Tipologi Pemikiran Islam Di Timur Tengah


Berakhirnya kolonialisme dan imperalisme Barat di negara-negara Islam, telah mengetuk kesadaran umat akan keterbelakangan, kebodohan, kejumudan dan ketertindasan. Kesadaran ini lebih terasa lagi ketika diingat bahwa lintasan sejarah Islam pernah menorehkan tinta emas peradabannya. Islam pernah berada dalam posisi terdepan dalam penggung peradaban dunia, berbarengan dengan keunggulannya di pelbagai dimensi kehidupan ; ekonomi, Iptek, militer, politik dan sebagainya.

Umat Islam belum sempat bangkit dari keterpurukannya akibat kolonialisme, krisis Timur Tengah kembali mencuat dengan munculnya konflik Arab-Israel. Pukulan telak menimpa dunia Islam setelah Israel berhasil “memenangkan” konflik itu yang membuat mereka bertanya-tanya : what’s wrong dengan sekumpulan negara besar yang mempunyai jumlah tentara dan peralatan yang cukup memadai dipaksa kalah oleh Israel - negara kecil dengan tidak lebih dari tiga juta penduduknya? Pada tahun 1967 dianggap sebagai “penggalan” (qathi’ah) dari keseluruhan wacana Arab modern, karena masa itulah yang mengubah cara pandang bangsa Arab terhadap beberapa problem sosial-budaya yang dihadapinya. Inilah awal mula apa yang dinamakan kritik-diri yang kemudian direfleksikan dalam wacana-wacana keilmiahan, baik dalam ranah akademis maupun literatur-literatur ilmiah lainnya.


Langkah pertama yang dilakukan oleh para intelektual Arab adalah menjelaskan sebab-sebab kekalahan (tafsir al-azmah) tersebut. Di antara sebab-sebab yang paling signifikan adalah masalah cara pandang orang Arab kepada budaya sendiri dan kepada capaian modernitas. Karena itu, pertanyaan yang mereka ajukan adalah; bagaimana seharusnya sikap bangsa Arab dalam menghadapi tantangan modernitas dan tuntutan tradisi? Telah lebih dari dua dekade, masalah tersebut terus dibicarakan dan didiskusikan dalam seminar-seminar, dalam bentuk buku, artikel dan publikasi lainnya.

Lalu masalah tersebut menjadi common denominator untuk setiap intelektual Arab yang peduli terhadap masalah kearaban dan keislaman. Persoalan itu sebenarnya bukan tidak pernah dibahas oleh pemikir-pemikir Arab sebelumnya. Secara implisit, topik semacam itu pernah dilontarkan oleh Muhammad ‘Abduh dan ‘Abd al-Rahman Kawâkibi. Namun sebagai satu wacana epistemik, masalah tersebut baru mendapat sambutan luas pada dua dekade terakhir. Lebih dari itu semua, masalah tradisi dan modernitas telah menjadi agenda penting untuk proyek peradaban pemikiran Arab berikutnya.

Gerakan-gerakan pemikiran Islam di Timur Tengah muncul dan berkembang dari latar belakang situasi sosio-politik seperti tergambar di atas. Gerakan-gerakan itu dalam tataran idealisme, berada dalam aras persepsional yang sama antara gerakan pemikiran satu dengan yang lain, tetapi dalam tataran corak atau aksentuasi intelektualitas dan orientasi mereka berbeda, bahkan dalam banyak kasus bertolak belakang.

Issa J. Boullata membagi pemikiran Islam Timur Tengah menjadi dua kecenderungan, yaitu progresif-modernis dan konservatif-tradisionalis. Menurutnya, kelompok progresif-modernis adalah gerakan pemikiran yang mengidealkan tatanan masyarakat Arab yang modern, dengan kata lain, gerakan pemikiran yang berorientasi ke masa depan (future oriented). Pola berfikir mereka tidak keluar dari frame metodologi Barat yang mereka klaim sebagai satu-satunya alternatif untuk membangun peradaban Arab modern. 

Gerakan pemikiran ini secara mayoritas diwakili oleh kalangan yang pernah belajar dan berinteraksi dengan pemikiran Barat. Adapun kelompom konservatif-tradisional adalah gerakan pemikiran yang memiliki pola pikir dengan frame klasik (salaf). Mereka sangat membanggakan kemajuan dan kejayaan Islam masa lampau, dan untuk membangun kamajuan dan kejayaan peradaban Islam masa mendatang, pemikiran Islam harus berbasis metodologi pemikiran Islam klasik (past oriented).

Muhammad Imarah sedikit berbeda dengan Issa J. Boullata dalam memetakan pemikiran Islam Timur Tengah. Imarah membagi kecenderungan pemikiran Islam Timur Tengah dalam tiga varian, yaitu: Pertama, tradisional-konservatif; kedua, reformis (al-ishlah wa al-tajdid); dan ketiga, sekuler. Luthfi as-Syaukanie dalam bahasa yang berbeda membagi antara tipologi transformatik, reformistik dan ideal-totalistik.




1 Response to "Tipologi Pemikiran Islam Di Timur Tengah"

  1. Assalamu Alaikum wr-wb, perkenalkan nama saya ibu Rosnida zainab asal Kalimantan Timur, saya ingin mempublikasikan KISAH KESUKSESAN saya menjadi seorang PNS. saya ingin berbagi kesuksesan keseluruh pegawai honorer di instansi pemerintahan manapun, saya mengabdikan diri sebagai guru disebuah desa terpencil, dan disini daerah tempat saya mengajar hanya dialiri listrik tenaga surya, saya melakukan ini demi kepentingan anak murid saya yang ingin menggapai cita-cita, Sudah 9 tahun saya jadi tenaga honor belum diangkat jadi PNS Bahkan saya sudah 4 kali mengikuti ujian, dan membayar 70 jt namun hailnya nol uang pun tidak kembali, bahkan saya sempat putus asah, pada suatu hari sekolah tempat saya mengajar mendapat tamu istimewa dari salah seorang pejabat tinggi dari kantor BKN pusat karena saya sendiri mendapat penghargaan pengawai honorer teladan, disinilah awal perkenalan saya dengan beliau, dan secara kebetulan beliau menitipkan nomor hp pribadinya dan 3 bln kemudian saya pun coba menghubungi beliau dan beliau menyuruh saya mengirim berkas saya melalui email, Satu minggu kemudian saya sudah ada panggilan ke jakarta untuk ujian, alhamdulillah berkat bantuan beliau saya pun bisa lulus dan SK saya akhirnya bisa keluar,dan saya sangat berterimah kasih ke pada beliau dan sudah mau membantu saya, itu adalah kisah nyata dari saya, jika anda ingin seperti saya, anda bisa Hubungi Bpk Drs Tauhid SH Msi No Hp 0853-1144-2258. siapa tau beliau masih bisa membantu anda, Wassalamu Alaikum Wr Wr ..

    ReplyDelete