TEORI BELAJAR

 Arti dan Pengertian Belajar Menurut Para Pakar Pendidikan
Learning is the process by which an activity originates or is charged through training procedures (whether in the laboratory or in the natural environments) as distinguished from changes by factor not attributable to training.
Petikan di atas adalah apa yang disampaikan oleh tokoh pendidikan bernama Ernest ER Hilgard, artinya: seseorang dapat dikatakan belajar jika dapat melakukan sesuatu dengan cara latihan-latihan sehingga yang bersangkutan menjadi berubah (Dakir, 1993)
Lee Cronbach menyebutkan bahwa belajar merupakan perubahan perilaku sebagai hasil dari pengalaman. Sebaik-baik belajar menurut Cronbach adalah dengan mengalami sesuatu. Mengalami sesuatu  yaitu dengan mempergunakan panca inderanya, mata untuk mengamati, telinga untuk mendengar, hidung untuk mencium, lidah untuk merasa, kulit juga untuk merasakan sesuatu, sehingga diharapkan seorang pembelajar mampu membaca, mengamati, meniru kemudian mengolahnya.
Dalam sebuah situs ensiklopedia ternama disebutkan bahwa belajar adalah mencari pengetahuan baru atau memodifikasi pengetahuan yang sudah ada, perilaku, keterampilan, nilai atau preferensi, dan mungkin melibatkan sintesis berbagai jenis informasi.
Sementara itu, Degeng menyatakan bahwa belajar adalah pengaitan pengetahuan baru pada struktur kognitif yang suka dimiliki pelajar, ini berarti dalam proses belajar, pelajar akan mengaitkan pengetahuan atau ilmu yang telah diserap dalam memorinya, kemudian menghubungkan dengan pengetahuan yang baru.
Walker menyebutkan definisi belajar yaitu suatu perubahan dalam pelaksanaan tugas yang terjadi sebagai hasil dari pengalaman dan tidak memiliki keterkaitan dengan kedewasaan rohaniah, kelelahan, motivasi, perubahan dalam situasi stimulus maupun faktor-faktor yang bersifat samar lainnya yang tidak berhubungan langsung dengan kegiatan belajar.
Teori belajar sibernetik 
Teori ini merupakan teori belajar yang dianggap paling baru, berkembang sejalur dengan kemajuan ilmu informasi. Menurut teori belajar sibernetik ini, belajar adalah sebuah pengelolaan informasi.
Jika melihat secara kasat mata, teori ini mempunyai kesamaan dengan teori belajar kognitif yang mementingkan pada proses, tetapi esensi yang paling penting adalah sistem informasi yang diproses itu, kemudian informasi inilah yang akan menentukan suatu proses.
Pendapat lain yang sepaham dengan teori sibernetik adalah tidak adanya suatu proses belajar yang ideal untuk segala situasi yang cocok untuk semua siswa. Maka, sebuah informasi mungkin akan dipelajarai seorang siswa dengan satu macam proses belajar, dan informasi yang sama tersebut mungkin saja akan dipelajari siswa lain melalui proses belajar yang berbeda.

Teori humanisme
Teori humanisme disebut sebagai teori yang paling abstrak. yaitu teori yang paling mendekati dunia filsafat daripada dunia pendidikan dan merupakan proses belajar yang paling ideal dengan ketertarikan pada ide belajar (dalam bentuknya yang paling ideal daripada belajar dengan apa adanya).
Bloom dan Rathwohl merupakan penganut teori belajar aliran humanistik ini. Mereka menunjukkan apa yang mungkin saja dikuasai oleh siswa yang terbagi menjadi 3 (tiga) bagian, yaitu:
Wilayah Kognitif, terdiri dari 6 (enam) tingkatan, yaitu:
  • pengetahuan menghafal
  • pemahaman atau menginterprestasikan
  • aplikasi, dengan menggunakan konsep untuk mengatasi suatu masalah (problem solving)
  • tingkatan analisis, yaitu menjabarkan suatu konsep
  • sintesis, yaitu menggabungkan bagian-bagian konsep menjadi suatu konsep utuh
  • evaluasi, dengan membandingkan nilai-nilai, ide, metode, cara, konsep, dan lain sebagainya
Kawasan Psikomotorik, yang terdiri dari 5 (lima) tingkatan, yaitu:
  • peniruan
  • penggunaan konsep untuk melakukan gerak
  • keakuratan
  • perangkaian, melakukan beberapa gerakan sekaligus ddengan benar
  • naturalisasi yaitu melakukan gerakan secara wajar
Wilayah Afektif, terdiri dari lima (5) tingkatan, yaitu:
  • pengenalan, dengan ingin menerima, sadar akan adanya sesuatu
  • merespon aktif
  • penghargaan
  • pengorganisasian
  • pengalaman
Model Belajar Bloom inilah yang paling populer digunakan sebagai rujukan para pengajar atau pendidik di Indonesia.
Pakar pendidikan yang menganut faham belajar humanistik lain adalah Kolb, yang membagi tahapan belajar menjadi empat, yaitu:
  1. Pengalaman nyata.
  2. Pengamatan aktif dan reflektif.
  3. Konseptualisasi.
  4. Percobaan secara aktif.
Pada tahap paling awal dalam proses belajar, seorang siswa mungkin hanya mampu ikut mengalami suatu kejadian, namun belum mempunyai kesadaran tentang hakekat kejadian tersebut. Siswa juga belum memahami mengapa dan bagaimana suatu kejadian terjadi seperti itu.

Pada tahap kedua proses belajar menurut penganut Teori belajar Aliran Humanisme ini adalah, siswa tersebut lama-kelamaan akan mampu melakukan pengamatan aktif terhadap kejadian tersebut. kemudian mulai berusaha memikirkan dan memahaminya. Kemudian pada tahap belajar berikutnya, siswa mulai belajar untuk membangun abstraksi atau teori tentang suatu hal yang pernah diamatinya. Pada tahap ini, siswa diharapkan sudah mampu membuat aturan-aturan umum dari beberapa contoh kejadian yang walaupun nampak berbeda-beda, namun mempunyai acuan aturan yang sama. Kemudian, terjadilah tahap eksperimen aktif pada tahap akhir, yaitu siswa sudah mampu mengaplikasikan suatu aturan umum ke kondisi yang baru.
Kolb juga menyebutkan bahwa, siklus belajar seperti tersebut di atas terjadi secara berkesinambungan dan berlangsung di luar kesadaran siswa.
Tipe-tipe siswa yang terlibat dalam tahapan tersebut juga bermacam-macam. Ada siswa yang bertipe reflektor, ia akan sangat berhati-hati dalam melangkah. Ia akan bersifat konservatif atau lebih menimbang-nimbang antara baik dan buruknya secara cermat sebelum mengambil sebuah keputusan. Hal ini tidak terjadi pada siswa yang bersifat teoris, ia akan sangat kritis dan menjadi analisator yang baik, serta tidak menyukai pendapat atau penilaian yang sifatnya subyektif.
Menurut siswa yang bertipe teoris, berpikir rasional merupakan hal yang sangat penting (ia tidak menyukai hal-hal yang spekulatif)
Kemudian, siswa yang bertipe pragmatis lebih mnaruh perhatian besar pada aspek-aspek praktis dari semua hal. Menurutnya, teori memang penting, namun untuk apa jika teori tersebut tidak dipraktekkan. Bagi mereka, semua yang diteorikan harus bisa dipraktikkan.

Teori Belajar Paham Kognitif
Kepentingan proses belajar merupakan pengaruh utama dari teori belajar paham kognitif ini. Perlu diketahui bahwa belajar tidak hanya berhubungan antara respon dan stimulus, namun juga melibatkan proses berpikir yang kompleks.
Teori kognitif menyebutkan bahwa, ilmu pengetahuan dibangun dalam diri seseorang melalui proses interaksi yang berkesinambungan dengan lingkungan.
Jean Piaget menyebutkan bahwa proses belajar sebenarnya terdiri dari tiga tahapan, yaitu:
  • Proses Asimilasi, yaitu proses penyatuan atau integrasi informasi baru ke struktur kognitif yang sudah ada dalam benak siswa.
  • Proses akomodasi, yaitu penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi yang baru.
  • Proses Ekuilibrasi. Proses equilibrasi disebut juga proses penyeimbangan, adalah penyesuaian berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi.
Untuk pelajar yang telah memahami prinsip penjumlahan dan prinsip pembagian, maka proses pengintegrasian antara prinsip penjumlahan (yang sudah dimengerti) dan prinsip pembagian (sebagai informasi baru), maka ini disebut sebagai proses asimilasi belajar. Jika pelajar diberi soal tentang pembagian, maka situasi ini disebut sebagai akomodasi, yang dalam konteks ini berarti penggunaan prinsp pembagian tersebut dalam situasi yang baru dan spesifik.
Terdapat pula aliran kognitif model Gestalt. ia adalah pakar psikologi. Dalam Bahasa Jerman, “gestalt” berarti “whole configuration”, dapat diartikan sebagai: pola, kesatuan, atau bentuk yang utuh. Dalam belajar, siswa atau pelajar harus mampu menangkap makna dari hubungan antar bagian yang satu dengan yang lain (relasi). Penggunaan makna dari “hubungan” inilah yang disebut memahami, atau insight. Menurut paham Gestalt, semua kegiatan belajar menggunakan insight atau pemahaman mendadak terhadap hubungan-hubungan, utamanya hubungan antara bagian dan keseluruhan. Pengamatan dan pemahaman mendadak utamanya  terhadap hubungan-hubungan antara bagian dan keseluruhan. Ini merupakan konsep yang terpenting dalam teori Gestalt. Teori ini juga menyebutkan bahwa, seorang pengajar dalam proses pembelajaran dengan pelajar tidak memberikan  potongan-potongan atau bagian-bagian, namun selalu suatu kesatuan yang utuh, mendorong siswa untuk menemukan hubungan antar bagian dalam suatu kesatuan situasi atau bahan yang mengandung permasalahan-permasalahan.
Teori Gestalt juga menyebutkan bahwa pengamatan manusia awalnya bersifat global terhadap obyek-obyek yang dilihat, sehingga belajar harus dimulai dari keseluruhan, setelah itu berproses pada bagian-bagiannya.
Teori lainnya yang berkaitan dengan paham belajar aliran kognitif adalah Teori Kohler, ia juga penganut paham Gestalt, menyatakan bahwa belajar adalah proses yang didasarkan pada “insight”. Ia membuktikan teorinya dengan penelitiannya terhadap seekor kera di Pulau Canary.
Dalam penelitiannya, Kohler menempatkan seekor kera dalam sebuah kandang yang besar dengan setandan pisang yang digantung di dinding. Kera tidak dapat meraih pisang, namun jika kera tersebut mengumpulkan dan menumpukkan dua kotak kayu bersama-sama, ia dapat mendaki dan meraihnya. Kohler mengamati bagaimana kera belajar untuk menyusun beberapa kotak tersebut untuk mengambil pisang dan mengamati sedikit bukti dari proses, percobaan, dan kesalahan-kesalahan. Kemudian dari hasil pengamatannya tersebut, Kohler menemukian bukti bahwa kera merasakan situasi permasalahan dan percobaan untuk menemukan solusi.
Teori pendukung aliran kognitif lainnya adalah Teori “Cognitive-Field” yang dikembangkan oleh Kurt Lewin dengan meletakkan perhatian kepada kepribadian (personality) dan psikologi sosial. Lewin melihat bahwa masing-masing individu berada dalam suatu medan kekuatan yang bersifat psikologis. Medan kekuatan tersebut disebut sebagai “life space” yang mencakup perwujudan lingkungan tempat individu beraksi. Ia juga menyebutkan bahwa belajar belajar berlangsung sebagai akibat dari perubahan dalam struktur kognitif, yaitu hasil dari dua macam kekuatan (satu dari struktur medan itu sendiri dan kekuatan yang lain adalah dari kebutuhan dan motivasi internal individu). Kemudian Lewin memberikan peranan yang lebih pada motivasi ketimbang penghargaan.
Teori pendukung aliran kognitif lainnya adalah Teori Discovery Learning, yang ditemukan oleh J. Bruner dengan mendasarkan pada pendapat Piaget yang menyatakan bahwa anak harus berperan secara aktif dalam belajar di kelas, maka dari itu Burner menggunakan cara yang disebut seperti di atas, yaitu Discovery Learning, murid mengorganisasi bahan yang dipelajari dengan suatu bentuk akhir.
Pendapat-pendapat lainnya yang mendukung Discovery Learning adalah pendapat dari J. Dewey dengan Complete Art Reflective Activity atau sering dikenal sebagai Problem Solving. Ide Bruner ini ditulis dalam bukunya berjudul Process of Education yang di dalamnya melaporkan hasil dari suatu konferensi di antara para ahli ilmu pengetahuan, pengajar, dan pendidik tentang pengajaran ilmu pengetahuan. Pendapatnya adalah, mata pelajaran dapat diajarkan secara efektif dalam membentuk intelektual yang sesuai dengan tingkat perkembangan anak, dengan cara-cara yang bermakna pada level permulaan pengajaran, kemudian meningkat ke arah yang abstrak.
Bruner juga menyatakan bahwa, untuk dapat mengembangkan program pengajaran yang efektif bagi anak muda adalah dengan mengkoordinasi metode penyajian bahan sesuai dengan tingkat kemajuan anak dalam mempelajari bahan pelajaran tersebut. Kemudian, dalam proses penyusunan kurikulum yang mencakup mata pelajaran harus ditentukan oleh pengerian yang sangat mendasar bahwa hal tersebut dapat diraih berdasarkan prinsi-prinsip yang memberikan struktur bagi mata pelajaran itu. Dalam proses belajar-mengajarpun guru harus mampu memberikan struktur dari mata pelajaran tersebut , kemudian siswa tersebut harus mampu mempelajari prinsip-prinsip mata pelajaran tersebut sehingga terbentuklah suatu disiplin.
Bruner juga menyarankan bahwa seorang pengajar atau guru haruslah memberikan kepada muridnya untuk menjadi pemecah masalah dengan membiarkan siswa menemukan arti diri mereka sendiri dan memungkinkan mereka untuk mempelajari konsep-konsep di dalam hal yang bisa dimengerti sendiri.
Bruner menyebutkan bahwa di dalam belajar melibatkan tiga proses yang berlangsung hampir bersamaan, yaitu:
  • Memperoleh informasi baru
  • Transformasi informasi
  • Evaluasi
David Ausubel menyampaikan genre dari teori kognitif lainnya dengan membatasi teorinya untuk memahami dengan penuh arti materi verbal, jenis dari subyek permasalahan,yang berada di dalam kelas. Dalam teori Ausubel, yang membedakan dengan teori Bruner adalah, teori Ausubel ini terkait dengan pemahaman dasar dan arti, namun sebaliknya, Bruner tidak menyimpulkan bahwa hal ini harus dilakukan dalam sebuah indikasi penemuan pemahaman.
Ausubel memandang bagian dari kegagalan pemahaman teori-teori untuk memberikan keberhasilan pemecahan permasalahan pendidikan dalam kecenderungan fokus hanya pada satu jenis pemahaman terhadap materi yang diingat. Menurutnya lagi, belajar menerima dan menemukan masing-masing bisa dalam bentuk hapalan atau bermakna, tergantung pada situasi terjadinya belajar. Ia menyebutkan bahwa belajar dengan hafalan akan berbeda dengan belajar bermakna. Menghafal pada dasarnya mendapatkan informasi yang diperoleh ke dalam struktur kognitif belajar. Hafalan itu sendiri adalah dengan mengingat satu-persatu kata, sedangkan “belajar bermakna” merupakan rangkaian proses belajar yang memberikan hasil yang bermakna.  Belajar akan dikatakan bermakna jika informasi yang dipelajari dirangkai sesuai dengan struktur kognitif pelajar, sehingga pelajar mampu mengaitkan pengetahuan baru tersebut dengan struktur kognitifnya.
Ausubel meyakini bahwa pengatur kemajuan belajar mampu memberikan 3 manfaat, yaitu:
  1. Pengatur kemajuan belajar (advance organizers) dapat menyediakan suatu kerangka konseptual untuk materi belajar yang akan dipelajari oleh siswa.
  2. Pengatur kemajuan belajar dapat berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan antara apa yang sedang dipelajari pelajar saat ini dengan apa yang akan dipelajari pelajar pada masa mendatang, sehingga:
  3. Akan mampu membantu pelajar tersebut untuk memahami beban belajar secara lebih mudah.
Berikut adalah sepuluh (10) kesamaan teori Bruner dan Ausubel:
  1. Teori Kognitif Bruner dan Ausubel menekankan arti pemahaman. Walaupun Bruner meyakini bahwa arti pemahaman harus ditemukan secara induktif dan Ausubel meyakini bahwa hal ini dapat diasimilasi secara deduktif, kedua-duanya saling memberikan tujuan.
  2. Dua teori tersebut menekankan pada hubungan. Bruner menekankan bagaimana segala sesuatu dipelajari harus dihubungkan dengan hal-hal lain dan bagaimana seseorang menemukan arti dalam hubungan ini, sementara Ausubel menjelaskan bagaimana materi baru sipelajari, dihubungkan, atau ditempatkan untuk pengadaan ide-ide dalam susunan kognitif.
  3. kedua teori tersebut menekankan pemahaman isi pokok dari materi daripada mengingat secara harfiah.
  4. Teori Bruner dan Ausubel sama-sama membahas tentang organisasi atau susunan dari disiplin dan Ausubel menjelaskan bagaimana materi dapat diatur dalam susunan kognitif.
  5. Kedua teori tersebut menyetujui bahwa pemahaan sekolah harus diselidiki pada tingkat kerumitan setiap harinya dan tidak mengurangi pada situasi laboratorium yang telah disederhanakan.
  6. Kedua teori kognitif tersebut menekankan kepentingan bahasa sebagai dasar dalam pemikiran manusia dan komunikasi, serta lata utama dalam pemahaman sekolah.
  7. Keduanya adalah sama-sama teori kognitif, yaitu mencoba untuk memahami proses dalam pikiran daripada hanya sekedar mempelajari dunia fisik eksternal.
  8. Kedua teori tersebut menyetujui kebutuhan pokok untuk perbaikan perintah, yaitu untuk membuat pemahaman ruang kelas yang berguna bagi siswa.
Aliran behavioristik
Aliran behavioristik dalam Bahasa Indonesia disebut sebagai aliran tingkah laku, yaitu perubahan tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respon, sebagaimana yang disebutkan oleh Gredler dan Margaret Bell pada tahun 1986.
R.G Bouring juga berpendapat bahwa, reaksi yang begitu kompleks akan menimbulkan tingkah laku. Prinsip-prinsip behaviorisme (Riyanto, 2008) adalah:
  1. Obyek psikologi adalah tingkah laku.
  2. Semua bentuk tingkah laku dikembalikan pada refleks.
  3. Mementingkan terbentuknya kebiasaan.
Dalam teori connectionisme, Edward L. Thorndike menyatakan bahwa dasar dari belajar adalah asosiasi antara kesan pancaindera dan impuls untuk bertindak atau dengan kata lain adanya hubungan antara stimulus dan respon atau disebut BOND. Hal ini melahirkan teori S-R BOND. Terdapat dua hukum dalam belajar, yaitu hukum primer dan hukum sekunder.
Hukum Primer terdiri atas:
  1. Law of Effect adalah perbuatan yang diikuti dengan pengaruh yang memuaskan cenderung ingin diulangi, namun sebaliknya, jika tidak mendatangkan kepuasan, maka akan ditinggalkan.
  2. Law of Exercise and Repetation, berlatih dengan berulang untuk mendapatkan suatu kekuatan.
  3. Law of Readliness adalah kesiapan untuk bertindak itu terjadi karena adanya penyesuaian diri dengan sekitarnya.
Hukum Sekunder terdiri atas:
  1. Law of Assimilation, yaitu kemampuan penyesuaian diri seseorang terhadap situasi yang baru dan situasi tersebut mempunyai kesamaan unsur.
  2. Law of Partial Activity, seseorang dapat beraksi secara selektif terhadap kemungkinan yang ada di dalam situasi tertentu.
  3. Law of Multiple Response, yaitu sesuatu yang dilaksanakan dengan berbagai variasi uji coba atau yang biasa disebut dengan trial and error untuk mengatasi masalah.
Thorndike menyebutkan bahwa belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus dapat berupa sesuatu yang merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti perasaan maupun pikiran, dan hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui panca indera. Respon adalah aksi yang ditimbulkan dari pelajar ketika dalam proses belajar, yang bisa juga berupa perasan, pikiran, atau gerakan.
Watson mengemukakan bahwa stimulus dan respon harus secara behavioral atau berupa tingkah laku yang dapat diamati, dia mengesampingkan berbagai perubahan mental yang barangkali terjadi dalam belajar dan mengenggapnya sebagai faktor yang tidak perlu diketahui, namun tidak berarti semua perubahan mental yang terjadi pada pelajar adalah tidak penting. Beberapa faktor tersebut tidak mampi menjelaskan apakah proses belajar sudah terjadi atau belum. Semua hal-hal yang tidak diukur lebih suka dianut oleh yang memahami aliran behavioristik ini.
Clarh Hull mengemukakan bahwa behavioristik seseorang berfungsi dalam menjaga kelangsungan hidup, karena dalam teorinya, kebutuhan biologis dan pemuasan kebutuhan menempata posisi utama yang dikonsepkan sebagai dorongan. Clarh Hull ini juga menganut teori evolusi Darwin.
Erwin Gutrie menganut hukum kontiguiti dalam azas belajar, yaitu gabungan stimulus-stimulus yang disertai gerakan, yang kemudian akan diikuti gerakan yang sama ketika waktu timbul kembali, hal itu cenderung akan terjadi. Diperlukan pemberian stimulus sesering mungkin supaya hubungan antara stimulus dan respon berjalan lebih langgeng. Sementara itu, suatu respon akan lebih kuat dan bisa jadi menjadi sebuah kebiasaan bila respon tersebut berhubungan dengan bermacam-macam stimulus, contohnya: seseorang yang terbiasa meminum-minuman keras atau jenis narkoba lainnya akan cenderung berbuat tindak kejahatan dan merasa dunia ini miliknya saja, gagah, dan arogan.
Seorang pengajar harus dapat mengasosiasi stimulus respon secara tepat, pelajar harus dibimbing melakukan apa yang harus dipelajari, dalam mengatur kelas, pengajar tidak boleh memberikan tugas yang mungkin diabaikan oleh seorang anak (Bell, Greder, 1991).

0 Response to "TEORI BELAJAR"

Post a Comment