Menurut Nurgent (1981)  perkenbangan profesi konseling di Amerika Serikat melalui enam babakan  yang masing-masing menampilkan persepsi tersendiri terhadap peranan  konselor. Babakan itu adalah :
- 1900 – 1920 : Awal dari konseling sekolah
 - 1920 – 1940 : Pengaruh Pendidikan Progresif terhadap Konseling
 - 1940 – 1960 : Awal dan perkembangan Konseling Psikologi
 - 1960 – 1970 : Usaha Profesionalisasi
 - 1970 – 1980 : Perjuangan terhadap profesionalisasi konselor
 - 1980 keatas : Perlunya Kesatuan dan Keluwesan Profesional.
 
Pelayanan konseling di Amerika  Serikat dimulai pada abad ke-20. Peranan konselor pada waktu itu  ditandai dengan pelayanan bimbingan dan konseling jabatan atau  pekerjaan, khususnya berkenaan dengan pemilihan, penyiapan sesorang  untuk memasuki jabatan atau pekerjaan tertentu serta permasalahannya  yang timbul ketika dan setelah seseorang memasuki jabatan atau pekerjaan  tertentu. 
Bimbingan dan konseling jabatan mewarnai seluruh pelayanan yang dilakukan, termasuk pelayanan di sekolah-sekolah.
Bimbingan dan konseling jabatan mewarnai seluruh pelayanan yang dilakukan, termasuk pelayanan di sekolah-sekolah.
Pada tahun 1920-an dan 1930-an  pengaruh Jhon Dewey dengan “pendidikan progresifnya” melanda  sekolah-sekolah. Progresivisme Dewey ini menekankan peranan sekolah  menunjang perkembangan anak dalam segi-segi sosial, moral dan  kepribadian, dan tidak semata-mata menangani masalah intelektual. Dalam  kaitan ini, para pendidik yang “progresif” tidak menyukai pelayanan  konseling yang bersifat vokasional, karena dipandang sebagai kurang  melayani individu secara keseluruhan. Kemudian berkembanglah di  sekolah-sekolah “ bimbingan pendidikan”. Tujuan utama dari bimbingan ini  adalah meningkatkan keterampilan hidup bagi para siswa. Dengan demikian  seluruh unsur sekolah harus berperanan sebagai “pendidik kejiwaan”.
Penampilan pendidikan progresif  ternyata tidak begitu lama. Pendekatan Dewey ini akhirnya mendapat  tantangan dari orang tua dan para pendidik sendiri. Pendekatan progresif  dianggap anti intelektual dan terlalu bersifat membiarkan anak.Dalam  pada kegiatan itu kegiatan bimbingan di sekolah menjadi amat merosot.  Jumlah konselor di sekolah menurun amat tajam. Bahkan pernah  diperkirakan jumlah konselor sekolah pada tahun 1942 lebih rendah  dibandingkan dengan jumlah konselor pada tahun 1915. Peranan konselor  sekolah menjadi benar-benar kabur. Mereka sering kali ditugaskan sebagai  “orang bijaksana” yang mengatur jadwal pelajaran, penjaga disiplin  sekolah, ataupun sebagai petugas administrasi.
Pada tahun 1940-an munculah  peranan psikologi humanistik (yang ditokohi oleh Carl Rogers dan  kawan-kawan) terhadap pelayanan sosial yang lebih luas. Pada babakan ini  mulai berkembanglah konseling psikologi. Pada tahun 1950-an upaya  konseling psikologi itu lebih menemukan bentuknya yang lebih jelas.
Perkembangan ini lebih  mengarahkan pekerjaan konseling pada bidang psikologi sehingga  menimbulkan kekaburan bagi konselor yang semula tidak berorientasi pada  psikologi di satu segi, dan mengumandangkan pengakuan yang tidak  seimbang pada para ahli psikologi yang merasa lebih berwenang dalam  pekerjaan konseling. Dalam suasana seperti ini konseling jadi  terombang-ambing antara bidang psikologi dan pendidikan. Sebagai  akibatnya, peranan konselor sekolah semakin tidak mantap. Para konselor  makin terjerumus kedalam urusan administrasi yang bertele-tele. Konselor  di Sekolah Dasar pada waktu itu bahkan belum dikenal.
Pada akhir tahun 1950-an keadaan  tiba-tiba berubah, yaitu dengan diluncurnya pesawat angkasa luar yang  pertama oleh Uni Soviet (tahun 1957). Seperti telah disinggung pada awal  bab 1, kejadian ini membuat bangsa amerika terkejut dan menyadari  ketinggalannya. Usaha utama mengajar ketinggalan ini ialah melalui  pendidikan.
Sehubungan dengan hal ini  kongres Amerika Serikat mengeluarkan keputusan yang amat menunjang  perkembangan profesi konseling. Tujuan keputusan ini ialah untuk  menelusuri dan mengembangkan bakat keilmuan canggih disekolah-sekolah  sehingga bangsa amerika dapat kembali merebut kepemimpinan ilmu dan  teknologi di dunia. Keputusan ini secara tegas menyokong dan memberikan  dana yang besar bagi program konseling disekolah menengah. Seiring  dengan itu, program pendidikan konselor mendapatkan sokongan yang tidak  kurang pula. Lebih jauh, konseling di sekolah dasar juga mulai  dikembangkan.
Perkembangan baru yang muncul  pada akhir tahun1950-an itu benar-benar merupakan momentum yang amat  baik bagi profesi konseling. Harkat  pekerjaan konseling itu, pada tahun  1960-an sisi lain dari dunia konseling, yaitu sisi yang lebih  profesional berkembang pula. Pendekatan humanistik, behavioristik,  gestalt dan eklektik berkembang dengan pesat. Di samping itu, APGA  (american personnel and guidence association), ASCA (american shool  counselor associantion) dan ACES (association for Counselor Education  And Supervision) mulai merumuskan peranan konselor dan standar etika  konselor secara lebih profesional. Rupanya momentum pada tahun 1960-an  itu mendorong perkembangan dunia konseling pada taraf yang belum pernah  dicapainya, baik dalam kuantitas maupun dalam arahnya yang lebih  profesional.
Namun tahun-tahun baik bagi  dunia konseling ternyata tidak berlangsung lama. Sebetulnya pada tahun  1970-an kebutuhan akan pelayanan konseling amat meningkat baik di  sekolah maupun di masyarakat pada umumnya, tetapi ternyata kebutuhan itu  tidak terlayani secara memadai. Penerapan konseling profesional  sebagaimana dirumuskan tidak terwujud. Perhatian yang seperti  menggebu-gebu terhadap profesi konselling pada  tahun 1960-an mulai  menurun pada tahun 1970-an. Pada babakan ini peranan konselor sekolah  dianggap tidak penting.
Suasana muram pada tahun 1970-an  itu tampak seperti terulangnya kembali penyakit yang menimpa dunia  konseling tahun 1930-an sampai 1950-an. Bahkan keadaan tahun 1970-an  tampak lebih parah karena kebutuhan dan aspirasi masyarakat makin  meningkat serta tantangan dan persaingan dari profesi-profesi yang lain  semakin kuat. Babakan tahun 1970-an itu benar-benar merupakan babakan  perjuangan bagi profesi konseling. Atas kritikan dan tantangan yang amat  deras itu, Pine (1975), mencari kaitan pada kenyataan bahwa sebagian  besar konselor sekolah pada waktu itu sebenrnya Untrained (tidak dilatih  terlebih dahulu), undertrained (dilatih secara tidak memadai) dan  Uncommitted (tidak sepenuh hati menekuni pekerjaannya).
Pada waktu itu banyak tenaga  konselor yang diangkat tanpa terlebih dahulu diberi latihan, atau hanya  diberi latihan sekedarnya saja, atau hanya diberi kesempatan menghadiri  suatu lokakarnya singkat saja. Kritikan itu juga dikaitkan pada  asumsi-asumsi dan tujuan konseling yang tidak jelas sehingga menimbulkan  praktek yang tidak tentu arah, yang semuanya itu merugikan keberadaan  profesi konseling sendiri.
Karena pada waktu itu arti  bimbingan dan konseling masih bermacam-macam atau bahkan konsep  bimbingan dan konseling diartikan secara tidak tepat, maka timbul banyak  kerunyaman dan kritikan. Di berbagai sekolah propesi konseling yang  belum mapan itu banyak menimbulkan hambatan administratif.
Tugas yang tidak jelas itu  menimbulkan persepsi bahwa konseling adalah suatu yang dapat dilakukan  tanpa persiapan terlebih dahulu dan tanpa keterampilan khusus ;  Konseling merupakan pelayanan yang tidak unik dan dapat dilakukan oleh  siapapun juga, oleh ahli-ahli lain, oleh orang setengah ahli, atau  bahkan oleh sukarelawan yang tidak tahu ujung pangkal konseling. Adalah  menyedihkan bahwa pelayanan konseling yang mestinya bersifat profesional  terapeutik itu pelaksanaannya diserahkan kepada guru kelas.
Dari semua kenyataan itu,  akhirnya Pine menyimpulkan bahwa hanya jika para konselor tahu mengapa  mereka ada, apa yang diharapkan dari mereka, apa fungsi yang unik dan  tanggung jawab khusus dari mereka, mereka akan dapat mereaksi secara  tepat  terhadap segala macam kritikan dan tantangan itu.
Tags : Persepsi Peranan Konselor, Konselor Dari waktu Ke Waktu, Peranan Konselor
Assalamu Alaikum wr-wb, perkenalkan nama saya ibu Rosnida zainab asal Kalimantan Timur, saya ingin mempublikasikan KISAH KESUKSESAN saya menjadi seorang PNS. saya ingin berbagi kesuksesan keseluruh pegawai honorer di instansi pemerintahan manapun, saya mengabdikan diri sebagai guru disebuah desa terpencil, dan disini daerah tempat saya mengajar hanya dialiri listrik tenaga surya, saya melakukan ini demi kepentingan anak murid saya yang ingin menggapai cita-cita, Sudah 9 tahun saya jadi tenaga honor belum diangkat jadi PNS Bahkan saya sudah 4 kali mengikuti ujian, dan membayar 70 jt namun hailnya nol uang pun tidak kembali, bahkan saya sempat putus asah, pada suatu hari sekolah tempat saya mengajar mendapat tamu istimewa dari salah seorang pejabat tinggi dari kantor BKN pusat karena saya sendiri mendapat penghargaan pengawai honorer teladan, disinilah awal perkenalan saya dengan beliau, dan secara kebetulan beliau menitipkan nomor hp pribadinya dan 3 bln kemudian saya pun coba menghubungi beliau dan beliau menyuruh saya mengirim berkas saya melalui email, Satu minggu kemudian saya sudah ada panggilan ke jakarta untuk ujian, alhamdulillah berkat bantuan beliau saya pun bisa lulus dan SK saya akhirnya bisa keluar,dan saya sangat berterimah kasih ke pada beliau dan sudah mau membantu saya, itu adalah kisah nyata dari saya, jika anda ingin seperti saya, anda bisa Hubungi Bpk Drs Tauhid SH Msi No Hp 0853-1144-2258. siapa tau beliau masih bisa membantu anda, Wassalamu Alaikum Wr Wr ..
ReplyDelete