Sebagai sarana untuk menyalurkan  ide-ide dan kegiatannya, al-Afgani bersama Muhammad Abduh menerbitkan  jurnal berkala, yang juga bernama al-’Urwah al-Wusqa. Publikasi ini  bukan saja menggoncang dunia Islam, pun telah menimbulkan kegelisahan  dunia Barat. Majalah ini hanya berumur delapan bulan karena dunia Barat  melarang peredarannya di negeri-negeri Islam. Majalah ini dinilai dapat  menimbulkan semangat dan persatuan orang-orang Islam. Di mana-mana,  terutama untuk pasaran dunia Timur, majalah ini dibinasakan penguasa  Inggris. Di Mesir dan India, majalah ini dilarang untuk diedarkan. Akan  tetapi, majalah ini terus saja beredar meski secara ilegal.
Jurnal berkala ini segera  menjadi barometer perlawanan imperialis Dunia Islam yang merekam  komentar, opini, dan analisis bukan saja dari tokoh-tokoh Islam dunia,  tetapi juga ilmuwan-ilmuwan Barat yang penasaran dan kagum dengan  kecemerlangan al-Afgani. Selama mengurus jurnal ini, al-Afgani harus  bolak-balik Paris-London untuk menjembatani diskusi dan pengiriman  tulisan para ilmuwan Barat, terutama yang bermarkas di International  Lord Salisbury, London.
Atas undangan penguasa Persia  saat itu, Syah Nasiruddin, pada tahun 1889 ia mengunjungi Persia. Di  sana ia diminta untuk menolong mencari penyelesaian persengketaan  Rusia-Persia yang timbul karena politik pro-Inggris. Pada tahun 1892, ia  ke Istanbul atas undangan Sultan Abdul Hamid yang ingin memanfaatkan  pengaruh al-Afgani di berbagai negara Islam untuk menentang Eropa yang  pada waktu itu mendesak kedudukan Kerajaan Usmani (Ottoman) di Timur  Tengah.
Akan tetapi kedua tokoh tersebut  tidak mencapai kerja sama. Sultan Abdul Hamid tetap mempertahankan  kekuasaan otokrasi lama, sedangkan al-Afgani mempunyai pemikiran  demokrasi tentang pemerintahan. Akhirnya, Sultan membatasi kegiatan  al-Afgani dan tidak mengizinkannya keluar dari Istanbul sampai wafatnya  pada tanggak 9 Maret 1897. Ia dikubur di sana. Jasadnya kemudian  dipindahkan ke Afganistan pada tahun 1944. Ustad Abu Rayyah dalam  bukunya “Al-Afgani: Sejarah, Risalah dan Prinsip-prinsipnya”,  menyatakan, bahwa al-Afgani meninggal akibat diracun dan ada pendapat  kedua yang menyatakan bahwa ada rencana Sultan untuk membinasakannya.
Di samping majalah al-‘Urwah  al-Wusqa yang diterbitkannya, al-Afgani juga menulis banyak buku dan  artikel. Di antaranya ialah Bab ma Ya’ulu Ilaihi Amr al-Muslimin  (Pembahasan tentang Sesuatu Yang Melemahkan Orang-Orang Islam), Makidah  asy-Syarqiyah (Tipu Muslihat Orientalis), Risalah fi ar-Radd ‘Ala  al-Masihiyyin (Risalah untuk Menjawab Golongan Kristen; 1895), Diya’  al-Khafiqain (Hilangnya Timur dan Barat; 1892), Haqiqah al-Insan wa  Haqiqah al-Watan (Hakikat Manusia dan Hakikat Tanah Air; 1878), dan  ar-Radd ‘Ala al-Dahriyin.
Merintis Reformasi Islam
Apa yang dilihat al-Afgani di  dunia Barat dan apa yang dilihatnya di dunia Islam memberi kesan  kepadanya bahwa umat Islam pada masanya sedang berada dalam kemunduran,  sementara dunia Barat dalam kemajuan. Hal ini mendorong al-Afgani untuk  menimbulkan pemikiran-pemikiran baru agar umat Islam mencapai kemajuan.
Ia  telah menimbulkan pemikiran pembaruan yang mempunyai pengaruh besar  dalam dunia Islam. Pemikiran pembaruannya didasarkan pada keyakinan  bahwa agama Islam sesuai untuk semua bangsa, zaman, dan keadaan. Tidak  ada pertentangan antara ajaran Islam dan kondisi yang disebabkan  perubahan zaman.
Dalam pandangan al-Afgani, jika  ada pertentangan antara ajaran Islam dan kondisi zaman saat ini, maka  harus dilakukan penyesuaian dengan mengadakan interpretasi baru terhadap  ajaran-ajaran Islam yang tercantum dalam Alquran dan hadis. Untuk  mencapai hal ini dilakukan ijtihad dan pintu ijtihad menurutnya masih  tetap terbuka.
Ia melihat bahwa  kemunduran umat Islam bukanlah karena Islam tidak sesuai lagi dengan  perkembangan zaman dan perubahan kondisi. Kemunduran mereka disebabkan  oleh beberapa faktor. Umat Islam, menurutnya, telah dipengaruhi oleh  sifat statis, berpegang pada taklid, bersikap fatalis, telah  meninggalkan akhlak yang tinggi, dan telah melupakan ilmu pengetahuan.  Ini berarti bahwa umat Islam telah meninggalkan ajaran Islam yang  sebenarnya menghendaki agar umat Islam bersifat dinamis, tidak bersifat  fatalis, berpegang teguh pada akhlak yang tinggi, dan mencintai ilmu  pengetahuan.
Sifat statis, menurut al-Afgani,  telah membawa umat Islam menjadi tidak berkembang, dan hanya mengikuti  apa yang telah menjadi hasil ijtihad ulama sebelum mereka. Karenanya  umat Islam dinilai al-Afgani hanya bersikap menyerah dan pasrah kepada  nasib.
Faktor lainnya adalah adanya  paham Jabariah dan salah paham terhadap qada (ketentuan Tuhan yang  tercantum di lauh mahfuz/belum terjadi). Paham itu menjadikan umat Islam  tidak mau berusaha dengan sungguh-sungguh dan bekerja giat. Menurut  pemikiran al-Afgani, qada dan qadar mengandung pengertian bahwa segala  sesuatu terjadi menurut sebab-musabab (kausalitas).
Lemahnya pendidikan dan  kurangnya pengetahuan umat Islam tentang dasar-dasar ajaran agama  mereka, lemahnya rasa persaudaraan, dan perpecahan di kalangan umat  Islam yang dibarengi oleh pemerintahan yang absolut, mempercayakan  kepemimpinan kepada yang tidak dapat dipercaya, dan kurangnya pertahanan  militer merupakan faktor-faktor yang ikut membawa kemunduran umat  Islam. Faktor-faktor ini semua menjadikan umat Islam lemah, statis,  fatalis, dan mundur.
Ia juga ingin melihat umat Islam  kuat, dinamis, dan maju. Jalan keluar yang ditunjukkannya untuk  mengatasi keadaan ini adalah melenyapkan pengertian yang salah yang  dianut umat Islam dan kembali kepada ajaran Islam yang sebenarnya.  Menurut dia, Islam mencakup segala aspek kehidupan, baik ibadah, hukum,  maupun sosial. Corak pemerintahan autokrasi harus diubah dengan corak  pemerintahan demokrasi dan persatuan umat Islam harus diwujudkan  kembali. Kekuatan dan kelanjutan hidup umat Islam bergantung kepada  keberhasilan membina persatuan dan kerja sama.
Pemikiran lain yang dimunculkan  oleh al-Afgani adalah idenya tentang adanya persamaan antara pria dan  wanita dalam beberapa hal. Wanita dan pria sama dalam pandangannya.  Keduanya mempunyai akal untuk berpikir. Ia mmelihat tidak ada halangan  bagi wanita untuk bekerja di luar jika situasi menuntut itu. Dengan  jalan demikian, al-Afgani menginginkan agar wanita juga meraih kemajuan  dan bekerja sama dengan pria untuk mewujudkan umat Islam yang maju dan  dinamis.
Assalamu Alaikum wr-wb, perkenalkan nama saya ibu Rosnida zainab asal Kalimantan Timur, saya ingin mempublikasikan KISAH KESUKSESAN saya menjadi seorang PNS. saya ingin berbagi kesuksesan keseluruh pegawai honorer di instansi pemerintahan manapun, saya mengabdikan diri sebagai guru disebuah desa terpencil, dan disini daerah tempat saya mengajar hanya dialiri listrik tenaga surya, saya melakukan ini demi kepentingan anak murid saya yang ingin menggapai cita-cita, Sudah 9 tahun saya jadi tenaga honor belum diangkat jadi PNS Bahkan saya sudah 4 kali mengikuti ujian, dan membayar 70 jt namun hailnya nol uang pun tidak kembali, bahkan saya sempat putus asah, pada suatu hari sekolah tempat saya mengajar mendapat tamu istimewa dari salah seorang pejabat tinggi dari kantor BKN pusat karena saya sendiri mendapat penghargaan pengawai honorer teladan, disinilah awal perkenalan saya dengan beliau, dan secara kebetulan beliau menitipkan nomor hp pribadinya dan 3 bln kemudian saya pun coba menghubungi beliau dan beliau menyuruh saya mengirim berkas saya melalui email, Satu minggu kemudian saya sudah ada panggilan ke jakarta untuk ujian, alhamdulillah berkat bantuan beliau saya pun bisa lulus dan SK saya akhirnya bisa keluar,dan saya sangat berterimah kasih ke pada beliau dan sudah mau membantu saya, itu adalah kisah nyata dari saya, jika anda ingin seperti saya, anda bisa Hubungi Bpk Drs Tauhid SH Msi No Hp 0853-1144-2258. siapa tau beliau masih bisa membantu anda, Wassalamu Alaikum Wr Wr ..
ReplyDelete