DPTHNEWS 07: Trilogi Pembangunan -- Stabilitas Nasional, Pertumbuhan Ekonomi dan Pemerataan -- adalah strategi pembangunan yang dilaksanakan dalam pemerintahan Pak Harto.
Pak Harto meletakkan dasar-dasar pembangunan berkelanjutan melalui Pelita, dan menetapkan Trilogi
Pembangunan sebagai strategi untuk tinggal landas menuju masyara-kat Indonesia yang adil dan sejahtera. Stabilitas nasional dibutuhkan agar bisa dilakukan pembangunan (pertumbuhan ekonomi) dan setelah adanya pertumbuhan ekonomi (kue nasional) dilakukan pemerataan.
Stabilitas nasional diperlukan untuk kelancaran pembangunan, juga untuk menarik minat para investor asing guna ikut menggerakkan roda ekonomi dan membuka lapangan kerja. Sebab, tanpa pertumbuhan ekonomi tidak akan ada pemerataan hasil-hasil pembangunan.
Strategi Pak Harto
http://tokohindonesia.com/ensiklopedi/s/soeharto/mti/24/depthnews_14.shtml
Strategi Trilogi Pembangunan
DPTHNEWS 07: Trilogi Pembangunan -- Stabilitas Nasional, Pertumbuhan Ekonomi dan Pemerataan -- adalah strategi pembangunan yang dilaksanakan dalam pemerintahan Pak Harto.
Pak Harto meletakkan dasar-dasar pembangunan berkelanjutan melalui Pelita, dan menetapkan Trilogi
Pembangunan sebagai strategi untuk tinggal landas menuju masyara-kat Indonesia yang adil dan sejahtera. Stabilitas nasional dibutuhkan agar bisa dilakukan pembangunan (pertumbuhan ekonomi) dan setelah adanya pertumbuhan ekonomi (kue nasional) dilakukan pemerataan.
Stabilitas nasional diperlukan untuk kelancaran pembangunan, juga untuk menarik minat para investor asing guna ikut menggerakkan roda ekonomi dan membuka lapangan kerja. Sebab, tanpa pertumbuhan ekonomi tidak akan ada pemerataan hasil-hasil pembangunan.
Menurut H. Probosutedjo, untuk menciptakan stabilitas nasional, Pak Harto harus mendapat dukungan militer. Inilah yang belakangan disalah mengerti oleh beberapa pihak. Hal mana dengan strategi stabilitas nasional itu, Pak Harto dituding otoriter bahkan diktatur. Padahal tujuan stabilitas nasional itu hanyalah semata-mata untuk menciptakan situasi yang kondusif melaksanakan pembangunan nasional.
Hanya saja, Pak Probo juga menyayangkan pihak ABRI dan para pembantu Pak Harto, kurang memberi penjelasan yang sejelas-jelasnya kepada rakyat. Termasuk menjelaskan masuknya investor asing diperlukan untuk mendukung perputaran roda ekonomi. Mereka bukan untuk menguasai ekonomi Indonesia, tetapi menciptakan lapangan kerja.
“Kesalahannya, para pembantu Pak Harto tidak mau menjelaskan,” kata Pak Probo kepada TokohIndonesia. Sehingga beberapa pihak itu kurang memahami strategi pembangunan yang diletakkan oleh Pak Harto.
Pak Probo sendiri sering menanyakan kepada Pak Harto perihal jatah kursi ABRI di DPR dan MPR. Saat itu dijawab oleh Pak Harto, tujuannya tiada lain untuk menjaga keutuhan Pancasila dan UUD 1945. Artinya, untuk mengamankan jalannya pembangunan. Pak Harto benar-benar memelajari sejarah bangsa-bangsa terjajah, bahwa negara-negara terkebelakang akibat penjajahan, jika tidak dipimpin dengan cara yang terarah dan terkendali, tidak mungkin bisa maju. Tujuannya untuk mengentas kemiskinan, meningkatkan kesejahteraan.
Pak Probo memberi contoh, negara yang tidak maju-maju, misalnya, Filipina, India, Pakistan dan Bangladesh. Tetapi negara yang terkendali dan terarah untuk memacu pertumbuhan ekonomi. Contoh yang paling mencolok RRC, sekarang ekonomi tumbuh pesat, tentu tujuannya mensejahterakan rakyatnya yang sudah berjumlah lebih kurang 1,3 miliar jiwa.
Bukan Proyek Mercusuar
Dalam hal melaksanakan pembangunan, dengan strategi Trilogi Pembangunannya, Pak Harto tidak menghendaki proyek mercusuar. Melainkan proyek yang langsung menyentuh kepentingan rakyat dan kepentingan bangsa.
“Pak Harto selalu teringat akan beratnya penderitaan rakyat. Rakyat yang selalu berkorban sejak masa merebut, membela dan menegakkan kemerdekaan,” kata Pak Probo. Tekad untuk mengentas kemiskinan bukan hanya basa-basi, tetapi dilaksanakan sungguh-sungguh dan diwujudkan secara nyata.
Pak Harto sangat menyadari bahwa mengangkat harkat dan martabat bangsa hanya dapat dilakukan dengan pembangunan menyeluruh yang berjangka panjang dan bertahap-tahap, Pembangunan Lima Tahun yang dipandu oleh Garis-Garis Besar Haluan Negara. Pelita demi Pelita dijabarkan setiap tahun di dalam APBN yang dibahas dan disetujui oleh DPR.
Pelita pertama dimulai 1 April 1969. Penting menciptakan dulu kue pembangunan agar ada yang bisa dibagi-bagikan kepada rakyat. Karena itu pemerintahan Pak Harto mendahulukan pertumbuhan ekonomi karena kondisi negara yang masih miskin. Karena pemerintah lama tidak mewariskan program pembangunan yang terencana dan teratur. Kalau belum ada pembangunan tentu tidak mungkin dilakukan pemerataan.
Mantan Wakil Presiden Bung Hatta (Almarhum), saat itu menyarankan kepada Pak Harto agar dilakukan pembangunan dulu. Baru sesudah itu dilakukan pemerataan. “Ibarat orang membikin kue, kuenya dibikin dulu, sudah jadi kue baru dibagi,” Pak Probo menjelaskan strategi Trilogi Pembangunan yang diterapkan Pak Harto.
Pada masa-masa awal memang stabilitas nasional menempati urutan pertama karena kondisi keamanan dan politik saat itu. Tetapi di dalam penerapan selanjutnya, pertumbuhan ekonomi menjadi prioritas pertama, disusul pemertaan dan pemantapan stabilitas.
Pemulihan ekonomi
Seperti dituturkan Pak Probo, di awal pemerintahannya, Pak Harto sudah menyadari bahwa pembangunan tak mungkin dimulai tanpa diawali pemulihan ekonomi. Laju inflasi (600%) yang parah dan tidak terkendali harus dihentikan. Lembaga-lembaga ekonomi yang tidak berfungsi harus ditata kembali. Juga dikembangkan iklim yang mendukung kegiatan usaha dan investasi, agar roda ekonomi dapat berputar.
Langkah pertama, melaksanakan program stabilisasi menyeluruh. Di bidang keuangan negara, pemerintah menerapkan sistem anggaran pendapatan dan belanja yang berimbang. Di bidang moneter, jumlah uang yang beredar dikendalikan dengan cermat dengan tingkat suku bunga deposito yang menarik agar masyarakat menyimpan uang mereka di bank. Ini diperlukan untuk akumulasi modal bagi kegiatan usaha. Sistem kurs devisa disederhanakan untuk merangsang ekspor dan melancarkan impor.
Sedangkan di sektor riil diambil langkah-langkah mendasar. Impor bahan baku dan suku cadang diprioritaskan agar pabrik-pabrik dapat segera meningkatkan produksinya. Persediaan kebutuhan pokok rakyat, khususnya beras, mendapat prioritas tinggi. Berbagai langkah tersebut mampu mengendalikan inflasi, dan roda ekonomi mulai bergerak kembali. Pak Harto mengakui ini memang tidak mudah, tetapi harus dilakukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.
Pak Harto memahami, selain belajar dari pengalaman sendiri juga perlu belajar dari pengalaman bangsa-bangsa lain. Karena fakta menunjukkan, ketidakstabilan ekonomi yang berlarut-larut dapat menghambat, bahkan meniadakan hasil-hasil pembangunan yang sudah dicapai.
Bisa dilihat bagaimana ekonomi sebuah negara mundur bahkan hancur karena membiarkan ketidakstabilan ekonomi lepas kendali. Sebaliknya, negara-negara yang ekonominya stabil, mata uangnya kuat karena melaksanakan kebijakan fiskal dan moneter secara disiplin, ekonomi dan teknologinya maju pesat.
Secara berkesinambungan dan berkelanjutan dilakukan dereguasi dan debirokratisasi. Mulai dekade 1970-an sampai 1990-an, Pak Harto melakukan deregulasi dan debirokratisasi secara berkelanjutan. Langkah ini dimaksudkan untuk mendukung, bukan untuk menghambat pembangunan.
Prioritaskan Pertanian
Sebagai anak yang tumbuh dan besar di desa, Pak Harto sangat memahami sulitnya kehidupan keluarga petani. Terbatasnya lahan, rendahnya tingkat produksi, membuat kehidupan mayoritas petani jauh dari sejahtera. Melihat kondisi ini—dan juga sebagai “balas budi” kepada para petani yang ikut berkorban dalam perang merebut dan mempertahankan kemer-dekaan—Pak Harto mem-prioritaskan pembangunan sektor pertanian. Secara strategis sektor ini juga menjadi kunci bagi pemenuh-an kebutuhan pangan rakyat, sekaligus merupakan sumber kehidupan sebagian besar rakyat.
Sektor pertanian yang tangguh akan mendukung pembangunan di sektor-sektor lain. Berbagai prasarana untuk menunjang pembangunan sektor pertanian segera disiapkan. Misalnya, pembangunan irigasi dan perhubungan, juga para petani dilatih tentang metode pertanian maju sehingga mereka bisa meningkatkan produksi.
Teknologi pertanian diperkenalkan dan disebarluaskan kepada para petani melalui kegiatan penyuluhan. Penyediaan sarana penunjang, seperti pupuk, diamankan dengan membangun pabrik-pabrik pupuk. Para petani dimodali dengan kemudahan memperoleh kredit bank. Pemasaran hasil panen mereka dijamin dengan kebijakan harga dasar dan pengadaan pangan.
Soal peningkatan produksi pertanian, khususnya beras, Pak Probo punya kenangan menarik. Sekitar tahun 1973-1974, pemerintahan Pak Harto mengembangkan tanaman padi unggul PB-5 yang produksinya tinggi. Suatu ketika Pak Probo berkunjung ke kediaman Pak Harto di Jl. Cendana, dan mereka makan bersama. “Nah, saat makan saya cerita mengenai beras. Sekarang, harga beras naik,” kata Pak Probo.
Pak Harto mendengar ini dengan sedikit heran bertanya :”Ah, masa’ beras kan sudah dikendalikan. Sekarang produksi padi sudah meningkat, masa’ naik.”
“Iya mas, barusan saya beli beras Cianjur, ada kenaikan harga,” jawab Pak Probo.
Pak Harto menukas: “Salahnya, kenapa kamu makan beras Cianjur, kan dianjurkan makan PB-5. Kamu harus beri contoh makan PB-5.”
Kisah ini menunjukkan konsistensi Pak Harto dalam usahanya meningkatkan produksi beras, dan menganjurkan keluarganya untuk memberi contoh.
Strategi yang mendahulukan pembangunan sektor pertanian, membuahkan hasil: tercapainya swasembada beras, dan meratanya hasil-hasil pembangunan sehingga semakin berkurang rakyat yang hidup di bawah garis kemiskinan.
Tahun 1984, Indonesia mencapai swasembada beras. Ini sebuah titik balik, karena tahun 1970-an, Indonesia dikenal sebagai negara pengimpor beras terbesar di dunia.
Bersamaan dengan itu, tercipta lapangan kerja dan sumber mata pencaharian bagi jutaan petani, sekaligus memperkuat ketahanan nasional di bidang ekonomi, khususnya pangan. Kebutuhan-kebutuhan dasar masyarakat lainnya, seperti perbaikan gizi, pelayanan kesehatan, KB, pendidikan dasar, air bersih dan perumahan, disediakan secara merata. Juga dilancarkan program-program Inpres Desa Tertinggal, Keluarga Sejahtera, dan makanan tambahan bagi murid-murid sekolah di desa-desa tertinggal.
Program tersebut berhasil menurunkan secara tajam jumlah penduduk miskin. Dari 70 juta jiwa atau 60 persen dari jumlah penduduk di era 1970-an menjadi 26 juta atau hanya 14 persen, pada tahun 1990-an. r mti/sp-sh. ►mti/sp-sh.
***Majalah Tokoh Indonesia
Pembangunan Era Pak Harto
Sukses Pangan, KB dan Perumnas
DPTHNEWS 08: Barangkali lebih obyektif menunjukkan keberhasilan pemerintahan Pak Harto dengan angka-angka. Pertumbuhan ekonomi rata-rata 6,8 persen setahun, bahkan 8,1 persen tahun 1995. Sektor industri tumbuh rata-rata 12 persen setahun, peranan industri dalam produksi nasional menukik dari 9,2 persen tahun 1969 menjadi 21,3 persen tahun 1991. Dan pendapatan per kapita meningkat tajam dari hanya 70 menjadi 800 dolar AS per tahun.
Jika bicara hasil pembangunan, tentu sangat panjang bila diuraikan satu per satu. Secara kasat mata, bandingkan saja kondisi ibukota Jakarta pada tahun 1966 dengan kondisi Jakarta 1998 sampai saat ini. Dulu Jakarta masih berupa Kampung Besar, tahun 1998 sudah menjadi Megapolitan, lengkap dengan berbagai prasarana dan sarananya.
Bandingkan juga dengan kondisi desa-desa di berbagai sudut Nusantara, yang sebelumnya tidak mengenal jalan aspal dan listrik serta telepon, pada tahun 1998, hampir seluruh desa sudah bisa ditempuh dengan kendaraan bermotor dan telah berpenerangan listrik bahkan telah dijangkau telepon.
Begitu pula sekolah-sekolah Inpres berdiri hingga ke pelosok desa. Sampai-sampai belakangan ada beberapa Sekolah dasar yang kekurangan murid, selain karena banyaknya SD Inpres yang dibangun juga karena keberhasilan program Keluarga Berencana.
Selain itu, kesehatan masyarakat hingga ke pelosok desa juga ditingkatkan. Puskesmas dibangun, sekurangnya di setiap kecamatan, bahkan di sebagian desa. Pos Pelayanan Terpadu yang terkenal dengan Posyandu, digalakkan, sehingga berbagai jenis penyakit, terutama penyakit menular, dapat dicegah sedini mungkin. Indonesia pun dinyatakan bebas polio. Belakangan penyakit ini malah muncul di Indonesia, bahkan busung lapar pun terjadi.
Kesuksesan pembangunan selama pemerintahan Pak Harto,Terlalu banyak untuk diuraikan. Namun sebagai gambaran pokok, berikut ini diuraikan sukses tiga program pokok, yang semuanya menyentuh hajat hidup orang banyak, bukan proyek mercusuar.
1. Swasembada Pangan
Kecukupan pangan, tempat tinggal yang nyaman dan jumlah keluarga yang terencana merupakan faktor penting untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera. Ketiga hal ini menjadi fokus perhatian Pak Harto.
Sebagai bangsa agraris yang mayoritas masyarakatnya hidup dan bekerja di bidang pertanian, maka pembangunan di sektor ini mendapat perhatian utama. Itulah yang dipikirkan dan kemudian dilakukan Pak Harto ketika mulai memimpin bangsa ini tahun 1967.
Kerja keras dalam bidang pertanian sejak Pelita I (1969), membuat Indonesia mampu meningkatkan hasil pertanian dan memperbaiki kehidupan petani. Hasilnya, tahun 1984, Indonesia berhasil mencapai swasembada beras yang merupakan kebutuhan pokok penduduk.
Keberhasilan ini mempunyai nilai yang spektakuler, karena mengubah Indonesia dari pengimpor beras terbesar di dunia menjadi swasembada. Sukses ini mengantar Pak Harto diundang berpidato di depan Konferensi ke-23 FAO (Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia), di Roma, Italia, 14 November 1985.
Pada kesempatan itu, Pak Harto menyerahkan bantuan 1.000.000 ton gabah— sumbangan dari para petani Indonesia—untuk disampaikan kepada rakyat di negara-negara Afrika yang menderita kelaparan. “Jika pembangunan di bidang pangan ini dinilai berhasil maka itu merupakan ‘kerja raksasa’ dari seluruh bangsa Indonesia,” kata Presiden Soeharto di dalam pidatonya di depan wakil-wakil dari 165 negara anggota FAO.
Kerja keras para petani ini berhasil meningkatkan produksi beras, yang tahun 1969 hanya sebesar 12, 2 juta ton menjadi lebih dari 25,8 juta ton pada tahun 1984. Kepada peserta konferensi Pak Harto juga memperkenalkan seorang petani andalan asal Tajur, Bogor yang ikut dalam rombongannya.
Pernyataan penting Pak Harto yang ditujukan kepada negara-negara maju anggota FAO bahwa selain bantuan pangan, yang paling penting adalah kelancaran ekspor komoditi pertanian dari negara-negara yang sedang membangun ke negara-negara industri maju. Ekspor pertanian bukan semata-mata untuk meningkatkan devisa, tetapi lebih dari itu, untuk memperluas kesempatan kerja dan meningkatkan pendapatan petani.
Atas keberhasilan swasembada pangan ini, Dirjen FAO Dr Edouard Saouma dalam kunjungannya ke Jakarta, Juli 1986, menyerahkan penghargaan medali emas FAO. Medali itu menampilkan gambar timbul Pak Harto dengan tulisan:President Soeharto – Indonesia, dan di sisi lainnya bergambar seorang petani yang sedang menanam padi dengan tulisan “From Rice Importer to Self-Sufficiency.
2. Keluarga Berencana
Menurut Pak Harto kenaikan produksi pangan yang besar tidak akan banyak artinya jika pertambahan jumlah penduduk tidak terkendali. Karena itu pelaksanaan program keluarga berencana merupakan yang sangat penting untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga.
Program KB dikoordinasikan oleh BKKBN (Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional) yang dibentuk tahun 1970. Program ini semula memang ditentang secara luas, namun belakangan mendapat dukungan dari para pemuka agama. KB bukan lagi sebuah program yang ditekankan oleh pemerintah, tetapi menjadi popular di kalangan keluarga dan dilaksanakan atas kesadaran sendiri.
Untuk kelancaran program KB tingkat nasional, pada tahun anggaran 1970/1971, Pemerintah Indonesia mulai memberi bantuan sebesar 1,3 juta dolar, dan 3 juta dolar AS dari para donatur asing. Bantuan terus meningkat dari tahun ke tahun, menjadi 34,3 juta dolar AS tahun 1977/1978.
Strategi yang diterapkan dalam Program Kependudukan dan Keluarga Berencana adalah tercapainya jumlah penduduk yang serasi dengan laju pembangunan. Peserta KB secara kumulatif meningkat dari sekitar 1,7 juta orang pada akhir Repelita I menjadi sekitar 21,5 juta orang pada akhir Repelita V, atau naik 12,6 kali lipat. Program KB telah berhasil menekan laju pertambahan penduduk secara nyata serta meningkatkan kesejahteraan penduduk Indoneia.
Prestasi yang dicapai dalam program kependudukan dan keluarga berencana ini mengundang rasa kagum UNICEF. Lembaga PBB yang menangani masalah anak dan pendidikan ini seperti dinyatakan Direktur Eksekutifnya, James P.Grant, memuji Indonesia karena berhasil menekan tingkat kematian bayi dan telah melakukan berbagai upaya lainnya untuk menyejahterakan kehidupan anak-anak di Indonesia.
Data yang ada menyebutkan, pada Pelita III tingkat kematian bayi di Indonesia masih mencapai 100/1000 kelahiran. Namun kemudian menurun menjadi 70/1000 kelahiran pada Pelita IV dan pada tahun 1990-an bisa ditekan menjadi 50/1000 kelahiran.
Perhatian Pak Harto terhadap kesehatan dan kesejahteraan masyarakat dilakukan secara terus menerus. Ia bahkan langsung turun ke lapangan. Pak Harto dan Ibu Tien (Alm) bahkan meminumkan sendiri cairan vaksin polio kepada bayi dan anak-anak Balita untuk menggalakkan program imunisasi polio di seluruh tanah air, sehingga Indonesia bebas polio, kala itu.
Pak Harto dan jajaran BKKBN yang dipimpin Haryono Suyono, telah berhasil mengubah persepsi: “Banyak anak banyak rezeki” menjadi: “Keluarga kecil bahagia.” Pandangan hidup ini, menjadi mendarah daging pada mayoritas masyarakat, baik bagi yang sudah maupun belum menikah.
Atas keberhasilan pelaksanaan program Kependudukan dan KB, Pak Harto memperoleh Penghargaan Tertinggi PBB di Bidang Kependudukan atau UN Population Award. Penghargaan ini disampaikan langsung oleh Sekjen PBB Javier de Cuellar di markas besar PBB di New York. Penghargaan tersebut diserahkan bertepatan dengan hari ulang tahun Pak Harto ke 68, tanggal 8 Juni 1989. Pak Harto menempati urutan teratas dari 24 calon yang masuk nominasi.
3. Rumah Untuk Keluarga
Pembangunan perumahan sangat penting bagi kehidupan rakyat, karena bukan sekedar tempat tinggal, tetapi juga tempat pembentukan watak dan jiwa melalui kehidupan keluarga.
Untuk memantapkan program pembangunan perumahan, maka pemerintahan Pak Harto membentuk Badan Kebijaksanaan Perumahan Nasional (BKPN), Mei 1972. Sebagai pelaksana, dibentuk Perum Pembangunan Rumah Nasional.
Pada Pelita II mulai diperkenalkan sistem pembiayaan pembelian rumah melalui fasilitas Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Tanggal 10 Desember 1976, untuk pertama kalinya Bank Tabungan Nasional (BTN), merealisasikan KPR yang dibangun pengembang swasta bagi 17 orang debitur yang membeli rumah di Semarang dan Surabaya.
Kemudian di tahun yang sama, Perum Perumnas menyelesaikan pembangunan rumah sederhana (RS) di Depok (Jawa Barat) dan di Klender, Jakarta Timur.
Program ini dilanjutkan dengan penjualan rumah atas dukungan KPR-BTN kepada pegawai negeri, ABRI, karyawan BUMN dan perusahaan swasta serta mereka yang terkena proyek pemerintah.
Langkah ini diikuti pembangunan rumah murah (RS dan RSS) di propinsi-propinsi lain. Jumlah rumah yang dibangun mencapai 53.354 unit, sebanyak 50.672 unit dibangun oleh Perum Perumnas. Sedangkan sisanya, 2.682 unit dibangun oleh pengembang swasta.
Pada Pelita III pembangunan perumahan yang terjangkau masyarakat berpenghasilan rendah terus ditingkatkan. Di bidang perumahan kota dilakukan peningkatan program perbaikan lingkungan perumahan kota. Program ini mencakup 200 kota kecil, sedang dan besar. Pembangunan rumah sederhana yang ditargetkan 150.000 unit dapat dilampaui. Sebanyak 80.536 unit dibangun oleh Perumnas, dan sisanya 216.158 unit dibangun oleh pengembang swasta.
Di bidang perumahan desa diadakan proyek perintis pemugaran perumahan desa (P3D). Proyek yang ditangani Departemen Pekerjaan Umum ini menjangkau 6.000 desa. Bersamaan dengan itu dikembangkan pula program peningkatan swadaya masyarakat dalam perumahan lingkungan (PSMPL) yang ditangani Departemen Sosial serta program perbaikan perumahan dan lingkungan desa (PPLD) oleh Departemen Dalam Negeri.
Secara kuantitatif dan kualitatif, pembangunan perumahan terus meningkat dari waktu ke waktu. Pada Pelita IV secara kualitatif ditingkatkan pengembangan program perumahan dan pemukiman di daerah perkotaan. Meliputi perintisan perbaikan lingkungan perumahan kota di 400 lokasi kota. Perintisan peremajaan kota di beberapa kota besar dan pengembangan kota serta pusat-pusat pertumbuhan baru.
Secara kuantitatif, pada periode ini dapat dibangun 288.438 unit rumah sederhana dari 300.000 unit yang ditargetkan. Dari jumlah itu sebanyak 217.643 unit dipasok pengembang swasta anggota REI (Real Estat Indonesia) dan 70.795 dibangun oleh Perumnas. Sedangkan di bidang perumahan desa, lokasi P3D ditingkatkan menjadi 10.000 desa. Selain itu ditingkatkan pula keterpaduan penanganan perumahan desa melalui pemugaran perumahan dan lingkungan desa terpadu (P2LDT).
Pak Harto, di bidang pembangunan perumahan rakyat memberdayakan BKPN yang diketuai Menteri Negara Perumahan Rakyat.
Pada Pelita V, pemerintah mengikutsertakan koperasi di dalam pembangunan perumahan yang berjumlah 375.832 unit. Di sini REI membangun sebanyak 271.056 unit, Perumnas 85.280 unit dan Koperasi 19.496 unit. Masih ada pembangunan perumahan yang dilakukan melalui instansi lain, seperti Departemen Transmigrasi dan Pemukiman Perambah Hutan. Sejak Pelita I sampai Pelita V melalui program transmigrasi telah dibangun 834. 977 unit rumah.
Sedangkan pembangunan perumahan bagi masyarakat suku terasing yang tersebar di 20 propinsi mencapai 31.896 unit.
Sejak Pelita V diperkenalkan peremajaan pemukiman kota yang dipadukan dengan perintisan pembangunan rumah sewa dan rumah milik dalam bentuk rumah susun sederhana. Sampai Pak Harto mengundurkan diri, 21 Mei 1998, selama Pelita VII, pemerintah menargetkan untuk membangun sejuta rumah. ►mti/sp-sh.
Pembangunan Era Reformasi
Pertarungan Politik Empat Presiden
Selepas pemerintahan Orde Baru, atau dalam tujuh tahun reformasi, di bawah pimpinan empat presiden, praktis belum ada pembangunan yang berarti. Para pemimpin dan elit
politik sangat sibuk dengan kepentingan politik masing-masing. Bahkan pengendalian nilai tukar rupiah masih saja sangat lemah, sering terjadi fluktuasi yang sangat tinggi. Terakhir RAPBN pun telah menjadi sebuah wacana. Sehingga ada majalah menyebutnya sebagai impian kelas tinggi.
Pembangunan Era Reformasi
BJ Habibie, Melepas Timor Timur
DPTHNEWS 11: Dimulai era pemerintahan transisi Presiden BJ Habibie. Dia disumpah oleh Ketua Mahkamah Agung menjadi Presiden RI menggantikan Presiden Soeharto. Pak Harto yang membesarkannya menyerahkan jabatan presiden itu kepadanya berdasarkan Pasal 8 UUD 1945.
Ketika Habibie menjabat presiden hampir tidak ada hari tanpa demonstrasi. Demonstrasi itu mendesak Habibie merespons tuntutan reformasi dalam berbagai bidang kehidupan berbangsa dan bernegara, seperti kebebasan pers, kebebasan berpolitik, kebebasan rektrutmen politik, kebebasan berserikat dan mendirikan partai politik, kebebasan berusaha, dan berbagai kebebasan lainnya.
Dia pun merespon, bahkan terkadang lebih maju dari tuntutan reformasi itu sendiri. Pada era Habibie, para tahanan politik dan tahanan PKI dilepaskan. Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP) dibebaskan. Bersama DPR yang masih mayoritas tunggal Golkar hasil Pemilu 1987, mengesahkan banyak undang-undang di antaranya tentang Partai Politik (multipartai), Otonomi Daerah. Juga diselenggarakan Sidang Istimewa MPR yang antara lain mengambil ketetapan mempercepat Pemilu dan tentang pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme yang antara lain mencantumkan nama pribadi mantan Presiden Soeharto.
Dia pun merespon tuntutan otonomi khusus (luas) Timor Timur, lebih maju dari tuntutan alias kebablasan, menjadi referendum dengan opsi merdeka. Propinsi termuda Indonesia, kala itu, yang direbut dan dipertahankan dengan susah payah semasa pemerintahan Pak Harto, dilepas dengan enteng. Siapa pun dia orangnya tentu lebih memilih bebas merdeka termasuk rakyat Timor Timur, sehingga ketika jajak pendapat dilakukan pilihan terhadap bebas menentukan nasib sendiri (merdeka) unggul mutlak.
Banyak pihak berspekulasi bahwa Habibie ingin meraih hadiah Nobel Perdamaian dengan keputusannya melepas Timor Timur merdeka itu. Tapi, kehendak itu terhadang oleh terjadinya kerusuhan massal setelah berakhirnya jajak pendapat itu. Malah kerusuhan itu pun diangkat menjadi suatu isu pelanggaran HAM.
Dari sekian puluh mungkin ratusan sepakterjang kontroversialnya, kasus lepasnya Timor Timur agaknya menjadi sesuatu “kesalahan” fatal seorang presiden yang sesungguhnya telah bersumpah dan berkewajiban mempertahankan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Sutau kesalahan yang memang sangat sulit untuk dimaafkan secara politik.
Kesalahan ini mengakibatkan penolakan terhadap pidato pertanggungjawaban Habibie dalam Sidang Umum MPR RI hasil Pemilu 1999, Pemilu yang berhasil dilaksanakannya secara demokratis. Penolakan ini jelas menciutkan nyali Habibie untuk terus maju sebagai kandidat calon presiden.
Praktis Habibie, tidak berkesempatan dan berkemampuan melakukan pembangunan selama 518 hari pemerintahannya.
Dia pun menghabiskan banyak bantuan IMF untuk mengatasi krisis ekonomi. Nilai tukar rupiah terhadap dollar masih berkisar antara Rp 10.000 – Rp 15.000. Namun pada akhir pemerintahannya, terutama setelah pertanggungjawabannya ditolak MPR, nilai tukar rupiah meroket naik pada level Rp 6500 per dolar AS.
Setelah tidak lagi menjadi pejabat negara, ia pun kembali menjadi warga negara biasa, dan kembali pula hijrah bermukim ke Jerman, dengan alasan mendampingi sang istri yang sedang sakit. ►mti/crs-ht
=============================================
Boks
BJ Habibie, Dimanja Pak Harto
Lelaki bernama lengkap Bacharuddin Jusuf Habibie, kelahiran Pare-Pare, 25 Juni 1936, ini 20 tahun menjabat Menteri Negara Ristek/Kepala BPPT, memimpin 10 perusahaan BUMN Industri Strategis, sebelum dipilih MPR menjadi Wakil Presiden RI (11 Maret 1998) dan disumpah menjadi Presiden RI menggantikan Presiden Soeharto.
Dia hanya setahun kuliah di ITB Bandung, kemudian 10 tahun kuliah hingga meraih gelar doktor konstruksi pesawat terbang di Jerman dengan predikat Summa Cum laude. Lalu bekerja di industri pesawat terbang terkemuka MBB Gmbh Jerman, sebelum memenuhi panggilan Presiden Soeharto untuk kembali ke Indonesia.
Pak Harto yang membesarkannya, tampaknya belakangan merasa dikhianatinya. Habibie diduga bersepakat bersama-sama dengan 14 menteri yang menolak duduk kembali dalam Kabinet Reformasi Pembangunan yang direncanakan Pak Harto. Spekulasi perihal dugaan pengkhianatan ini makin berkembang tatkala Pak Harto tak pernah membuka pintu bagi Habibie sejak dilantik menjadi presiden.
Padahal dia dikenal sebagai anak emas Pak Harto. Habibie bahkan terkesan terlalu dimanja Pak Harto. Habibie yang mencanangkan empat tahapan alih teknologi, benar-benar dimanjakan dengan menempatkan berbagai proyeknya sebagai industri strategis yang menyedot banyak dana.
Satu di antaranya, yang paling spektakuler sekaligus kontroversial dan dianggap sebagai mercusuar, adalah PT Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN), yang sepanjang zaman disubsidi. Sehingga ketika perusahaan ini diposisikan sama seperti BUMN lainnya harus mampu membiayai dirinya, perusahaan yang kini bernama PT Dirgantara Indonesia, itu pun terancam ambruk dan terpaksa merumahkan dan mem-PHK 6000-an karyawannya.
Namun, dalam kesempatan deklarasi pendirian Masyarakat Ilmuwan dan Teknolog Indonesia (MITI), Habibie menyebutkan hancurnya IPTN adalah ulah IMF yang menghambat Pemerintah RI membantu pengembangan pesawat terbang dengan mencantumkan klausul pencabutan subsidi dalam Letter of Intent (LoI).
Sepakterjangnya penuh kontroversi, banyak pengagum namun tak sedikit pula yang tak sependapat dengannya. Ketika dia mendirikan ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia) dan didaulat menjadi Ketua Umum, misalnya, dia dituding Gus Dur sebagai sektarian, karena kurang bagus untuk masa depan sebuah bangsa yang majemuk seperti Indonesia. Sebagai antitesa, berdiri pula Forum Demokrasi (Fordem) pimpinan Abdurrahman Wahid alias Gus Dur yang populis dan egaliter serta inklusif. ICMI, dalam perjalanan selanjutnya praktis menjadi kekuatan politik Habibie.
Ketika 10 Agustus 1995 dia berhasil menerbangkan pesawat terbang N-250 “Gatotkoco” kelas commuter yang disebut asli buatan dan desain putra-putra terbaik bangsa yang bergabung dalam IPTN, dia diserang pelaku ekonomi lain bahwa yang dibutuhkan rakyat Indonesia adalah beras, traktor dan kapal penangkap ikan bukan “mainan” pesawat terbang.
Pengusaha pribumi Probosutedjo juga melihat, semasa pemerintahan Pak Harto, BJ Habibie membuat proyek teknologi tinggi yang memboros anggaran negara. Ia memberi contoh, pesawat Tetuko CN-235 yang dipleseti: Wong sing teko ora tuku-tuku atau Wong sing tuku ora teko-teko. Artinya; “Orang yang datang tidak juga membeli atau orang yang mau beli tidak datang-datang.”
Kata Pak Probo, cara berpikir Habibie seperti anak-anak, bahwa membikin pesawat jauh lebih menguntungkan daripada membikin mobil atau traktor. Alasannya, harga jual satu pesawat berlipat-lipat dibanding harga satu mobil. “Ini kan pikiran anak-anak,” kata Pak Probo.
Pemikiran ekonomi makro Habibie yang dipopulerkan dengan Habibienomics, dihadirkan oleh lingkarannya sebagai counter pemikiran lain seperti Widjojonomics (yang sesungguhnya merupakan Soehartonomic). Namun, ketika Habibie berhasil membarter (tukarguling) pesawat terbang “Tetuko” CN-235 dengan beras ketan itam Thailand, dia diledekin, pesawat terbangnya hanya sekelas ketan itam dan lebih baik membuat panci saja.
Lalu, kontroversi paling hangat adalah ketika dia menawarkan opsi otonomi luas atau bebas menentukan nasib sendiri (merdeka) kepada rakyat Timor Timur. Sehingga dengan enteng, Provinsi Timor Timur lepas dari NKRI.
Dan, ketika menjabat presiden, dia menjadi pusat perhatian apalagi dengan sikapnya yang tidak mau diam dan bergerak sesuka hati padahal sudah ada aturan protokoler yang harus dipatuhi. Tersebarlah saat itu singkatan Habibie sebagai “Hari-hari Bikin Bingung”.
Setelah tidak lagi menjabat presiden, kepergiannya untuk bermukim di Jerman dalam jangka lama, mengundang pertanyaan beberapa pihak tentang nasionalisme Habibie. Istri adalah alasan utama Habibie tinggal di Jerman. Pendamping hidup sekaligus teman suka dan duka yang sudah dikenal sejak anak-anak umur 14 tahun, dr. Hasri Ainun Habibie. Putri keempat H. Mohammad Besari itu disebut terbaring menjalani perawatan di sebuah rumahsakit di Jerman.
Habibie ingin untuk selalu bisa mendampingi istri, dan harapnya istri juga akan selalu bisa mendampinginya. Menurut tim dokter yang menangani, Hasri Ainun belum dibenarkan tinggal atau berkunjung ke daerah tropis karena kelembabannya tinggi. Karena itu, tim dokter merekomendasikan untuk tinggal di Jerman sampai sehat secara tuntas. ►mti/crs-ht
Pembangunan Era Reformasi
Pertarungan Politik Empat Presiden
Selepas pemerintahan Orde Baru, atau dalam tujuh tahun reformasi, di bawah pimpinan empat presiden, praktis belum ada pembangunan yang berarti. Para pemimpin dan elit
politik sangat sibuk dengan kepentingan politik masing-masing. Bahkan pengendalian nilai tukar rupiah masih saja sangat lemah, sering terjadi fluktuasi yang sangat tinggi. Terakhir RAPBN pun telah menjadi sebuah wacana. Sehingga ada majalah menyebutnya sebagai impian kelas tinggi.
Pembangunan Era Reformasi
Gus Dur, Sempat Keliling Dunia
DPTHNEWS 12: Habibie diganti oleh KH Abdurrahman
Wahid, akrab dipanggil Gus Dur, yang mengalahkan Megawati Soekarnoputri pada pemilihan presiden, Oktober 1999. Semasa pemerintahan Gus Dur hampir tidak ada pembangunan fisik. Dia sangat sibuk keliling dunia menggalang dukungan luar negeri.
Pernyataan Gus Dur yang kontroversial, dan kebijakannya sering mengganti anggota kabinet, membuat pasar valas dan saham terkaget-kaget. Akibatnya, situasi politik dan ekonomi menjadi sangat labil. Gus Dur akhirnya dilengserkan oleh MPR di dalam sidang istimewa tahun 2001.
Belum satu bulan menjabat presiden, mantan Ketua Umum Nahdlatul Ulama (1984-1999) ini sudah mencetuskan pendapat yang memerahkan kuping sebagian besar anggota DPR. Di hadapan sidang lembaga legislatif, yang anggotanya sekaligus sebagai anggota MPR, yang baru saja memilihnya itu, Gus Dur menyebut para anggota legislatif itu seperti anak Taman Kanak-Kanak.
Tak lama kemudian, ia pun menyatakan akan membuka hubungan dagang dengan Israel, negara yang dibenci banyak orang di Indonesia. Pernyataan ini mengundang reaksi keras dari beberapa komponen Islam.
Berselang beberapa waktu, ia pun memecat beberapa anggota Kabinet Persatuan-nya, termasuk Hamzah Haz (Ketua Umum Partai Persatuan Pembangun-an). Berbagai kebijakan dan pemecatan ini membuatnya semakin nyata jauh dari kons-pirasi kepentingan politik yang memungkin-kannya terpilih menjadi presiden.
Ketika itu, pada Sidang Umum MPR 1999, Poros Tengah yang gagal menggolkan salah seorang tokohnya sendiri menjadi presiden (BJ Habibie, Amien Rais, Hamzah Haz dan Yusril Ihza Mahendra), merangkul Gus Dur untuk dapat mengalahkan Megawati Sukarnoputri.
Gus Dur, yang terkenal piawai dalam berpolitik, dengan cekatan menangkap peluang ini. Sehingga Megawati yang partainya memenangkan Pemilu akhirnya hanya mendapatkan kursi Wapres.
Namun seperti kata pepatah: Sepandai-pandai tupai melompat akhirnya jatuh ke tanah jua. Di mata banyak orang, kepercayaan diri Gus Dur tampak terlalu berlebihan. Ia sering kali melontarkan pendapat dan mengambil kebijakan yang kontroversial.
Penglihatannya yang semakin buruk mungkin juga dimanfaatkan oleh para pembisik di sekitarnya. Gus Dur pun sering kali mengganti anggota kabinetnya dengan semaunya berpayung hak prerogatif. Tindakan penggantian menteri ini berpuncak pada penggantian Laksamana Sukardi (PDIP-pemenang Pemilu 1999) dari Jabatan Meneg BUMN dan Jusuf Kalla (Golkar-pemenang kedua Pemilu 1999) dari jabatan Menperindag, tanpa sepengetahuan Wapres Megawati dan Ketua DPR Akbar Tandjung.
Lalu terkuaklah kasus Buloggate dan Bruneigate. Gus Dur diduga terlibat. Kasus ini membuahkan memorandum DPR. Setelah Memorandum II tak digubris Gus Dur, akhirnya DPR meminta MPR agar menggelar Sidang Istimewa (SI) untuk meminta pertanggungjawaban presiden.
Gus Dur melakukan perlawanan, tindakan DPR dan MPR itu dianggapnya melanggar UUD. Ia menolak penyelenggaraan SI-MPR dan mengeluarkan dekrit membubarkan DPR dan MPR. Tapi Dekrit Gus Dur ini tidak mendapat dukungan. Hanya kekuatan PKB dan PDKB (Partai Demokrasi Kasih Bangsa) yang memberi dukungan. Bahkan, karena dekrit itu, MPR mempercepat penyelenggaraan SI pada 23 Juli 2001. Gus Dur, akhirnya kehilangan jabatannya sebagai presiden keempat setelah ia menolak memberikan pertanggungjawaban dalam SI MPR itu. Dan Wapres Megawati, diangkat menjadi presiden 24 Juli 2001.
Setelah tidak lagi menjabat presiden, Gus Dur kembali ke kehidupannya semula. Kendati sudah menjadi partisan, dalam kapasitasnya sebagai deklarator dan Ketua Dewan Syuro PKB, ia berupaya kembali muncul sebagai Bapak Bangsa. Seperti sosoknya sebelum menjabat presiden.
Sebelumnya, Gus Dur adalah Ketua Umum Nahdlatul Ulama (NU), organisasi Islam terbesar di Indonesia dengan anggota sekitar 38 juta orang. Namun ia bukanlah orang yang sektarian. Tak jarang ia menentang siapa saja bahkan massa pendukungnya sendiri dalam menyatakan suatu kebenaran. Ia seorang tokoh muslim yang berjiwa kebangsaan.
Gus Dur sering berbicara keras menentang politik keagamaan sektarian. Pendiriannya sering menempatkannya pada posisi sulit, melawan pemimpin Islam lainnya di Indonesia. Seperti saat didirikannya Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI), yang diketuai BJ Habibie, Gus Dur secara terbuka menentang. Ia menyebut ICMI akan menimbulkan masalah bangsa di kemudian hari, yang dalam tempo kurang dari sepuluh tahun ternyata pernyataannya itu bisa dibuktikan benar atau tidak. Lalu, ia mendirikan Forum Demokrasi sebagai penyeimbang ICMI.
Meski diakui ia besar antara lain karena NU, visi politiknya diyakini rekan-rekan dekatnya sebagai melebihi kepentingan organisasi tersebut, bahkan kadang melampaui kepentingan Indonesia. Hal ini tercermin dari kesediaannya menerima kedudukan di Shimon Peres Peace Center dan saat dia mengusulkan membuka hubungan dengan Israel. ►mti/crs
=============================================
Boks
Gus Dur, Keluarga Muslim Berpengaruh
Gus Dur dilahirkan 4 Agustus 1940 di Denanyar, Jombang, Jawa Timur, keluarga Muslim berpengaruh di Indonesia. Ayahnya, Wahid Hasyim, adalah mantan Menteri Agama pada 1945. Kakeknya, Hasyim Ashari, adalah satu dari pemimpin Muslim terbesar pada pergantian abad 20 lalu. Gus Dur mengikuti tradisi keluarga dengan belajar di banyak pesantren. Nama Gus Dur diambil dari tradisi di daerahnya, dimana penduduk setempat menyebut seorang putra dari keluarga elit dengan sebutan ‘Gus’.
Ia juga sempat memelajari sastra dan ilmu sosial di Fakultas Sastra Universitas Baghdad, Irak. Hari-hari kuliahnya bersamaan dengan timbulnya kekuasaan partai Baath, partai sosialisnya Saddam Hussein, yang menarik banyak pengikut. Dengan latarbelakang ini, ia juga sempat digosipkan sebagai ‘sosok berbau kiri’ pada masa Orba.
Dari Baghdad, ia kembali ke Indonesia 1974 dan mulai berkarir sebagai ‘cendekiawan’ dengan menulis sejumlah kolom di berbagai media massa nasional. Pada akhir dasawarsa 70-an, suami dari Sinta Nuriyah, ini sudah berhasil mengukuhkan diri sebagai satu dari banyak cendekiawan Indonesia yang paling terkenal dan laris pula sebagai pembicara publik.
Nama Gus Dur makin mencuat setelah terpilih sebagai ketua umum PBNU, dalam Muktamar NU di Situbondo tahun 1984. Saat itu hubungan NU dengan pemerintah sedang mesra-mesranya. Salah satu kiprah Gus Dur yang paling menonjol saat memimpin NU, adalah ketika ia membawa organisasi itu kembali ke khittahnya, keluar dari politik praktis pada 1984. Kendati, pada tahun 1999, ia pula yang membawa NU kembali ke dunia politik meski dalam format yang berbeda karena dilakukan melalui pembentukkan PKB, partai yang selalu dirujuk sebagai ‘anak kandung’ NU.
Ia juga dikenal sebagai sosok pembela yang benar. Apakah itu kelompok minoritas atau mayoritas. Pembelaannya kepada kelompok minoritas dirasakan sebagai suatu hal yang berani. Reputasi ini sangat menonjol di tahun-tahun akhir era Orde Baru. Begitu menonjolnya peran ini sehingga ia malah dituduh lebih dekat dengan kelompok minoritas daripada komunitas mayoritas Muslim sendiri. Padahal ia adalah seorang ulama yang oleh sebagian jamaahnya malah sudah dianggap sebagai seorang wali.
Pada awal 1998 ia terserang stroke. Tapi tim dokter berhasil menyelamatkannya. Namun, sebagai akibatnya penglihatannya kian memburuk. Pada saat ia dilantik sebagai presiden, ia sudah dideskripsikan media massa Barat sebagai ‘nyaris buta.’ Selain karena stroke, diduga problem kesehatannya juga disebabkan faktor keturunan yang disebabkan hubungan darah yang erat di antara orangtuanya.
Selain menjadi idola bagi banyak orang, Gus Dur juga menjadi idola bagi keempat puterinya: Alisa Qortrunnada Munawarah (Lisa), Zannuba Arifah (Venny), Anisa Hayatunufus (Nufus) dan Inayah Wulandari (Ina). Hal ini tercermin dari pengakuan puteri sulungnya Lisa. Lisa bilang, sosok tokoh LSM Gus Dur menurun padanya, bakat kolumnis menurun ke Venny, kesastrawanannya pada Nufus dan sifat egaliternya pada Ina. ►mti/crs
Pembangunan Era Reformasi
Pertarungan Politik Empat Presiden
Selepas pemerintahan Orde Baru, atau dalam tujuh tahun reformasi, di bawah pimpinan empat presiden, praktis belum ada pembangunan yang berarti. Para pemimpin dan elit
politik sangat sibuk dengan kepentingan politik masing-masing. Bahkan pengendalian nilai tukar rupiah masih saja sangat lemah, sering terjadi fluktuasi yang sangat tinggi. Terakhir RAPBN pun telah menjadi sebuah wacana. Sehingga ada majalah menyebutnya sebagai impian kelas tinggi.
Pembangunan Era Reformasi
Megawati Andalkan Privatisasi
DPTHNEWS 13: MPR menunjuk Wapres Megawati
Soekarnoputri untuk meneruskan sisa masa jabatan Gus Dur sampai tahun 2004. Ketua Umum PDIP itu didampingi Ketua Umum PPP Hamzah Haz, sebagai Wakil Presiden, memimpian Kabinet Gotong-Royong.
Pada era ini, pemerintah sangat mengandalkan privatisasi BUMN. Menjual apa yang sudah dibangun sebelumnya, misalnya PT Indosat yang dibangun Pak Harto, dan Hotel Indonesia yang dibangun oleh ayahnya, Bung Karno.
Saham-saham perusahaan yang diambil-alih pemerintah sebagai kompensasi pengembalian kredit BLBI, juga dijual dengan sangat murah, hanya sekitar 20 persen dari total nilai BLBI.
Pada era ini, pembangunan fisik juga sangat kecil. Kendati kondisi ekonomi mulai lebih baik yang ditandai antara lain dengan stabilnya nilai tukar rupiah dalam kisaran Rp 9.000-an, pemerintahan ini belum berkemampuan menggalakkan pembangunan. Salah satu pembangunan yang dilaksanakan adalah jalan tol Cikampek-Bandung dan dimulainya pembangunan Kilang Minyak Balongan dan Jembatan Suramadu (Surabaya-Madura).
Dia seorang sosok perempuan pendiam. Karena terlalu diam, beberapa pengamat dan lawan politiknya sempat menuding itu sebagai indikasi kebodohan. Namun Megawati tetap diam dan sabar. Para lawan politiknya menjadi semakin penasaran. Setelah menjabat presiden, ia pun tetap tak banyak bicara. Tampaknya, ia tak mudah terombang-ambing. Puteri Bung Karno ini pun semakin sulit ditebak.
Dia memang sudah terbiasa diam, sejak ayahandanya, Soekarno, diturunkan dari jabatan Presiden pada SI-MPRS 1997. Namun, posisi diamnya memberi ruang gerak bagi Megawati, dibandingkan saudara-saudaranya, untuk masuk dalam kancah politik, masuk Senayan dan memimpin PDI Cabang Jakarta Pusat (1987-1992).
Kendati kemudian, ketika dia terpilih menjadi Ketua Umum DPP PDI (1993-1998), kubu Surjadi yang didukung pemerintah menolaknya dan terjadilah peristiwa 27 Juli 1996. Peristiwa ini mengangkat pamor Megawati, hingga pada Pemilu 1999, partainya, PDIP berhasil sebagai pemenang. Namun pertarungan politik di MPR, membuat Gus Dur, mengalahkannya dalam pemilihan Presiden RI pada Sidang Umum MPR 1999.
Lalu Gus Dur yang terkesan menganggap remeh Megawati, berpuncak pada pemberhentian kader PDIP Laksamana Sukardi, dari jabatan Menteri BUMN. Laksamana diberhentikan bersama Yusuf Kalla, kader Partai Golkar, tanpa sepengetahuan Megawati dan tanpa alasan yang jelas.
Sejak saat itu, si pendiam Megawati secara nyata mengambil jarak ‘sahabat-saudara’ dan jarak politik dengan Gus Dur. Eskalasi politik pun bergeser cepat 180 derajat. Partai-partai berbasis Islam (PPP, PAN, PBB, PK dll), yang pada Sidang Umum MPR 1999 ‘sangat anti’ Megawati, memanfaatkan jarak renggang Mega-Gus Dur, dengan membentuk ‘aliansi’ atau kesepahaman politik baru dengan PDI-P.
Sebab, partai-partai berbasis Islam itu sudah lebih dulu merasa ‘disepelekan’ Gus Dur. Hamzah Haz, Ketua Umum PPP, sudah lebih dulu didepak dari kabinet. Kemudian menyusul Bambang Sudibyo (PAN) dan Yusril Ihza Mahendra (PBB) dan Nurmahmudi Ismail (PK), masing-masing dipecat dari jabatan Menkeu, Menkeh dan Menhutbun. Disusul lagi Bomer Pasaribu dan Mahadi Sinambela dari Partai Golkar diberhentikan dari jabatan Menaker dan Menteri Negara Pemuda dan Olahraga.
Maka ketika menggelinding kasus Bulogate, yang diduga melibatkan Gus Dur dan lingkarannya, PDIP menjadi berseberangan dengan Gus Dur dan PKB-nya. Terbentuklah Pansus Bulogate DPR-RI, yang berujung pada jatuhnya Gus Dur pada Sidang Istimewa MPR, 23 Juli 2001. SI-MPR itu dipercepat sebagai perlawanan atas Dekrit Presiden Gus Dur yang nekad membubarkan DPR/MPR. SI-MPR itu secara aklamasi menobatkan Megawati menjabat Presiden RI periode 2001-2004.
Kepatutan politik pun terwujud. Ketua umum partai pemenang Pemilu menjadi Presiden. Terwujudlah amanat Kongres PDIP di Bali yang menghendaki Megawati menjadi Presiden. Kekalahan tipis Megawati atas KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) pada Sidang Umum 1999, yakni 313 banding 373, terbalas dengan kemenangan telak pada SI-MPR 2001.
Tampaknya PDIP tak mau terkecoh untuk kedua kali oleh kepiawian politik Gus Dur. Megawati, tentu juga belajar dari kesalahan Gus Dur. Sehingga PDIP mendukung Hamzah Haz (Ketua Umum PPP) sebagai Wakil Presiden. Padahal Hamzah Haz adalah pemimpin salah satu partai yang tidak menghendaki Megawati jadi presiden dan menjadi pesaing Megawati pada pemilihan Wakil Presiden pada SU-MPR 1999, yang dimenangkan Megawati dengan suara 396 banding 284.
Namun pertarungan politik di dalam tubuh Kabinet Gotong-Royong, secara diam-diam tak kalah serunya. Menkopolkam Susilo Bambang Yudhoyono yang berkolaborasi dengan Menkokesra Jusuf Kalla mengecoh Presiden Megawati. Mereka diam-diam menyusun kekuatan sehingga mengalahkan Megawati yang berpasangan dengan Hasyim Muzadi pada pemilihan presiden langsung 2004. Megawati yang tampaknya baru belakangan merasa dikhianati, sampai saat ini belum berkenan bertemu dengan SBY-JK. Hampir sama, ketika Gus Dur tidak bersedia bertemu dengan Megawati. ►mti/crs
=============================================
Boks
Megawati Lahir Dalam Cahaya Temaram
Puteri proklamator ini dilahirkan di Yogyakarta, 23 Januari 1947. Fatmawati melahirkannya dalam suasana yang tidak nyaman. Ketika itu hujan turun deras, atap rumah bocor, guntur menggelegar, kilat menyambar-nyambar dan tanpa listrik. Mega lahir dalam suasana cahaya temaram lampu minyak tanah.
Menurut kerabat, suasana kelahiran Megawati itu menjadi semacam pertanda untuk perjalanan hidupnya kemudian. Memang, setelah Soekarno jatuh, Mega dan keluarga mendapat cobaan dan tekanan politik yang cukup berat. Mega dan saudara-saudaranya terasing dari dunia ramai. Mereka hidup dalam kondisi yang tertekan. Sampai-sampai kuliah Megawati di Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran (1965-1967) dan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (1970-1972) tak bisa diselesaikannya.
Ditambah lagi cobaan hidup pribadi yang dialaminya. Suami pertamanya, Lettu (Penerbang) Surindro Supjarso hilang dalam kecelakaan jatuhnya pesawat Skyvan T-701 yang dipilotinya di Biak, Irian Jaya tahun 1970. Padahal saat itu Megawati tengah mengandung anak kedua. Sampai kini Surindro tidak pernah ditemukan.
Kemudian, tahun 1972 Mega menikah dengan Hassan Gamal Ahmad Hasan, seorang diplomat Mesir yang sedang bertugas di Jakarta. Tetapi perkawinan itu, kemudian dibatalkan karena Mega masih dianggap terikat perkawinan yang sah dengan Surindro. Sebab, ketika itu belum ada kepastian mengenai nasib suami pertamanya itu. Baru beberapa saat kemudian, ada kepastian dari Angkatan Udara bahwa Surindro telah gugur dalam musibah jatuhnya pesawat itu.
Tak lama setelah itu, Mega menikah dengan Taufik Kiemas, seorang aktivis Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) asal Sumatera Selatan.
Pada masa kecilnya, Megawati banyak menikmati pengalaman indah. Maklum, sebagai puteri presiden, Megawati menghabiskan masa kecilnya di lingkungan Istana Merdeka. Dari kecil, dia sudah menampakkan sosok lembut dan pendiam. Namun, dia senang menari. Bahkan kerap menari di hadapan tamu-tamu ayahnya di istana. Selain itu, Adis — panggilan Megawati oleh Bung Karno — suka dengan tanaman. Dia pun berkebun anggrek di salah satu sudut istana.
Kendati lahir dari keluarga politisi jempolan, Mbak Mega — panggilan akrab para pendukungnya — tidak terbilang piawai dalam dunia politik. Bahkan, Megawati sempat dipandang sebelah mata oleh teman dan lawan politiknya. Dia bahkan dianggap sebagai pendatang baru dalam kancah politik, yakni baru pada tahun 1987. Saat itu Partai Demokrasi Indonesia (PDI) menempatkannya sebagai salah seorang calon legislatif dari daerah pemilihan Jawa Tengah, untuk mendongkrak suara. Mega berkenan dan tampak enjoy. ►mti/crs
Pembangunan Era Reformasi
Pertarungan Politik Empat Presiden
Selepas pemerintahan Orde Baru, atau dalam tujuh tahun reformasi, di bawah pimpinan empat presiden, praktis belum ada pembangunan yang berarti. Para pemimpin dan elit
politik sangat sibuk dengan kepentingan politik masing-masing. Bahkan pengendalian nilai tukar rupiah masih saja sangat lemah, sering terjadi fluktuasi yang sangat tinggi. Terakhir RAPBN pun telah menjadi sebuah wacana. Sehingga ada majalah menyebutnya sebagai impian kelas tinggi.
Pembangunan Era Reformasi
SBY Pilihan Rakyat, Kaya Wacana
DPTHNEWS 14: S BY, panggilan populernya, adalah Presiden Republik Indonesia pertama hasil pilihan rakyat secara langsung. Dia yang kaya wacana dan retorika berhasil mengalahkan Megawati Soekarnoputri dalam Pemilu Presiden putaran kedua, 20 September 2004. Wacana dan retorika itu berlanjut setelah dia memimpin Kabinet Indonesia Bersatu.
Janji dalam 100 hari pemerintahannya, tidak terpenuhi. Sampai satu tahun, janji-janji kampanyenya untuk membuka lapangan kerja justru makin jauh dari harapan. Pengangguran makin bertambah. Kemiskinan makin membelenggu yang berpuncak pada terjadinya busung lapar di beberapa daerah. Penyakit polio merebak, anak sekolah gantung diri.
Ditambah lagi kelangkaan BBM yang memaksa rakyat harus antri berjam-jam, bahkan berhari-hari.
Sialnya, berbagai bencana pun terjadi. Mulai dari tabrakan kendaraan di jalan tol Jagorawi, tabrakan kereta api, pesawat terbang jatuh, sampai bencana alam di beberapa tempat dan terdahsyat bencana tsunami Aceh dan Nias. Terakhir bencana banjir di Sumatera Barat. Sudah banyak yang jadi korban!
Beberapa pengamat menyebut, di era pemerintahan SBY, belum terlihat adanya program perbaikan ekonomi. Semuanya masih dalam wacana. Bahkan RAPBN yang dipidatokannya di depan Sidang Paripurna DPR, 16 Agustus 2005, dikesankan sarat wacana. Antara lain, lantaran asumsi harga minyak tidak realistis, sangat jauh di bawah harga nyata.
Fluktuasi nilai tukar rupiah, yang pada masa Megawati sudah relatif stabil, justru menggila menembus batas psikologis Rp 10.000 bahkan sempat mencapai di atas Rp 11.000. Jangankan perbaikan ekonomi, bahkan tingkat kepercayaan pasar tampaknya makin menurun.
Presiden pilihan rakyat ini, dituntut dapat beraksi cepat, tepat dan berani untuk mengatasi kondisi ekonomi saat ini, untuk mencegah kemungkinan terjadinya krisis ekonomi gelombang kedua.
Namun, menjawab berbagai kritik atas kinerjanya, SBY berujar enteng: I don’t care with my popularity. Walaupun dalam berbagai langkah dan wacananya terkesan dia masih selalu lebih cenderung populis.
Jika kondisi ini tidak dapat diatasi, menurut pengusaha Probosutedjo, kemampuan pemerintah ini akan semakin sangat terbatas untuk melaksanakan pembangunan. ►mti/crs
=============================================
Boks
Posisi Puncak SBY
SBY berpasangan dengan Muhammad Jusuf Kalla, menawarkan program memberikan rasa aman, adil dan sejahtera kepada rakyat. Janji ini telah mengantarkan SBY pada posisi puncak kepemimpinan nasional.
Penampilan publiknya mulai menonjol sejak menjabat Kepala Staf Teritorial ABRI (1998-1999) dan semakin berkibar saat menjabat Menko Polsoskam (Pemerintahan Presiden KH Abdurrahman Wahid) dan Menko Polkam (Pemerintahan Presiden Megawati Sukarnopotri).
Ketika reformasi mulai bergulir, SBY masih menjabat Kaster ABRI. Pada awal reformasi itu, TNI dihujat habis-habisan. Pada saat itu, sosok SBY semakin menonjol sebagai seorang Jenderal yang Berpikir. Ia memahami pikiran yang berkembang di masyarakat dan tidak membela secara buta institusinya. “Penghujatan terhadap TNI itu menurut saya tak lepas dari format politik Orde Baru dan peran ABRI waktu itu,” katanya. Maka, Tokoh Indonesia DotCom menjulukinya sebagai ‘mutiara di atas lumpur’.
Siapakah Susilo Bambang Yudhoyono yang berhasil meraih pilihan suara hati nurani rakyat pada era reformasi dan demokratisasi itu?
Pensiunan jenderal berbintang empat berwajah tampan dan cerdas, ini adalah anak tunggal dari pasangan R. Soekotji dan Sitti Habibah. Darah prajurit menurun dari ayahnya R. Soekotji yang pensiun sebagai Letnan Satu (Peltu). Sementara ibunya, Sitti Habibah, putri salah seorang pendiri Ponpes Tremas, mendorongnya menjadi seorang penganut agama Islam yang taat. Dalam dirinya pun mengalir kental jiwa militer yang relijius.
Selain itu, lulusan terbaik Akademi Militer (Akmil) angkatan 1973, ini juga memiliki garis darah biru, sebagai keturunan bangsawan Jawa yang mengalir dari dua arah dan berujung pada Majapahit dan Sultan Hamengkubuwono II. Kakeknya dari pihak ayah, bernama R. Imam Badjuri, adalah anak dari hasil pernikahan Kasanpuro (Naib Arjosari II - darah biru Majapahit) dan RM Kustilah ( sebagai turunan kelima trah Sultan Hamengkubuwono II bernama asli RA Srenggono). Bahkan dalam silsilah lengkapnya, SBY juga memiliki garis keturunan dari Pakubuwono.
Kendati SBY anak tunggal, dia hidup dengan prihatin dan kerja keras. Pada saat sekolah di Sekolah Rakyat Gajahmada (sekarang SDN Baleharjo I), SBY tinggal bersama pamannya, Sasto Suyitno, ketika itu Lurah Desa Ploso, Pacitan. Prestasinya saat SR sudah menonjol.
Dalam proses pengasuhan yang berdisiplin keras, pada masa kecil dan remajanya, SBY juga mengasah dan menyalurkan bakat sebagai penulis puisi, cerpen, pemain teater dan pemain band.
Pria tegap yang memiliki tinggi badan sekitar 175 cm, kelahiran Pacitan, Jawa Timur, 9 September 1949, ini senang mengikuti kegiatan kesenian seperti melukis, bermain peran dalam teater dan wayang orang. Beberapa karya puisi dan cerpennya sempat dikirimkan ke majalah anak-anak waktu itu, misalnya ke Majalah Kuncung. Sedangkan aktivitas bermain band masih dilaksanakan hingga tingkat satu Akabri Darat sebagai pemegang bas gitar. Sesekali masih juga menulis puisi.
Di samping kesenian, ia juga menyukai dunia olah raga seperti bola voli, ia senang travelling, baik jalan kaki, bersepeda atau berkendaraan. Sedangkan olah raga bela diri hingga saat ini masih aktif dilakukan.
Tekadnya menjadi prajurit mengental saat kelas V SR (1961) berkunjung ke AMN di kampus Lembah Tidar Magelang. ”Saya tertarik dengan kegagahan sosok-sosok taruna AMN yang berjalan dan berbaris dengan tegap waktu itu. Ketika rombongan wisata singgah ke Yogyakarta, saya sempatkan membeli pedang, karena dalam bayangan saya, tentara itu membawa pedang dan senjata,” kenang SBY.
Mewarisi sikap ayahnya yang berdisiplin keras, SBY berjuang untuk mewujudkan cita-cita masa kecilnya menjadi tentara dengan masuk Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Akabri) setelah lulus SMA akhir tahun 1968. Namun, lantaran terlambat mendaftar, SBY tidak langsung masuk Akabri. Maka dia pun sempat menjadi mahasiswa Teknik Mesin Institut 10 November Surabaya (ITS).
Namun kemudian, SBY malah memilih masuk Pendidikan Guru Sekolah Lanjutan Pertama (PGSLP) di Malang, Jawa Timur. Selagi belajar di PGSLP Malang itu, ia pun mempersiapkan diri untuk masuk Akabri.
Tahun 1970, dia pun masuk Akabri di Magelang, Jawa Tengah, setelah lulus ujian penerimaan akhir di Bandung. SBY satu angkatan dengan Agus Wirahadikusumah, Ryamizard Ryacudu, dan Prabowo Subianto. Semasa pendidikan, SBY yang mendapat julukan Jerapah, sangat menonjol. Terbukti, dia meraih predikat lulusan terbaik Akabri 1973 dengan menerima penghargaan lencana Adhi Makayasa.
Saat menempuh pendidikan di Akademi Militer, itu SBY berkenalan dengan Kristiani Herrawati, putri Sarwo Edhie. Saat itu, Mayjen Sarwo Edhi Wibowo, menjabat Gubernur Akabri. Perkenalan terjadi saat SBY menjabat sebagai Komandan Divisi Korps Taruna.
Perkenalan itu berlanjut dengan berpacaran, bertunangan dan pernikahan. Mereka dikaruniai dua orang putra, yakni Agus Harimurti Yudhoyono (mengikuti dan menyamai jejak dan prestasi SBY, lulus dari Akmil tahun 2000 dengan meraih penghargaan Bintang Adhi Makayasa) dan Edhie Baskoro Yudhoyono (lulusan terbaik SMA Taruna Nusantara, Magelang yang kemudian menekuni ilmu ekonomi).
Pendidikan militernya dilanjutkan di Airborne and Ranger Course di Fort Benning, Georgia, AS (1976), Infantry Officer Advanced Course di Fort Benning, Georgia, AS (1982-1983) dengan meraih honor graduate, Jungle Warfare Training di Panama (1983), Anti Tank Weapon Course di Belgia dan Jerman (1984), Kursus Komandan Batalyon di Bandung (1985), Seskoad di Bandung (1988-1989) dan Command and General Staff College di Fort Leavenworth, Kansas, AS (1990-1991). Gelar MA diperoleh dari Webster University AS dan gelar doktor dari IPB (2004). ►mti/crs
***Majalah Tokoh Indonesia
Pembangunan di Era Pak Harto
Bapak Pembangunan
DPTHNEWS 06: Salah satu Ketetapan MPR tahun 1983,
mengukuhkan pemberian gelar Bapak Pembangunan Indonesia kepada Jenderal (Pur) Presiden Soeharto. Pertimbangannya antara lain, rakyat Indonesia menerima dengan rasa syukur kepemimpinan dan kenegarawanan yang arif dan bijaksana dari Pak Harto.
Sebagai pemimpin bangsa maupun sebagai Presiden/Mandataris MPR, Pak Harto telah berjuang menyelamatkan, menegakkan dan melaksanakan Pancasila dan UUD ’45, baik dalam kehidupan kenegaraan maupun kemasyarakatan.
Pertimbangan lain, keberhasilan Pak Harto mengembangkan stabilitas nasional yang mantap dan dinamis serta makin kokohnya persatuan dan kesatuan bangsa. Karenanya membuka ruang yang lebih luas bagi serangkaian pembangunan ekonomi yang terencana dan terarah dalam Pelita demi Pelita untuk mewujudkan masyarakat yang maju dan sejahtera, lahir dan batin.
Rakyat memberikan gelar itu karena sudah menyaksikan dan merasakan banyaknya perubahan di dalam kehidupan mereka, hasil dari kegiatan pembangunan di segala bidang, terutama kehidupan ekonomi yang terus membaik, berbeda jauh dibandingkan masa-masa sebelumnya. Ulama besar mendiang Prof. Hamka, saat itu, menyatakan pemberian gelar tersebut kepada Pak Harto, sangat tepat. Menurutnya, dalam era di bawah kepemimpinan Pak Harto lah pembangunan ini dimulai.
Bagaimana Pak Harto menanggapi pemberi-an penghargaan itu?
Di dalam pidatonya di depan Sidang Umum MPR, dengan rendah hati, Pak Harto mengatakan: “Penghargaan ini sesungguhnya tidak lain adalah berkat hasil seluruh rakyat Indonesia sendiri. Sebab, memang rakyat Indonesialah yang telah bekerja keras membangun dirinya sendiri. Penghargaan yang diberikan kepada saya itu sebenarnya tidak lain adalah penghargaan kepada rakyat jua.”
Tujuh tahun setelah Pak Harto (84 tahun) meletakkan jabatan, datang pengakuan dari sejumlah pengamat ekonomi terkemuka, seperti Revrisond Baswir, Umar Juoro, Fadhil Hasan, Ichsanudin Noorsy, dan Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu bahwa perkembangan ekonomi Indonesia pada era kepemimpinan Presiden Soeharto jauh lebih maju dibanding era reformasi. ►mti/sh/-sp
============================================
Boks
Sidang Istimewa MPRS 1967
Suasana sangat mencekam ketika MPRS membuka sidang istimewa, 8 Maret 1967. Jenderal Soeharto memberikan uraian panjang lebar tentang G-30-S/PKI serta situasi politik, keamanan, ekonomi dan sosial menyusul tragedi berdarah tersebut. Dia menyukuri bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), selamat dari bahaya setelah melewati cobaan yang sangat berat, dini hari 1 Oktober 1965.
Lewat perdebatan sengit beberapa hari, SI-MPRS akhirnya menetapkan dua keputusan penting: Mengangkat Jenderal Soeharto sebagai Pejabat Presiden dan penyelesaian masalah hukum mantan Presiden Soekarno diserahkan kepada Pejabat Presiden. Setelah SI-MPRS, Pak Harto mengatakan di dalam pidato radionya bahwa, “untuk sementara kita akan memperlakukan Bung Karno sebagai Presiden yang tidak lagi memegang kekuasaan, sebagai Presiden yang tidak mempunyai kuasa di bidang politik, kenegaraan atau pemerintahan.”
Sampai Bung Karno meninggal dunia, 21 Juli 1970, dimakamkan di kota kelahirannya, Blitar, Pak Harto berusaha memegang janjinya, tidak membawanya ke pengadilan, meskipun ada tuntutan masyarakat untuk digiring ke Mahmilub (Mahkamah Milter Luar Biasa).
Setahun kemudian, 27 Maret 1968, Pak Harto dikukuhkan oleh SI-MPRS sebagai Presiden RI kedua. Presiden yang baru dikukuhkan itu diberi amanat oleh SI-MPRS untuk menyelenggarakan Pemilu tahun 1971. Pak Harto memilih dengan penuh keyakinan untuk melaksanakan demokrasi Pancasila untuk mewujudkan masyarakat yang sosialistis religius. Ciri-ciri utamanya: tidak dapat menyetujui adanya kemelaratan, keterbelakangan, pertentangan, pemerasan, kapitalisme, feodalisme, kediktaturan, kolonialisme dan imperialisme. ►mti/sp
Palapa Pemersatu Bangsa
Pak Harto membangun sistem komunikasi satelit domestik untuk memperlancar hubungan di Nusantara yang sangat luas dan pembangunan yang bergerak sangat cepat. Diilhami oleh Sumpah Patih Gajahmada, Pak Harto mewujudkan sistem tersebut untuk lebih mempersatukan Nusantara.
Fakta yang terbantahkan bahwa persatuan nasional menjadi semakin kokoh selama pemerintahan Presiden Soeharto. Permasalahan-permasalahan nasional yang dapat mengganggu persatuan bisa segera dikomunikasikan. Ini berkat adanya satelit Palapa yang mempercepat dan memperlancar komunikasi dari satu tempat ke tempat lain di seluruh Indonesia.
Selain itu sistem tersebut telah merangsang dan mendorong kemajuan sangat pesat di bidang teknologi, industri dan bisnis telekomunikasi. Satelit Palapa memberi kemudahan bagi berbagai kegiatan di bidang radio, televisi, suratkabar, internet, faximile dan intelijen negara. Bayangkan kegiatan-kegiatan yang memerlukan waktu yang cepat ini bisa terhambat, bilamana sistem komunikasi tersebut tidak diletakkan secara dini oleh Pak Harto.
Alvin Toffler, tokoh futuris memuji apa yang telah dilakukan oleh Pak Harto. “Belum lama ini, Presiden Soeharto dari Indonesia menekan ujung pedang tradisional pada tombol elektronik dan dengan itu memulai suatu sistem komunikasi dengan maksud menghubungkan wilayah-wilayah kepulauan Indonesia satu sama lain sama seperti rel kereta api yang menghubungkan dua pantai Amerika satu abad yang lalu. Dengan melakukan itu, Presiden Soeharto merupakan simbol adanya pilihan baru suguhan Gelombang Ketiga kepada negara-negara yang mengejar perubahan.”
Toffler memberi komentar lebih lanjut, “semakin besar jumlah para pemikir jangka panjang, analis sosial, sarjana dan ilmuwan yang yakin bahwa justru transformasi seperti itulah yang kini sedang berjalan. Perubahan seperti itu yang membawa kita menuju suatu sintesis baru yang radikal.”
Komentar Pak Harto: “Memang kita sedang mengejar ketinggalan kita dari negara-negara yang ada di depan kita.”
Sekarang, hampir semua tempat terjangkau telepon jarak jauh dan siaran televisi. Hubungan dengan telepon genggam atau pesan singkat via HP bisa dilakukan dan dinikmati oleh siapa saja. ►mti/sp
Pancasila di Era Pak Harto
Pak Harto mengajukan pertanyaan ketika Bung Karno menjelaskan Revolusi Indonesia dan Pancasila: “Masyarakat Pancasila itu masyarakat yang bagaimana? Masyarakat yang sosialistis, masyarakat yang religius, atau masyarakat yang kapitalistis, liberalis?” Bung Karno menjawab, “Bukan. Tetapi masyarakat yang sosialistis religius.
Sistem kapitalis atau sosialis? Kedua-duanya ditolak oleh Pak Harto. Alasannya, sebagai mahluk ciptaan Tuhan, manusia punya dua sifat yang melekat; individu dan mahluk sosial. Dan Pancasila menempatkan manusia sebagai mahluk sosial yang religius. Selalu ada keserasian antara kebersamaan dan individu sehingga jiwa dan semangat sosialistis religius bisa dikendalikan.
Pandangan ini harus hadir di semua segi kehidupan di Indonesia. Karena itu, Pak Harto menetapkan dan menegaskan Pancasila sebagai satu-satunya asas dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Sebuah keputusan nasional yang dianggapnya teramat penting dan mendasar.
Alasannya, mesti ada landasan ideologi dan politik ketika bangsa ini bersiap menuju tahap tinggal landas. Karena sewaktu partai-partai politik didirikan tahun 1945, sasarannya hanya untuk mendukung perjuangan kemerdekaan nasional. Waktu itu, belum terpikir untuk membakukan hubungan antara asas dan ciri suatu Parpol dengan dasar negara dan cita-cita untuk membangun masyarakat Pancasila.
Sebab menurut Pak Harto, dengan membakukan Pancasila sebagai satu-satunya asas, ruang gerak kehidupan beragama di kalangan masyarakat tak akan dibatasi. Tidak ada alasan untuk mencemaskan Pancasila menjadi agama.
Dalam kaitannya dengan masalah politik, Pancasila menurut Pak Harto, melandasi semangat musyawarah untuk mencapai mufakat.
Artinya, budaya politik adu kekuatan, pembentukan kekuatan politik, pemaksaan kehendak dengan kekuatan kelompok mesti ditinggalkan. Kebijakan politik yang dilaksanakan Pak Harto selama 32 tahun memerintah adalah untuk menumbuhkan dan mengembangkan budaya politik kekeluargaan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. ►mti/sp
Pemilihan Umum
Dalam pandangan Pak Harto, pemilihan umum merupakan
barometer kemampuan bangsa di dalam menyalurkan aspirasi rakyat secara demokratis dan realistis. Bagaimana pun, Pemilu bukanlah alat untuk merusak sendi-sendi demokrasi dan tidak menyebabkan rakyat menderita.
Tujuannya, menciptakan stabilitas politik, demokrasi yang sehat, sehingga harus dilaksanakan dengan tertib, jujur, dan dengan penuh kesadaran.
Pak Harto yang dikukuhkan MPRS sebagai Presiden RI Kedua, Maret 1968, menyelenggarakan Pemilu tahun 1971, Pemilu kedua setelah absen selama 15 tahun. Di dalam Pemilu tersebut, Golkar yang menghimpun 200 organisasi karya, memperoleh 227 kursi, NU 58 kursi, Parmusi 24 kursi, PNI 20 kursi. Sedangkan Parkindo, Partai Katolik dan Partai Murba mendapat sisa dari seluruh 360 kursi yang diperebutkan sembilan Parpol dan Golkar. ABRI mendapat alokasi 100 kursi di luar Pemilu, sehingga keseluruhan kursi DPR menjadi 460.
Sebelum memasuki Pemilu 1977, pemerintahan Pak Harto melakukan pembenahan partai-partai politik lewat UU Parpol. Sembilan partai pada Pemilu 1971, menyusut menjadi hanya tiga kekuatan politik—PPP, PDI dan Golkar. PPP merupakan fusi dari partai-partai Islam, sedangkan PDI fusi dari partai-partai nasionalis dan agama non-Islam. Pemilu 1977 diikuti oleh PPP, PDI dan Golkar.
Maka sejak itu, sampai Pemilu 1997, hanya tiga kekuatan politik tersebut yang berhak mengikuti Pemilu. Dalam Pemilu lima tahunan, Golkar selalu unggul sebagai peraih kursi terbanyak, dan ABRI tetap mendapat jatah 100 kursi, kecuali di dalam DPR hasil Pemilu 1997, tinggal 75 kursi.
Setelah Pak Harto meletakkan jabatan 21 Mei 1998, pemerintahan Presiden B.J. Habibie menyelenggarakan Pemilu tahun 1999. Indonesia kembali menganut demokrasi multi partai. Partai-partai politik tumbuh bagaikan jamur di musim hujan. Demikian juga pada Pemilu legislatif tahun 2004 di bawah pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri.
Namun ada perubahan penting di dalam sistem politik Indonesia, Presiden dan Wakil Presiden hanya boleh menjabat dua kali masa jabatan. Dan perubahan paling spektakuler, Presiden dan Wakil presiden dipilih langsung oleh rakyat. Sedangkan pada era pemerintahan Pak Harto, Pak Habibie dan Gus Dur, MPR-lah yang berhak mengangkat dan memberhentikan keduanya. ►mti/sh, diolah dari berbagai sumber.
Assalamu Alaikum wr-wb, perkenalkan nama saya ibu Rosnida zainab asal Kalimantan Timur, saya ingin mempublikasikan KISAH KESUKSESAN saya menjadi seorang PNS. saya ingin berbagi kesuksesan keseluruh pegawai honorer di instansi pemerintahan manapun, saya mengabdikan diri sebagai guru disebuah desa terpencil, dan disini daerah tempat saya mengajar hanya dialiri listrik tenaga surya, saya melakukan ini demi kepentingan anak murid saya yang ingin menggapai cita-cita, Sudah 9 tahun saya jadi tenaga honor belum diangkat jadi PNS Bahkan saya sudah 4 kali mengikuti ujian, dan membayar 70 jt namun hailnya nol uang pun tidak kembali, bahkan saya sempat putus asah, pada suatu hari sekolah tempat saya mengajar mendapat tamu istimewa dari salah seorang pejabat tinggi dari kantor BKN pusat karena saya sendiri mendapat penghargaan pengawai honorer teladan, disinilah awal perkenalan saya dengan beliau, dan secara kebetulan beliau menitipkan nomor hp pribadinya dan 3 bln kemudian saya pun coba menghubungi beliau dan beliau menyuruh saya mengirim berkas saya melalui email, Satu minggu kemudian saya sudah ada panggilan ke jakarta untuk ujian, alhamdulillah berkat bantuan beliau saya pun bisa lulus dan SK saya akhirnya bisa keluar,dan saya sangat berterimah kasih ke pada beliau dan sudah mau membantu saya, itu adalah kisah nyata dari saya, jika anda ingin seperti saya, anda bisa Hubungi Bpk Drs Tauhid SH Msi No Hp 0853-1144-2258. siapa tau beliau masih bisa membantu anda, Wassalamu Alaikum Wr Wr ..
ReplyDelete