Antara Siswa dan Mahasiswa: Sebuah Refleksi Masa Transisi
Kisah ini dimulai ketika saya sedang membaca artikel-artikel di kompasiana. Sebuah situs berkonsep citizen journalism yang menurut saya membuatnya seperti kumpulan blogger. Karena di kompasiana, saya seperti menemukan artikel-artikel bagus nan inspiratif yang kadang luput dari perhatian karena blog penulisnya tidak terlalu saya kenal. Kompasiana seperti katalog inspirasi bagi saya. Begitu beragam, multikultural, dan tentunya membuat kita lebih nyaman untuk memilih.
Namun, inti kisah ini bukanlah tentang kompasiana, tetapi tentang perasaan siswa. Gelar umum pada diri saya yang sebentar lagi akan berganti menjadi mahasiswa. Di sinilah saya: masa transisi. Dimana saya bukan lagi siswa, tetapi juga belum menjadi mahasiswa. Masa penuh perenungan yang membuat saya ingin mencurahkannya dalam sebuah tulisan.
Kisah ini berlanjut ketika saya membaca sebuah artikel (di kompasiana tentunya) yang bertutur tentang keterasingan siswa dalam dunia pembelajaran. Penulis membandingkan keterasingan siswa tersebut dengan teori Karl Marx tentang keterasingan buruh dalam dunia sosial-ekonomi. Ia membanding buruh yang dikejar target produksi dengan siswa yang dikejar target nilai dan lulus. Ia juga membandingkan buruh yang tidak merasakan makna dari barang yang diproduksinya dengan siswa yang juga tidak merasakan makna dari pembelajaran dan produk-produk pikirannya.
"Jawaban-jawaban soal, catatan & buku bacaan pelajaran menjadi tidak bermakna lagi ketika mereka telah menyelesaikan studi. Siswa kita terasing dari produk pikirannya dalam mencari jawaban soal-soal. Sedikit sekali dari peserta didik kita yang menjiwai materi pelajaran yang diberikan. Tdk ada internalisasi nilai-nilai." Salah satu kutipan yang paling menohok saya dan membuat saya tergerak untuk membaginya dalam status facebook agar teman-teman yang lain juga bisa ikut merasakannya.
Benar saja. Setelah lulus UAN dan masuk sosiologi UI, modul-modul dan kertas-kertas soal itu tak lagi bermakna bagi saya. Menyentuhnya pun saya kini tak pernah. Ini menyiratkan bahwa niat saya belajar di sekolah dan bimbel selama ini ternyata hanya untuk sekadar lulus saja. Berbagai retorika tentang pendidikan yang saya sampaikan di blog ini ternyata masih belum bisa menjadikan saya berbeda dari siswa-siswa lainnya. Saya tetap saja menjadi korban dari keterasingan pembelajaran.
Salah satu bentuk keterasingan lainnya adalah perasaan bahwa hanya sekolahlah satu-satunya harapan. Sama seperti buruh yang merasa hanya pekerjaannya itu sajalah satu-satunya cara untuk bertahan. Aktivitas sekolah benar-benar sudah mendarah daging dalam diri saya. Sehingga ketika kini libur panjang yang juga merupakan masa transisi dalam dunia pembelajaran saya menjadi seperti kehilangan sesuatu. Sebuah aktivitas rutin yang dulu menghabiskan sekitar 1/4 waktu saya dalam satu hari. Akan tetapi, meski merindukannya, saya tetap saja tidak terlalu merasakan makna pembelajaran di dalamnya. Rasa kerinduan kosong. Seperti perokok yang tidak tahu enak rokok, tapi mengaku tidak enak jika tidak merokok.
Meski baru sedikit, untungnya saya sudah menemukan aktivitas baru yang dulu mungkin hanya jadi sambilan saja: Membaca. Alhamdulillah, kini mulai rutin saya lakukan. Saya harap ini bisa sedikit mengisi kekosongan makna pembelajaran di tengah masa transisi penuh kecamuk batin ini. Saya pun berharap bisa seperti seseorang yang cukup saya kagumi dalam bidang kepenulisan. Dan ternyata, salah satu langkah yang beliau lakukan adalah membaca hingga 12 jam dalam satu hari. Bayangkan! Setengah dari jatah waktunya dalam satu hari.
Ibarat sedang berdiri di atas jembatan. Semoga kerinduaan saya akan masa lalu (siswa) dan kepenasaranan saya akan masa depan (mahasiswa) mampu melahirkan optimisme baru yang membuat setiap jejak langkah saya bernilai dan bermakna. Bukan hanya dalam konteks kemahasiswaan nanti, lebih luas, yakni dalam dunia pembelajaran. Dunia penuh mimpi, optimisme, dan ketekunan demi meraih kearifan yang tersusun dalam mozaik-mozaik kehidupan.
Salam Kreatif - Kritis,
Pratama
0 Response to "Antara Siswa dan Mahasiswa: Sebuah Refleksi Masa Transisi"
Post a Comment