Logika Kesejahteraan atau Logika Ketimpangan?

Bertemu kembali dengan beberapa teman lama selalu menghadirkan nostalgia dan berita sekaligus. Perihal kabar mereka dan biasanya yang lebih seru: berita perkembangan hal yang dulu pernah kita lewati bersama. Sekolah. Meski tak begitu sering, saya beberapa kali sempat mampir ke SMA tempat saya pernah menuntut (pengadilan kali?) ilmu. Tak lain dan tak bukan, panggilan organisasi yang membuat saya kembali. Karena beberapa momen kembalinya saya ke sekolah itulah yang membuat diri ini ‘sedikit’ mengetahui berita perkembangan di sekolah. Dan obrolan dengan teman-teman se-SMA pada akhirnya bertemu dalam satu kesan yang sama: Sekolah semakin mahal.

Dalam hati, respon pertama pasti ucapan syukur, ketika mengetahui besaran biaya bulanan di SMA saya tersebut. Bersyukur karena saya tidak mengalami sekolah dengan besaran biaya sebesar itu. Akan tetapi, di sisi lain, terbesit ‘sedikit’ rasa iba terhadap nasib adik-adik saya itu. Bagaimana yah nasib mereka yang tak mampu? Apakah kini SMA saya itu sebagian besar telah diisi oleh mereka dari kalangan mampu? Pertanyaan-pertanyaan itu berkecamuk diselingi dengan fakta mulai maraknya proyek-proyek mercesuar yang jelas akan semakin menyedot dana.

Yang membuat saya tak habis pikir adalah ingatan saya yang mengatakan bahwa alokasi dana untuk pendidikan itu 20% dari APBN kita. Jumlah yang menurut saya luar biasa besar yang bahkan mungkin membuat bingung (kalau saya yang jadi mendiknas) perihal peruntukannya. Tidak cukupkah uang yang sebegitu banyaknya membuat biaya sekolah di SMA lebih murah atau setidaknya bertahan. Kesan yang nampak dari penglihatan sekilas saya tuh, biaya sekolah di SMA itu seperti mengikuti inflasi pasar saja tanpa ada pengendalian signifikan dari pemerintah.

Atau mungkin itu hanya karena SMA saya itu adalah SMA berlabel RSBI (Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional)? Emangnya SMA lain yang tidak RSBI tidak mengalami nasib serupa? Entahlah, saya tak tahu. Saya belum tanya pada mereka.

Yang jelas, begitu mendengar mahalnya biaya sekolah di SMA saya itu, pikiran saya langsung mengabstraksikan bahwa ada logika kesejahteraan di sini. Mahalnya biaya atau harga sebagai efek dari inflasi di sisi lain sebenarnya pasti merupakan peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Seperti pikir sekelabat kita yang mungkin begitu senang mendengar betapa besarnya pendapatan bekerja di negara maju.Tunggu dulu bung! Biaya hidup di sana pun sama tingginya. Jadi, dalam ekonomi itu, memang akan selalu ada keseimbangan dan saling menyeimbangkan. Kalau begitu, mahalnya biaya sekolah seharusnya kabar gembira dong?

Akan tetapi, seberapa besar masyarakat yang mengalami peningkatan pendapatan dan kesejahteraan. Saya pikir, data ini penting untuk menentukan apakah ini logika kesejahteraan atau justru logika ketimpangan. Kalau ternyata mahalnya biaya sekolah tidak diikuti dengan peningkatan pendapatan dan kesejahteraan mayoritas masyarakat, maka fenomena ini tak lebih dari sekadar perubahan standar seleksi untuk menentukan siapa yang berhak mendapat pendidikan terbaik. Orang pintar atau orang kaya? Lebih dari itu, jika ternyata itu benar, masyarakat yang terkategori bawah akan kehilangan salah satu cara paling efektif dan rasional untuk mereka melakukan mobilisasi vertikal ke atas. Salam Kreatif - Kritis, Pratama

1 Response to "Logika Kesejahteraan atau Logika Ketimpangan?"

  1. Assalamu Alaikum wr-wb, perkenalkan nama saya ibu Rosnida zainab asal Kalimantan Timur, saya ingin mempublikasikan KISAH KESUKSESAN saya menjadi seorang PNS. saya ingin berbagi kesuksesan keseluruh pegawai honorer di instansi pemerintahan manapun, saya mengabdikan diri sebagai guru disebuah desa terpencil, dan disini daerah tempat saya mengajar hanya dialiri listrik tenaga surya, saya melakukan ini demi kepentingan anak murid saya yang ingin menggapai cita-cita, Sudah 9 tahun saya jadi tenaga honor belum diangkat jadi PNS Bahkan saya sudah 4 kali mengikuti ujian, dan membayar 70 jt namun hailnya nol uang pun tidak kembali, bahkan saya sempat putus asah, pada suatu hari sekolah tempat saya mengajar mendapat tamu istimewa dari salah seorang pejabat tinggi dari kantor BKN pusat karena saya sendiri mendapat penghargaan pengawai honorer teladan, disinilah awal perkenalan saya dengan beliau, dan secara kebetulan beliau menitipkan nomor hp pribadinya dan 3 bln kemudian saya pun coba menghubungi beliau dan beliau menyuruh saya mengirim berkas saya melalui email, Satu minggu kemudian saya sudah ada panggilan ke jakarta untuk ujian, alhamdulillah berkat bantuan beliau saya pun bisa lulus dan SK saya akhirnya bisa keluar,dan saya sangat berterimah kasih ke pada beliau dan sudah mau membantu saya, itu adalah kisah nyata dari saya, jika anda ingin seperti saya, anda bisa Hubungi Bpk Drs Tauhid SH Msi No Hp 0853-1144-2258. siapa tau beliau masih bisa membantu anda, Wassalamu Alaikum Wr Wr ..

    ReplyDelete