Kendala dalam mengimplementasikan Pendidikan Berbasis Masyarakat menurut Sagala, S 2004 adalah:
- Sistem perencanaan, pengangguran dan pertanggungjawaban keuangan yang dianut pemerintah masih dari atas ke bawah (top down).
- Kurangnya kepercayaan pemerintah terhadap kemampuan atau kekuatan energi masyarakat.
- Sikap Birokrat yang belum mampu membiasakan diri bertindak sebagai pelayan.
- Karakteristik kebutuhan belajar masyarakat yang sangat beragam, sedangkan sistem perencanaan yang dianut masih turun dari atas dan bersifat standar.
- Sikap masyarakat dan juga pola pikir masyarakat dalam memenuhi kebutuhan masih tertuju pada hal-halyang bersifat kebutuhan badani / kebendaan.
- Budaya menunggu pada sebagian besar masyarakat kita.
- Tokoh panutan, yaitu tokoh-tokoh masyarakat yang seyogyanya berperan sebagai panutan sering berperilaku seperti birokrat.
- Lembaga sosial masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang pendidikan masih kurang.
- Keterbatasan anggaran, sarana prasarana belajar, dan tenaga kependidikan.
- Egoisme sektoral, yaitu masih ada keraguan di antara prosedur yang berbeda tentang kedudukan masyarakat dalam institusi pendidikan berkaitan dengan pendidikan berbasis masyarakat yang masih menonjolkan karakteristiknya masing-masing.
Sistem yang masih top down yang  kurang memberikan ruang dan peluang perencanaan dari bawah, sehingga  terjadi penyeragaman program serta penyeragaman sistem dan mekanisme  pelaksanaan program mengakibatkan pertanggungjawaban keuangan tidak  mengacu kepada hasil melainkan hanya kepada kelengkapan administrasi.  Hal ini benar-benar mematikan kreativitas di lapangan dan membuka  peluang untuk memanipulasi.
Kurangnya  kepercayaan pemerintah kepada masyarakat untuk mengambil peran dalam  melaksanakan program pembangunan yang dibutuhkan masyarakat  mengakibatkan terjadinya pemaksaan kehendak dan pengarbitan hasil  program.
Tugas melayani masyarakat yang  belum dilaksanakan dan kecenderungan berperilaku sebagai penentu yang  selalu ingin dihormati dan berkuasa karena mereka merasa memiliki dana  menyebabkan timbulnya sikap apatis pada masyarakat dan menurunkan  keinginan masyarakat untuk berpartisipasi.
Kebutuhan masyarakat yang  beragam dan merasa belum terlayani dengan baik menyebabkan gairah  belajar masyarakat berkurang dan menimbulkan keengganan untuk mengikuti  program belajar.
Pola pikir masyarakat yang masih  mementingkan kebutuhan kebendaan atau badani dan kurang memperhatikan  pendidikan menyebabkan banyak anak yang tidak berkesempatan mengikuti  program pendidikan dan mereka lebih disibukkan dengan kegiatan mencari  nafkah.
Masyarakat masih memiliki  budaya statis , merasa puas dengan apa yang ada, bersifat menunggu,  menerima, dan kurang proaktif untuk mengambil prakarsa serta melakukan  tindakan yang bermanfaat untuk masa depan menyebabkan sulitnya  memperkenalkan teknologi baru kepada mereka.
Tokoh panutan yang berperilaku  seperti birokrat mengakibatkan masyarakat pendidikan enggan untuk  mengoptimalkan peran masyarakat, baik dalam perencanaan maupun  pelaksanaan program.
Kurangnya LSM mengakibatkan  kelambatan dalam usaha menggerakkan masyarakat untuk berpartisipasi  dalam pengelolaan pendidikan berbasis masyarakat. Adanya keterbatasan  anggaran, sarana prasarana dan tenaga kependidikan serta prosedur yang  berbelit-belit dapat mengakibatkan kepercayaan masyarakat terhadap  program pendidikan berbasis masyarakat berkurang.
Bertolak dari  permasalahan-permasalahan ini, institusi sekolah bersama masyarakat  perlu menyusun suatu model kebijakan sampai batas mana masyarakat dapat  berpartisipasi dalam manajemen pendidikan dan bagaimana masyarakat itu  dapat berpartisipasi memenuhi kebutuhan sekolah. Salah satu solusinya,  aspirasi masyarakat dan keikutsertaan masyarakat disalurkan melalui  suatu forum yang disebut dewan sekolah atau komite sekolah yang fungsi  tugasnya dituangkan dalam peraturan pemerintah maupun peraturan daerah.
Komite sekolah merupakan  pengembangan fungsi dari BP3 yang tidak hanya berfungsi untuk memberikan  dukungan pembiayaan tetapi juga berfungsi mengoreksi dan memberikan  masukan atau ide bagi upaya peningkatan mutu pendidikan di sekolah.  Komite sekolah sebagai forum keikut sertaan masyarakat ditingkat sekolah  sedangkan dewan pendidikan ditingkat Kabupaten/Kota.
Sekolah dan masyarakat saling  membutuhkan sehingga kekuatan dan keterbatasan masing-masing dapat  saling melengkapi menjadi sebuah kekuatan. Hal-hal yang dapat didukung  orang tua dalam mencapai tujuan pendidikan menurut Sergiovanni dalam  Sagala, S., 2004 adalah pengembangan kecintaan untuk belajar, pemikiran  kritis dengan kecakapan memecahkan masalah, apresiasi atau penghargaan  estetika, kreativitas, dan kompetensi perseorangan.
Secara umum orang tua  menginginkan pendidikan yang lengkap untuk anak-anak mereka. Mereka  menginginkan generasi mudanya dapat bertahan hidup dan berkembang  menjadi warga negara yang berbudaya dan berpendidikan serta memiliki  kemampuan untuk berperan secara penuh dalam kehidupan masyarakat. Hal  ini sesuai dengan pendapat Fiske, 1993 bahwa orang tua adalah pelanggan  utama sekolah yang mempunyai tujuan pokok agar anak-anak mereka  memperoleh pendidikan yang bermutu.
Selain itu untuk mengatasi  kendala penerapan berbasis masyarakat perlu dilakukan perbahan sikap  yang melihat pendidikan secara utuh, perubahan pola perencanaan dan  penggunaan anggaran dari pusat dengan pola DIP ke pola hibah (block  grant), perubahan sikap birokrat dalam berperilaku untuk memberdayakan  masyarakat, pemberian kepercayaan kepada masyarakat untuk mengelola  sendiri pendidikan yang mereka perlukan dan pemerintah cukup membuat  standar mutu, LSM serta organisasi kemasyarakatan serta swasta yang mau  bergerak dibidang pendidikan perlu lebih diberdayakan.
Sumber : http://delsajoesafira.blogspot.com/2010/05/kendala-dalam-mengimplementasikan.html
Tags : Kendala Dalam Mengimplementasikan Pendidikan Berbasis Masyarakat, Pendidikan Berbasis Masyarakat, Mengimplementasikan Pendidikan Berbasis Masyarakat
 
Assalamu Alaikum wr-wb, perkenalkan nama saya ibu Rosnida zainab asal Kalimantan Timur, saya ingin mempublikasikan KISAH KESUKSESAN saya menjadi seorang PNS. saya ingin berbagi kesuksesan keseluruh pegawai honorer di instansi pemerintahan manapun, saya mengabdikan diri sebagai guru disebuah desa terpencil, dan disini daerah tempat saya mengajar hanya dialiri listrik tenaga surya, saya melakukan ini demi kepentingan anak murid saya yang ingin menggapai cita-cita, Sudah 9 tahun saya jadi tenaga honor belum diangkat jadi PNS Bahkan saya sudah 4 kali mengikuti ujian, dan membayar 70 jt namun hailnya nol uang pun tidak kembali, bahkan saya sempat putus asah, pada suatu hari sekolah tempat saya mengajar mendapat tamu istimewa dari salah seorang pejabat tinggi dari kantor BKN pusat karena saya sendiri mendapat penghargaan pengawai honorer teladan, disinilah awal perkenalan saya dengan beliau, dan secara kebetulan beliau menitipkan nomor hp pribadinya dan 3 bln kemudian saya pun coba menghubungi beliau dan beliau menyuruh saya mengirim berkas saya melalui email, Satu minggu kemudian saya sudah ada panggilan ke jakarta untuk ujian, alhamdulillah berkat bantuan beliau saya pun bisa lulus dan SK saya akhirnya bisa keluar,dan saya sangat berterimah kasih ke pada beliau dan sudah mau membantu saya, itu adalah kisah nyata dari saya, jika anda ingin seperti saya, anda bisa Hubungi Bpk Drs Tauhid SH Msi No Hp 0853-1144-2258. siapa tau beliau masih bisa membantu anda, Wassalamu Alaikum Wr Wr ..
ReplyDelete