan diatur berdasarkan urutan yang logis sehingga si belajar mudah mempelajarinya

· Tiap-tiap respons perlu diberi umpan balik secara langsung, sehingga si belajar dapat mengetahui apakah respons yang diberikan telah benar atau belum

· Setiap kali si belajar memberikan respons yang benar maka ia perlu diberi penguatan. Penguatan positif ternyata memberikan pengaruh yang lebih baik daripada penguatan negatif

Adapun kritik terhadap teori behaviorisme adalah:

· Asumsi pokoknya bahwa semua hasil belajar yang berupa perubahan tingkah laku yang bisa diamati, juga dianggap terlalu menyederhanakan masalah belajar yang sesungguhnya. Tidak semua hasil belajar bisa diamati dan diukur, paling tidak dalam tempo seketika.

· Teori ini tidak mampu menjelaskan proses belajar yang kompleks

Aplikasi teori belajar behaviorisme dalam pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik siswa, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia. Pelopor terpenting teori ini antara lain adalah : Pavlov, Watson, Skinner, Thorndike, Hull, dan Guthrie.

2. Teori Belajar Kognitivisme

Menurut teori ini, belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman. Perubahan persepsi dan pemahaman tidak selalu berbentuk perubahan tingkah laku yang bisa diamati. Asumsi dasar teori ini adalah setiap orang telah mempunyai pengalaman dan pengetahuan dalam dirinya. Pengalaman dan pengetahuan ini tertata dalam bentuk struktur kognitif. Menurut teori ini proses belajar akan berjalan baik bila materi pelajaran yang baru beradaptasi secara klop dengan struktur kognitif yang telah dimiliki oleh siswa.

Dalam perkembangan setidaknya ada tiga teori belajar yang bertitik tolak dari teori kognitivisme ini yaitu: Teori perkembangan piaget, teori kognitif Brunner dan Teori bermakna Ausubel. Ketiga teori ini dijabarkan sebagai berikut:

No

Piaget

Brunner

Ausubel

1

2

Proses belajar terjadi menurut pola tahap-tahap perkembangan tertentu sesuai dengan umur siswa

Proses belajar terjadi melalui tahap-tahap:

a. Asimilasi

b. Akomodasi

c. Equilibrasi

Proses belajar lebih ditentukan oleh karena cara kita mengatur materi pelajaran dan bukan ditentukan oleh umur siswa

Proses belajar terjadi melalui tahap-tahap:

a. Enaktif (aktivitas)

b. Ekonik (visual verbal)

c. Simbolik

Proses belajar terjadi jika siswa mampu mengasimilasikan pengetahuan yang dimilikinya dengan pengetahuan baru

Proses belajar terjadi melaui tahap-tahap:

a. Memperhatikan stimulus yang diberikan

b. Memahami makna stimulus menyimpan dan menggunakan informasi yang sudah dipahami.

Prinsip kognitivisme banyak dipakai di dunia pendidikan, khususnya terlihat pada perancangan suatu sistem instruksional, prinsip-prinsip tersebut antara lain:

1. Si belajar akan lebih mampu mengingat dan memahami sesuatu apabila pelajaran tersebut disusun berdasarkan pola dan logika tertentu

2. Penyusunan materi pelajaran harus dari sederhana ke kompleks

3. Belajar dengan memahami akan jauh lebih baik daripada dengan hanya menghafal tanpa pengertian penyajian

Adapun kritik terhadap teori kognitivisme adalah:

1. Teori kognitif lebih dekat kepada psikologi daripada kepada teori belajar, sehingga aplikasinya dalam proses belajar mengajar tidaklah mudah

2. Sukar dipraktekkan secara murni sebab seringkali kita tidak mungkin memahami “struktur kognitif” yang ada dalam benak setiap siswa.

Aplikasi teori belajar kognitivisme dalam pembelajaran, guru harus memahami bahwa siswa bukan sebagai orang dewasa yang mudah dalam proses berpikirnya, anak usia pra sekolah dan awal sekolah dasar belajar menggunakan benda-benda konkret, keaktifan siswa sangat dipentingkan, guru menyusun materi dengan menggunakan pola atau logika tertentu dari sederhana kekompleks, guru menciptakan pembelajaran yang bermakna, memperhatian perbedaan individual siswa untuk mencapai keberhasilan siswa.

3. Teori Belajar Humanistik

Tujuan belajar adalah untuk memanusiakan manusia. Proses belajar dianggap berhasil jika si belajar telah memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Dengan kata lain si belajar dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Secara umum teori ini cenderung bersifat elektik dalam arti memanfaatkan teknik belajar apapun agar tujuan belajar dapat tercapai. Sebagai contoh teori ini terwujud dalam karya David Krathwol dan Benjamin Bloom (Taksonomi Bloom), Klob (belajar empat tahap), Honey and Mumford (pembagian tentang macam siswa) dan Habermes (tiga macam tipe belajar).

Teori humanistik ini dikritik karena sukar digunakan dalam konteks yang lebih praktis. Teori ini dianggap lebih dekat dengan dunia filsafat daripada dunia pendidikan.

Aplikasi teori humanistik dalam pembelajaran, guru lebih mengarahkan siswa untuk berpikir induktif, mementingkan pengalaman serta membutuhkan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar.

4. Teori belajar Sibernetik

Teori ini masih baru jika dibandingkan dengan ketiga teori yang telah dijelaskan sebelumnya . Teori ini berkembang sejalan dengan perkembangan ilmu informasi. Menurut teori ini belajar adalah pengolahan informasi . Teori ini berasumsi bahwa tidak ada satupun jenis cara belajar yang ideal untuk segala situasi, sebab cara belajar sangat ditentukan oleh sistem informasi.

Teori ini dikembangkan oleh Landa (dalam bentuk pendekatan algoritmik dan Neuristik) serta Pask and Scott dengan pembagian tipe siswa yaitu type Wholist dan type Ferialist.

Teori sibenrnetik ini dikritik karena lebih menekankan pada sistem informasi yang akan dipelajari, tetapi kurang memperhatikan bagaimana proses belajar berlangsung sehingga untuk selanjutnya banyak yang berasumsi bahwa teori ini sulit untuk dipraktekkan.

Aplikasi teori sibernetik terhadap proses pembelajaran hendaknya menarik perhatian, memberitahukan tujuan pembelajaran kepada siswa, merangsang kegiatan pada prasyarat belajar, menyajikan bahan perangsang, memberikan bimbingan belajar, mendorong untuk kerja, memberikan balikan informatif, menilai unjuk kerja, meningkatkan retensi dan alih belajar.

C. Teori Instruksional

Teori instruksional merupakan suatu kumpulan prinsip-prinsip yang terintegrasi dan yang memberikan preskripsi untuk mengatur situasi atau lingkungan belajar sedemikian rupa sehingga dapat membantu si belajar memperoleh informasi dan keterampilan baru dengan memperhatikan informasi dan keterampilan yang telah dipel;ajari sebelumnya.

Teori instruksional dapat bersifat perspektif dan deskriptif. Teori instruksional perspektif berguna untuk mengoptimalkan hasil pengajaran yang diinginkan dibawah kondisi tertentu, sedangkan teori instruksional deskriptif berisi gambaran mengenai hasil pengajaran yang muncul sebagai akibat dan digunakannya metode tertentu dibawah kondisi tertentu pula.

E. Ciri – Ciri Belajar Dan Pembelajaran
1. Pengaruh “Kematangan” individu terhadap proses dan hasil belajar
a. Kematangan (maturity) ialah keadaan atau kondisi baik yang berkaitan dengan aspek bentuk, struktur maupun fungsi yang lengkap pada suatu organisme
b. Kematangan membentuk sifat dan kekuatan dalam diri individu yang ber-sangkutan untuk bereaksi dengan cara tertentu yang disebut kesiapan (readines) kesiapan artinya seseorang individu telah siap betingkah laku, baik/tingkah laku yang bersifat instingtif maupun tingkah laku yang dipelajari.
c. Kematangan dapat mendukung terjadinya proses belajar yang effektif dan efesien akan tetapi kematangan dicapai tidak mesti melalui proses balajar.2. Kondisi fisik dan mental dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar
a. Diantara kondisi fisik dan mental yang mempengaruhi kegiatan belajar adalah
1. perubahan alat dria
2. kelelahan fisik (alat organisme)
3. kesehatan badan terganggu
4. fostur tubuh tidak memenuhi tuntutan tugas – tugas akademik
b. Perubahan kondisi mental berkaitan dengan
1. motivasi
2. minat
3. sikap
4. kematangan meliputi intelektual, emosional, sosial
5. keseimbangan pribadi (balance personality)
6. perhatian (konsentrasi)
7. kepribadian
8. percaya diri (self confidence)
9. disiplin diri (self diciplin)
10. dorongan ingin tahu (natural curriosity)

Teori Belajar Sosial (sosial Learning Theory) dikembangkan oleh Albert Bandura seorang psikolog pendidikan dari Stanford University, USA. Teori belajar ini dikembangkan untuk menjelaskan bagaimana orang belajar dalam seting yang alami/lingkungan sebenarnya untuk melakukan perubahan-perubahan tingkah laku. Hasil penelitian para ahli teori belajar spt Skinner dan Thorndike dilakukan tidak dalam situasi sosial tetapi hasilnya untuk situasi sosial. Sedangkan menurut Bandura, dalam situasi sosial ternyata orang bisa lebih cepat belajar dengan mengamati tingkah laku orang lain. Bandura (1977) menghipotesiskan bahwa baik tingkah laku (B), lingkungan (E) dan kejadian-kejadian internal pada pembelajaryang mempengaruhi persepsi dan aksi (P) adalah merupakan hubungan yang saling berpengaruh (interlocking), Harapan dan nilai mempengaruhi tingkah laku. Pengakuan sosial yang berbeda mempengaruhi konsepsi diri individu. Tingkah laku dihadirkan oleh “model”. Model diperhatikan oleh pelajar (ada penguatan oleh model). Dalam konsepnya, jelaslah bahwa Bandura meningikutsertakan unsur kognitif.

Belajar sosial (juga dikenal sebagai belajar observasional atau belajar vicarious atau belajar dari model) adalah proses belajar yang muncul sebagai fungsi dari pengamatan, penguasaan dan, dalam kasus proses belajar imitasi, peniruan perilaku orang lain. Jenis belajar ini banyak diasosiasikan dengan penelitian Albert Bandura, yang membuat teori belajar sosial. Di dalamnya ada proses belajar meniru atau menjadikan model tindakan orang lain melalui pengamatan terhadap orang tersebut. Penelitian lebih lanjut menunjukkan adanya hubungan antara belajar sosial dengan belajar melalui pengkondisian klasik dan operant.[1]

Banyak yang secara salah menyamakan belajar observasional dengan belajar melalui imitasi. Kedua istilah ini berbeda dalam arti bahwa belajar observasional mengarah pada perubahan perilaku akibat mengamati model. Ini tidak selalu berarti bahwa perilaku yang ditunjukkan orang lain diduplikasi. Bisa saja si pengamat justru melakukan sesuatu yang sebaliknya dari yang dilakukan model karena ia telah mempelajari konsekuensi dari perilaku tersebut pada si model. Dalam hal ini adalah belajar untuk tidak melakukan sesuatu dan ini berarti terjadi belajar observasional tanpa adanya imitasi.

Walau belajar observasional dapat terjadi dalam setiap tahapa kehidupan, tapi terutama terjadi saat pada anak-anak, karena pada saat itu otoritas dianggap penting. Penelitian Bandura mengenai boneka Bobo merupakan demonstrasi dari belajar observasional dan ditunjukkan bahwa anak cenderung terlibat dalam perlakuan yang bengis terhadap boneka setelah melihat orang dewasa di televisi melakukan hal tersebut pada boneka yang sama. Bagimanapun, anak mungkin akan melakukan peniruan bila perilaku model mendapat penguatan. Permasalahannya, seperti diteliti oleh Otto Larson (1968), bahwa 56% karakter dalam acara televisi anak mencapai tujuannya melalui tindakan kekerasan

4. Social Learning menurut Albert Bandura

Teori belajar sosial atau disebut juga teori observational learning adalah sebuah teori belajar yang relatif masih baru dibandingkan dengan teori-teori belajar lainnya. Berbeda dengan penganut Behaviorisme lainnya, Bandura memandang Perilaku individu tidak semata-mata refleks otomatis atas stimulus (S-R Bond), melainkan juga akibat reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi antara lingkungan dengan skema kognitif individu itu sendiri. Prinsip dasar belajar menurut teori ini, bahwa yang dipelajari individu terutama dalam belajar sosial dan moral terjadi melalui peniruan (imitation) dan penyajian contoh perilaku (modeling). Teori ini juga masih memandang pentingnya conditioning. Melalui pemberian reward dan punishment, seorang individu akan berfikir dan memutuskan perilaku sosial mana yang perlu dilakukan.

Sebetulnya masih banyak tokoh-tokoh lain yang mengembangkan teori belajar behavioristik ini, seperti : Watson yang menghasilkan prinsip kekerapan dan prinsip kebaruan, Guthrie dengan teorinya yang disebut Contiguity Theory yang menghasilkan Metode Ambang (the treshold method), metode meletihkan (The Fatigue Method) dan Metode rangsangan tak serasi (The Incompatible Response Method), Miller dan Dollard dengan teori pengurangan dorongan.

Ringkasan: Bandura Teori Belajar Sosial berpendapat bahwa orang belajar dari satu sama lain, melalui pengamatan, peniruan, dan modeling. The theory has often been called a bridge between behaviorist and cognitive learning theories because it encompasses attention, memory, and motivation. Teori ini sering disebut sebagai jembatan antara teori belajar behavioris dan kognitif karena meliputi perhatian, memori, dan motivasi.

Originator: Albert Bandura Asal: Albert Bandura

Key Terms: Modeling, reciprocal determinism Syarat kunci: Pemodelan, determinisme timbal-balik

Social Learning Theory (Bandura) Teori Belajar Sosial (Bandura)

People learn through observing others' behavior, attitudes, and outcomes of those behaviors. Orang-orang belajar melalui pengamatan perilaku orang lain, sikap, dan hasil dari perilaku. “Most human behavior is learned observationally through modeling: from observing others, one forms an idea of how new behaviors are performed, and on later occasions this coded information serves as a guide for action.” (Bandura). "Kebanyakan perilaku manusia dipelajari observasional melalui pemodelan: dari mengamati orang lain, satu bentuk ide tentang bagaimana perilaku baru dilakukan, dan pada kesempatan kemudian informasi ini kode berfungsi sebagai panduan untuk bertindak." (Bandura). Social learning theory explains human behavior in terms of continuous reciprocal interaction between cognitive, behavioral, and environmental influences. Sosial teori belajar menjelaskan perilaku manusia dalam hal interaksi pengaruh timbal-balik terus menerus antara kognitif, perilaku, dan lingkungan.

Necessary conditions for effective modeling: Diperlukan kondisi untuk pemodelan yang efektif:

  1. Attention — various factors increase or decrease the amount of attention paid. berbagai faktor Perhatian - peningkatan atau penurunan jumlah perhatian dibayar. Includes distinctiveness, affective valence, prevalence, complexity, functional value. Termasuk kekhasan, valensi afektif, prevalensi, kompleksitas, nilai fungsional. One's characteristics (eg sensory capacities, arousal level, perceptual set, past reinforcement) affect attention. karakteristik seseorang (misalnya kapasitas sensoris, tingkat gairah, mengatur persepsi, penguatan masa lalu) mempengaruhi perhatian.
  2. Retention — remembering what you paid attention to. Retensi - mengingat apa yang Anda diperhatikan. Includes symbolic coding, mental images, cognitive organization, symbolic rehearsal, motor rehearsal Termasuk pengkodean simbolik, citra mental, organisasi kognitif, latihan simbolis, latihan motor
  3. Reproduction — reproducing the image. Reproduksi - mereproduksi gambar. Including physical capabilities, and self-observation of reproduction. Termasuk kemampuan fisik, dan self-pengamatan reproduksi.
  4. Motivation — having a good reason to imitate. Motivasi - memiliki alasan yang baik untuk meniru. Includes motives such as past (ie traditional behaviorism), promised (imagined incentives) and vicarious (seeing and recalling the reinforced model) Termasuk motif seperti asa masa lalu (behaviorisme tradisional yaitu), berjanji (membayangkan insentif) dan mengganti (melihat dan mengingat model bertulang)

Bandura believed in “reciprocal determinism”, that is, the world and a person's behavior cause each other, while behaviorism essentially states that one's environment causes one's behavior, Bandura, who was studying adolescent aggression, found this too simplistic, and so in addition he suggested that behavior causes environment as well. Bandura percaya pada "determinisme timbal-balik", yaitu dunia dan perilaku seseorang menyebabkan setiap lain, sedangkan behaviorisme dasarnya menyatakan bahwa lingkungan seseorang menyebabkan perilaku seseorang, Bandura, yang sedang belajar agresi remaja, menemukan ini terlalu sederhana, dan di samping dia menyarankan bahwa perilaku menyebabkan lingkungan hidup juga. Later, Bandura soon considered personality as an interaction between three components: the environment, behavior, and one's psychological processes (one's ability to entertain images in minds and language). Kemudian, segera Bandura kepribadian dianggap sebagai interaksi antara tiga komponen: lingkungan, perilaku, dan proses psikologis seseorang (kemampuan seseorang untuk menghibur gambar dalam pikiran dan bahasa).

Social learning theory has sometimes been called a bridge between behaviorist and cognitive learning theories because it encompasses attention, memory, and motivation. Teori belajar sosial kadang-kadang disebut sebagai jembatan antara teori belajar behavioris dan kognitif karena meliputi perhatian, memori, dan motivasi. The theory is related to Vygotsky's Social Development Theory and Lave's Situated Learning , which also emphasize the importance of social learning. Teori ini terkait dengan Vygotsky's Pembangunan Sosial Teori dan Love's Terletak Belajar , yang juga menekankan pentingnya belajar sosial.

  1. Teori-teori Social Learning
    Social Learning Theory
    (1954) yang diajukan oleh Julian Rotter menaruh perhatian pada apa yang dipilih seseorang ketika dihadapkan pada sejumlah alternatif bagaimana akan bertindak. Untuk menjelaskan pilihan, atau arah tindakan, Rotter mencoba menggabungkan dua pendekatan utama dalam psikologi, yaitu pendekatan stimulus-response atau reinforcement dan pendekatan cognitive atau field. Menurut Rotter, motivasi merupakan fungsi dari expectation dan nilai reinforcement. Nilai reinforcement merujuk pada tingkat preferensi terhadap reinforcement tertentu (Berliner & Calfee, 1996).

Teori Belajar Sosial (Bandura)

Orang-orang belajar melalui pengamatan perilaku orang lain, sikap, dan hasil dari perilaku.

"Kebanyakan perilaku manusia dipelajari observasional melalui pemodelan: dari mengamati orang lain, satu bentuk ide tentang bagaimana perilaku baru dilakukan, dan pada kesempatan kemudian informasi ini kode berfungsi sebagai panduan untuk bertindak.

Sosial teori belajar menjelaskan perilaku manusia dalam hal interaksi pengaruh timbal-balik terus menerus antara kognitif, perilaku, dan lingkungan.

Diperlukan kondisi untuk pemodelan yang efektif:

· berbagai faktor Perhatian - peningkatan atau penurunan jumlah perhatian dibayar. Termasuk kekhasan, valensi afektif, prevalensi, kompleksitas, nilai fungsional. karakteristik seseorang (misalnya kapasitas sensoris, tingkat gairah, mengatur persepsi, penguatan masa lalu) mempengaruhi perhatian.

· Retensi - mengingat apa yang Anda diperhatikan. Termasuk pengkodean simbolik, citra mental, organisasi kognitif, latihan simbolis, latihan motor

· Reproduksi - mereproduksi gambar. Termasuk kemampuan fisik, dan self-pengamatan reproduksi.

  • Motivasi - memiliki alasan yang baik untuk meniru. Termasuk motif seperti asa masa lalu (behaviorisme tradisional yaitu), berjanji (membayangkan insentif) dan mengganti (melihat dan mengingat model bertulang)

Bandura percaya pada "determinisme timbal-balik", yaitu dunia dan perilaku seseorang menyebabkan setiap lain, sedangkan behaviorisme dasarnya menyatakan bahwa lingkungan seseorang menyebabkan perilaku seseorang, Bandura, yang sedang belajar agresi remaja, menemukan ini terlalu sederhana, dan di samping dia menyarankan bahwa perilaku menyebabkan lingkungan hidup juga.

Kemudian, segera Bandura kepribadian dianggap sebagai interaksi antara tiga komponen: lingkungan, perilaku, dan proses psikologis seseorang (kemampuan seseorang untuk menghibur gambar dalam pikiran dan bahasa).

Teori belajar sosial kadang-kadang disebut sebagai jembatan antara teori belajar behavioris dan kognitif karena meliputi perhatian, memori, dan motivasi.

Teori ini terkait dengan Vygotsky's Pembangunan Sosial Teori dan Love's Terletak Belajar , yang juga menekankan pentingnya belajar sosial.

  1. Teori-teori Social Learning
    Social Learning Theory
    (1954) yang diajukan oleh Julian Rotter menaruh perhatian pada apa yang dipilih seseorang ketika dihadapkan pada sejumlah alternatif bagaimana akan bertindak. Untuk menjelaskan pilihan, atau arah tindakan, Rotter mencoba menggabungkan dua pendekatan utama dalam psikologi, yaitu pendekatan stimulus-response atau reinforcement dan pendekatan cognitive atau field. Menurut Rotter, motivasi merupakan fungsi dari expectation dan nilai reinforcement. Nilai reinforcement merujuk pada tingkat preferensi terhadap reinforcement tertentu (Berliner & Calfee, 1996).

4. Social Learning menurut Albert Bandura

Teori belajar sosial atau disebut juga teori observational learning adalah sebuah teori belajar yang relatif masih baru dibandingkan dengan teori-teori belajar lainnya. Berbeda dengan penganut Behaviorisme lainnya, Bandura memandang Perilaku individu tidak semata-mata refleks otomatis atas stimulus (S-R Bond), melainkan juga akibat reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi antara lingkungan dengan skema kognitif individu itu sendiri. Prinsip dasar belajar menurut teori ini, bahwa yang dipelajari individu terutama dalam belajar sosial dan moral terjadi melalui peniruan (imitation) dan penyajian contoh perilaku (modeling). Teori ini juga masih memandang pentingnya conditioning. Melalui pemberian reward dan punishment, seorang individu akan berfikir dan memutuskan perilaku sosial mana yang perlu dilakukan.

Sebetulnya masih banyak tokoh-tokoh lain yang mengembangkan teori belajar behavioristik ini, seperti : Watson yang menghasilkan prinsip kekerapan dan prinsip kebaruan, Guthrie dengan teorinya yang disebut Contiguity Theory yang menghasilkan Metode Ambang (the treshold method), metode meletihkan (The Fatigue Method) dan Metode rangsangan tak serasi (The Incompatible Response Method), Miller dan Dollard dengan teori pengurangan dorongan.

Ringkasan: Bandura Teori Belajar Sosial berpendapat bahwa orang belajar dari satu sama lain, melalui pengamatan, peniruan, dan modeling. The theory has often been called a bridge between behaviorist and cognitive learning theories because it encompasses attention, memory, and motivation. Teori ini sering disebut sebagai jembatan antara teori belajar behavioris dan kognitif karena meliputi perhatian, memori, dan motivasi.


download makalah ini disini

download power pointnya disini


1 Response to "PPD: social theory"

  1. Assalamu Alaikum wr-wb, perkenalkan nama saya ibu Rosnida zainab asal Kalimantan Timur, saya ingin mempublikasikan KISAH KESUKSESAN saya menjadi seorang PNS. saya ingin berbagi kesuksesan keseluruh pegawai honorer di instansi pemerintahan manapun, saya mengabdikan diri sebagai guru disebuah desa terpencil, dan disini daerah tempat saya mengajar hanya dialiri listrik tenaga surya, saya melakukan ini demi kepentingan anak murid saya yang ingin menggapai cita-cita, Sudah 9 tahun saya jadi tenaga honor belum diangkat jadi PNS Bahkan saya sudah 4 kali mengikuti ujian, dan membayar 70 jt namun hailnya nol uang pun tidak kembali, bahkan saya sempat putus asah, pada suatu hari sekolah tempat saya mengajar mendapat tamu istimewa dari salah seorang pejabat tinggi dari kantor BKN pusat karena saya sendiri mendapat penghargaan pengawai honorer teladan, disinilah awal perkenalan saya dengan beliau, dan secara kebetulan beliau menitipkan nomor hp pribadinya dan 3 bln kemudian saya pun coba menghubungi beliau dan beliau menyuruh saya mengirim berkas saya melalui email, Satu minggu kemudian saya sudah ada panggilan ke jakarta untuk ujian, alhamdulillah berkat bantuan beliau saya pun bisa lulus dan SK saya akhirnya bisa keluar,dan saya sangat berterimah kasih ke pada beliau dan sudah mau membantu saya, itu adalah kisah nyata dari saya, jika anda ingin seperti saya, anda bisa Hubungi Bpk Drs Tauhid SH Msi No Hp 0853-1144-2258. siapa tau beliau masih bisa membantu anda, Wassalamu Alaikum Wr Wr ..

    ReplyDelete