PKN 2: HAM

Hak asasi manusia adalah hak-hak yang telah dipunyai seseorang sejak ia dalam kandungan dan merupakan pemberian dari Tuhan.HAM Berlaku secara universal. Dasar-dasar HAM tertuang dalam deklarasi kemerdekaan Amerika Serikat (Declaration of Independence of USA) dan tercantum dalam UUD 1945 Republik Indonesia, seperti pada pasal 27 ayat 1, pasal 28, pasal 29 ayat 2, pasal 30 ayat 1, dan pasal 31 ayat 1

Contoh hak asasi manusia (HAM):

  • Hak untuk hidup.
  • Hak untuk memperoleh pendidikan.
  • Hak untuk hidup bersama-sama seperti orang lain.
  • Hak untuk mendapatkan perlakuan yang sama.
  • Hak untuk mendapatkan pekerjaan.

· Pengertian, Macam dan Jenis Hak Asasi Manusia / HAM yang Berlaku Umum Global - Pelajaran Ilmu PPKN / PMP Indonesia

· Thu, 13/07/2006 - 12:17pm — godam64

· Pengertian dan Definisi HAM :

· HAM / Hak Asasi Manusia adalah hak yang melekat pada diri setiap manusia sejak awal dilahirkan yang berlaku seumur hidup dan tidak dapat diganggu gugat siapa pun. Sebagai warga negara yang baik kita mesti menjunjung tinggi nilai hak azasi manusia tanpa membeda-bedakan status, golongan, keturunan, jabatan, dan lain sebagainya.

· Melanggar HAM seseorang bertentangan dengan hukum yang berlaku di Indonesia. Hak asasi manusia memiliki wadah organisasi yang mengurus permasalahan seputar hak asasi manusia yaitu Komnas HAM. Kasus pelanggaran ham di Indonesia memang masih banyak yang belum terselesaikan / tuntas sehingga diharapkan perkembangan dunia ham di Indonesia dapat terwujud ke arah yang lebih baik. Salah satu tokoh ham di Indonesia adalah Munir yang tewas dibunuh di atas pesawat udara saat menuju Belanda dari Indonesia.

· Pembagian Bidang, Jenis dan Macam Hak Asasi Manusia Dunia :

· 1. Hak asasi pribadi / personal Right
- Hak kebebasan untuk bergerak, bepergian dan berpindah-pndah tempat
- Hak kebebasan mengeluarkan atau menyatakan pendapat
- Hak kebebasan memilih dan aktif di organisasi atau perkumpulan
- Hak kebebasan untuk memilih, memeluk, dan menjalankan agama dan kepercayaan yang diyakini masing-masing

· 2. Hak asasi politik / Political Right
- Hak untuk memilih dan dipilih dalam suatu pemilihan
- hak ikut serta dalam kegiatan pemerintahan
- Hak membuat dan mendirikan parpol / partai politik dan organisasi politik lainnya
- Hak untuk membuat dan mengajukan suatu usulan petisi

· 3. Hak azasi hukum / Legal Equality Right
- Hak mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan
- Hak untuk menjadi pegawai negeri sipil / pns
- Hak mendapat layanan dan perlindungan hukum

· 4. Hak azasi Ekonomi / Property Rigths
- Hak kebebasan melakukan kegiatan jual beli
- Hak kebebasan mengadakan perjanjian kontrak
- Hak kebebasan menyelenggarakan sewa-menyewa, hutang-piutang, dll
- Hak kebebasan untuk memiliki susuatu
- Hak memiliki dan mendapatkan pekerjaan yang layak

· 5. Hak Asasi Peradilan / Procedural Rights
- Hak mendapat pembelaan hukum di pengadilan
- Hak persamaan atas perlakuan penggeledahan, penangkapan, penahanan dan penyelidikan di mata hukum.

· 6. Hak asasi sosial budaya / Social Culture Right
- Hak menentukan, memilih dan mendapatkan pendidikan
- Hak mendapatkan pengajaran
- Hak untuk mengembangkan budaya yang sesuai dengan bakat dan minat

Jakarta, Kamis (13 Maret 2008)-- Identifikasi permasalahan dalam penelitian HAM sangat penting untuk menghasilkan analisa yang tajam. Untuk itu, perlu diketahui identifikasi permasalahan dalam penelitian HAM.

Muhammad Nur Rasyid, Kepala Pusat Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (Kapus Ekosob) Badan Penelitian dan Pengembangan HAM (Balitbang HAM), mengupas tiga identifikasi permasalahan penelitian HAM. Pertama adalah adanya ketidaksesuaian antara teks HAM sebagai das sollen (norma atau kaedah) dengan konteks yang ada sebagai das sain (realita).

Rasyid memberikan contoh mengenai pengaturan perwakilan perempuan dalam instrumen internasional. ”Dari 550 anggota DPR di Senayan hanya ada 20 orang perempuan saja. Berapa persenkah ini? Apa sesuai dengan instrumen tersebut,” paparnya dalam Diskusi Internal Balitbang HAM mengenai Identifikasi Permasalahan Penelitian HAM di Ruang A lantai 6 Gedung Tipikor hari ini (13/03).

Kedua, tidak adanya mekanisme perlindungan, pemenuhan atau pemajuan HAM merupakan permasalahan HAM. Misalnya, absennya mekanisme pemenuhan hak atas pendidikan dasar di pemerintah menyebabkan belum terwujudnya hak untuk mendapatkan pendidikan dasar gratis bagi masyarakat.

Ketiga, adanya hambatan-hambatan merupakan permasalahan dalam penelitian HAM. ”Hambatan-hambatan bisa berupa manusia, instrumen, atau alam seperti di Papua,” ujar Rasyid.

Jika permasalahan sudah didentifikasi, baru dirumuskan permasalahannya sesuai dengan tujuan penelitian. Setelah itu baru diketahui obyeknya, bisa berupa peraturan, orang, ataupun kondisi riil yang dihadapi. ”Namun permasalahan tidak mungkin timbul tiba-tiba jika kita tidak tahu instrumen HAM sebagai landasannya.”***

mahendra abdi:
Nama : M.Mahendra Abdi
Kelas : VI/ B
Nim : 07400083
Tugas : Hukum HAM

1.Bagaimana peraturan undang-undang yang mengatur tentang equality before the law?
Dalam Undang-undang no 39 tahun 1999 pasal 1 butir 1, memberikan pengertian Hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang WAJIB dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh Negara, Hukum, pemerintahan, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia
Dari pengertian diatas tidak diragukan lagi bahwa semua yang bersangkutan dengan HAM itu sangat dilindungi dan di junjung tinggi tidak ada satu pun yang bisa seenaknya untuk memperlakukan seseorang secara tidak adil apalagi di depan mata hukum Negara kita. Semua peraturan harus berdasarkan kemaslahatan hidup orang banyak, jangan ada ketidakadilan itu dirasakan oleh induvidu atau kelompok besar arti kata masyarakat. ada sejumlah kemajuan penting mengenai upaya bangsa ini untuk melindungi HAM. Seperti diketahui, ada sejumlah produk politik yang penting tentang HAM. Tercatat mulai dikeluarkannya TAP MPR No. XVII/1998, kemudian amandemen UUD 1945 yang secara eksplisit sudah memasukkan pasal-pasal cukup mendasar mengenai hak-hak asasi manusia, UU No, 39/1999 tentang Hak-Hak Asasi Manusia, dan UU No.26/2000 tentang Pengadilan HAM. Setelah dilakukannya amandemen dengan sendirinya UUD 1945 sebenarnya sudah dapat dijadikan dasar konstitusional untuk memperkokoh upaya-upaya peningkatan perlindungan HAM. Adanya undang-undang tentang HAM dan peradilan HAM, merupakan perangkat organik untuk menegakkan hukum dalam kerangka perlindungan HAM atau sebaliknya penegakan supremasi hukum dalam rangka perlindungan HAM. Semua ini melengkapi sejumlah konvenan PBB tentang HAM seperti tentang hak-hak perempuan, hak anak atau kovenan tentang anti diskrimnasi serta kovenan tentang anti tindakan kekejaman yang sudah diratifikasi. HAM merupakan hak dasar yang bersifat kodrati melekat pada setiap diri manusia, meskipun Negara sekalipun tidak mengatur segala peraturan yang ada tetap HAM itu harus dijaga “kesakralannya”.. yang menjadi masalah semua undang-undang apalagi UU HAM memang mengatur semua perlindungan HAM baik tersirat maupun tersurat, tetapi sering kali ini diabaikan demi sebuah “kepenting-kepenting” sesaat yang pelakunya tidak lain dan tidak bukan Manusia itu sendiri tetapi “manusia yang punya kekuasaan” banyak sudah contoh-contoh manusia tidak ada harganya seperti pemboman, pertempuran antar Negara dan sebagainya, dimana yang menjadi korban itu warga sipil yang tidak berdosa, seakan-akan nyawa itu murah sekali. Dimata hukum Indonesia juga demikian banyak kasus-kasus seperti pembunuhan terhadap seseorang dimana pelaku tidak diketahui, pelecehan, penjualan manusia, tenaga kerja yang bekerja di luar negeri yang dianiaya, sepertinya kenyataan itu mata hukum Indonesia seakan-akan tertutup “kelabu” tidak bisa berbuat apa-apa entah itu kesalahan dari siapa yang jelas realita menunjukan begitu adanya… meskipun undang-undangnya begitu detail mengatur hak asasi manusia tetap saja yang diperlukan hanyalah KESADARAN SETIAP INDIVIDU UNTUK MENGHARGAI SESAMA UMAT MANUSIA.

2.Bagaimana peraturan perundang-undangan terhadap diskriminasi?
Pada Pasal 28 I angka 2 ditetapkan bahwa setiap orang berhak bebas dari perlakuan diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan dari tindakan diskriminatif itu. Disebutkan pula dalam pada Pasal 28 I angka 4 UUD 1945 bahwa negara terutama Pemerintah bertanggung jawab untuk memberikan perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia. Selanjutnya, Pasal 1 ayat (3) UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa diskriminasi adalah setiap pembatasan, pelecehan, atau pengecualian yang langsung ataupun tidak langsung didasarkan pada pembedaan manusia atas dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, keyakinan politik, yang berakibat, pengurangan, penyimpangan atau penghapusan, pengakuan, pelaksanaan atau penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam kehidupan baik individual maupun kolektif dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya, dan aspek kehidupan lainnya.
Pelaksanaan peraturan perundang-undangan dengan penghapusan tindak diskriminasi yang telah diamanatkan sangat kurang diterapkan. Kurangnya kemauan dan komitmen dari para instansi terkait untuk menjalankan ketentuan peraturan perundangan-undangan tersebut menjadi terhambat. Ikut serta Indonesia dalam meraifikasi hukum-hukum internasional yang berkaitan tentang HAM hanya menunjukan bahwa Indonesia peduli dalam penuntasan permasalahan di mata internasional, namun dalam praktek pelaksanaanya masih sangat kurang, Selain itu, pelaksanaan dari ketentuan peraturan perundang-undangan yang ada, khususnya yang berkaitan dengan pemberian pelayanan kepada masyarakat secara tidak diskriminatif hanyalah menjadi slogan belaka. Pada tingkat pelaksanaannya, hak-hak warga negara yang seharusnya diberikan tanpa melihat posisi maupun kedudukan seseorang dalam memperoleh segala hak-haknya masih dirasakan belum memadai. Hal ini antara lain adalah peraturan perundang-undangan yang belum memberikan batasan atau indikator yang jelas dalam pemberian pelayanan maupun pemenuhan dalam pemberian perlindungan hak-haknya kepada masyarakat.

mahendra abdi:
NAMA :YENI PUSPITASARI
NIM :07400127
KELAS:6B
HUKUM DAN HAM


1. Sejauh mana Peraturan perUndang - Undangan di Indonesia menjamin hak rakyat untuk diperlakukan secara sama dihadapan hukum "Equality Before the Law"? Jelaskan disertai dasar hukumnya.
Jawab:
Merupakan hak bagi setiap orang untuk memperoleh perlakuan yang sama dalam menyelesaikan masalah hukum yang dihadapinya (equality before the law). Asas equality before the law merupakan asas yang penting dalam negara hukum, negara mengakui dan melindungi hak asasi manusia setiap individu tanpa membeda-bedakan status ataupun yang lainnya, sehingga semua orang memiliki hak untuk diperlakukan sama di hadapan hukum.Didalam hukum positif Indonesia telah diatur secara jelas dan tegas dalam berbagai peraturan perundang-undangan diantaranya:
a. Pasal 27 ayat 1UUD 1945 yang menyatakan bahwa: “segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.” Dari pasal ini ditegaskan bahwa pengakuan dan jaminan hak kesamaan semua warga negara di dalam hukum dan pemerintahan.
b. Pasal 28D ayat 1 UUD 1945 ( perubahan kedua) menyatakan bahwa: " setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum." Dari pasal ini dijelaskan bahwa setiap warga negara Indonesia berhak mendapatkan perlakuan yang sama dihadapan hukum tanpa terkecuali.
c. Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 bahwa: “ hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. ”
d. Pasal 3 ayat 2 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 bahwa: “ setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan perlakuan hukum yang adil serta mendapat kepastian hukum dan perlakuan yang sama di depan hukum.”
e. Pasal 5 ayat 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 bahwa: “setiap orang diakui sebagai manusia pribadi yang berhak menurut dan memperoleh perlakuan serta perlindungan yang sama sesuai dengan martabat kemanusiaannya di depan hukum.”
Dalam prakteknya, terutama dalam perkara pidana, walaupun tersangka atau terdakwa diberikan adanya ketentuan yang menjamin untuk mendapatkan hak, perlindungan dan perlakuan yang tanpa diskriminasi dari aparat penegak hukum, dalam kenyataannya masih sering kita jumpai adanya tersangka yang mengalami penyiksaan dari aparat penegak hukum untuk memperoleh pengakuan dari tersangka terhadap perbuatan pidana yang dituduhkan padanya. Hal ini terutama terjadi pada proses pemeriksaan pendahuluan. Banyak kejadian-kejadian yang menyimpang dari asas equality before the law atau kesetaraan dalam hukum.






2. Sejauhmana hukum di indonesia menjamin hak korban dari perlakuan diskriminasi?

Jawab:

Diskriminasi merupakan suatu bentuk ketidakadilan di berbagai bidang yang secara tegas dilarang berdasarkan UUD 1945. Penegakan hukum melawan perlakuan diskriminatif yang lahir akibat adanya perbedaan-perbedaan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia perlu ditindaklanjuti dengan arah kebijakan yang mendorong jaminan perlindungan negara terhadap pelaksanaan hak-hak dasar masyarakat. Keberpihakan negara terhadap pelaksanaan hak asasi manusia perlu diwujudkan dalam kerangka peraturan perundang-undangan yang secara jelas dan tegas melarang praktik-praktik perlakuan
diskriminatif dan pelanggaran HAM, dan untuk selanjutnya dilaksanakan upaya penegakan hukum secara konsisten. Pengetahuan dasar dan konsep pemahaman HAM sangat penting sebagai dasar penegakan HAM dalam praktik kehidupan sehari-hari dalam berbangsa dan bernegara baik untuk setiap individu masyarakat maupun aparat Pemerintah dalam menjalankan tugasnya masingmasing. Pasal 28H ayat (2) UUD 1945 menyatakanb ahwa "Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan".

Dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM pasal 1 butir 3, “ diskriminasi adalah setiap pembatasan, pelecehan atau pengucilan yang langsung ataupun tak langsung didasarkan pada pembedaan manusia atas dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, keyakinan politik, yang berakibat pengurangan, penyimpangan atau penghapusan pengakuan, pelaksanaan atau penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam kehidupan baik individual maupun kolektif dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya dan aspek kehidupan lainnya.” Penghapusan diskriminasi dalam berbagai bentuk diarahkan pada kebijakan untuk mewujudkan pelayanan publi di bidang hokum yang konsisten, adil dan tidak diskriminatif dengan langkah-langkah:
a. Meningkatkan upaya penghapusan segala bentuk diskriminasi sebagai bagian dari Pemajuan hak asasi manusia, baik dalam bentuk perundang-undangan maupun Implementasinya serta penguatan kapasitas penegak hukum dan masyarakat terhadap Pelaksanaan peraturan perundang-undang dan bidang hak asasi manusia;
b. Menyelenggarakan pelayanan publik di bidang hokum yang transparan memenuhi rasa keadilan dan tidak diskriminatif;
c. Meningkatkan kualitas pemberian bantuan hukum kepada warga masyarakat kurang mampu dalam proses peradilan serta memperkuat masyarakat terhadap akses keadilan.

mahendra abdi:
Kutip dari: mahendra abdi pada Maret 30, 2010, 08:49:51 GMT+5

Nama : M.Mahendra Abdi
Kelas : VI/ B
Nim : 07400083
Tugas : Hukum HAM

1.Bagaimana peraturan undang-undang yang mengatur tentang equality before the law?
Dalam Undang-undang no 39 tahun 1999 pasal 1 butir 1, memberikan pengertian Hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang WAJIB dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh Negara, Hukum, pemerintahan, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia
Dari pengertian diatas tidak diragukan lagi bahwa semua yang bersangkutan dengan HAM itu sangat dilindungi dan di junjung tinggi tidak ada satu pun yang bisa seenaknya untuk memperlakukan seseorang secara tidak adil apalagi di depan mata hukum Negara kita. Semua peraturan harus berdasarkan kemaslahatan hidup orang banyak, jangan ada ketidakadilan itu dirasakan oleh induvidu atau kelompok besar arti kata masyarakat. ada sejumlah kemajuan penting mengenai upaya bangsa ini untuk melindungi HAM. Seperti diketahui, ada sejumlah produk politik yang penting tentang HAM. Tercatat mulai dikeluarkannya TAP MPR No. XVII/1998, kemudian amandemen UUD 1945 yang secara eksplisit sudah memasukkan pasal-pasal cukup mendasar mengenai hak-hak asasi manusia, UU No, 39/1999 tentang Hak-Hak Asasi Manusia, dan UU No.26/2000 tentang Pengadilan HAM. Setelah dilakukannya amandemen dengan sendirinya UUD 1945 sebenarnya sudah dapat dijadikan dasar konstitusional untuk memperkokoh upaya-upaya peningkatan perlindungan HAM. Adanya undang-undang tentang HAM dan peradilan HAM, merupakan perangkat organik untuk menegakkan hukum dalam kerangka perlindungan HAM atau sebaliknya penegakan supremasi hukum dalam rangka perlindungan HAM. Semua ini melengkapi sejumlah konvenan PBB tentang HAM seperti tentang hak-hak perempuan, hak anak atau kovenan tentang anti diskrimnasi serta kovenan tentang anti tindakan kekejaman yang sudah diratifikasi. HAM merupakan hak dasar yang bersifat kodrati melekat pada setiap diri manusia, meskipun Negara sekalipun tidak mengatur segala peraturan yang ada tetap HAM itu harus dijaga “kesakralannya”.. yang menjadi masalah semua undang-undang apalagi UU HAM memang mengatur semua perlindungan HAM baik tersirat maupun tersurat, tetapi sering kali ini diabaikan demi sebuah “kepenting-kepenting” sesaat yang pelakunya tidak lain dan tidak bukan Manusia itu sendiri tetapi “manusia yang punya kekuasaan” banyak sudah contoh-contoh manusia tidak ada harganya seperti pemboman, pertempuran antar Negara dan sebagainya, dimana yang menjadi korban itu warga sipil yang tidak berdosa, seakan-akan nyawa itu murah sekali. Dimata hukum Indonesia juga demikian banyak kasus-kasus seperti pembunuhan terhadap seseorang dimana pelaku tidak diketahui, pelecehan, penjualan manusia, tenaga kerja yang bekerja di luar negeri yang dianiaya, sepertinya kenyataan itu mata hukum Indonesia seakan-akan tertutup “kelabu” tidak bisa berbuat apa-apa entah itu kesalahan dari siapa yang jelas realita menunjukan begitu adanya… meskipun undang-undangnya begitu detail mengatur hak asasi manusia tetap saja yang diperlukan hanyalah KESADARAN SETIAP INDIVIDU UNTUK MENGHARGAI SESAMA UMAT MANUSIA.

2.Bagaimana peraturan perundang-undangan terhadap diskriminasi?
Pada Pasal 28 I angka 2 ditetapkan bahwa setiap orang berhak bebas dari perlakuan diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan dari tindakan diskriminatif itu. Disebutkan pula dalam pada Pasal 28 I angka 4 UUD 1945 bahwa negara terutama Pemerintah bertanggung jawab untuk memberikan perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia. Selanjutnya, Pasal 1 ayat (3) UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa diskriminasi adalah setiap pembatasan, pelecehan, atau pengecualian yang langsung ataupun tidak langsung didasarkan pada pembedaan manusia atas dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, keyakinan politik, yang berakibat, pengurangan, penyimpangan atau penghapusan, pengakuan, pelaksanaan atau penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam kehidupan baik individual maupun kolektif dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya, dan aspek kehidupan lainnya.
Pelaksanaan peraturan perundang-undangan dengan penghapusan tindak diskriminasi yang telah diamanatkan sangat kurang diterapkan. Kurangnya kemauan dan komitmen dari para instansi terkait untuk menjalankan ketentuan peraturan perundangan-undangan tersebut menjadi terhambat. Ikut serta Indonesia dalam meraifikasi hukum-hukum internasional yang berkaitan tentang HAM hanya menunjukan bahwa Indonesia peduli dalam penuntasan permasalahan di mata internasional, namun dalam praktek pelaksanaanya masih sangat kurang, Selain itu, pelaksanaan dari ketentuan peraturan perundang-undangan yang ada, khususnya yang berkaitan dengan pemberian pelayanan kepada masyarakat secara tidak diskriminatif hanyalah menjadi slogan belaka. Pada tingkat pelaksanaannya, hak-hak warga negara yang seharusnya diberikan tanpa melihat posisi maupun kedudukan seseorang dalam memperoleh segala hak-haknya masih dirasakan belum memadai. Hal ini antara lain adalah peraturan perundang-undangan yang belum memberikan batasan atau indikator yang jelas dalam pemberian pelayanan maupun pemenuhan dalam pemberian perlindungan hak-haknya kepada masyarakat.



mahendra abdi:
Nama : Novi Febriani Noor Erliati
Nim : 07400123
kelas : VI-B

1. Sejauhmana Peraturan Perundang-undangan Indonesia Mengatur Tentang Persamaan Hak Dihadapan Hukum dan Pemerintah

Dalam negara hukum, negara mengakui dan melindungi hak asasi manusia setiap individu tanpa membedakan latar belakangnya, sehingga semua orang memiliki hak untuk diperlakukan sama di hadapan hukum (equality before the law).
Hak Asasi Manusia: “Setiap orang dilahirkan bebas dengan harkat dan martabat manusia yang sama dan sederajat serta dikaruniai akal dan hati nurani untuk hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dalam semangat persaudara-an.
Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan perlakuan hukum yang adil serta mendapat kepastian hukum dan perlakuan yang sama di depan hukum. Setiap orang berhak atas perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia, tanpa diskriminasi” (Pasal 3, Undang-undang No. 39/1999 tentang HAM).
“Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun dan oleh siapa pun” (Pasal 4, Undang-undang No. 39/1999 tentang HAM).
“Tidak seorang pun boleh diperbudak atau diperhamba. Perbudakan atau perhambaan, pedagangan budak, perdagangan wanita, dan segala perbuatan berupa apapun yang tujuannya serupa, dilarang” (Pasal 20, Undang-undang No. 39/1999 tentang HAM).
“Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari kegiatan eksploitasi dan pelecehan seksual, penculikan, perdagangan anak, serta dari berbagai bentuk penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya” (Pasal 65, Undang-undang No. 39/1999 tentang HAM).
“Pemerintah wajib dan bertanggung jawab menghormati, melindungi, menegakkan, dan memajukan hak asasi manusia yang diatur dalam undang-undang ini, peraturan perundangan lain, dan hukum internasional tentang hak asasi manusia yang diterima oleh negara Republik Indonesia. Kewajiban dan tanggung jawab Pemerintah tersebut meliputi langkah implementasi yang efektif dalam bidang hukum, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan keamanan negara, dan bidang lain” (Pasal 71 dan 72, Undang-undang No. 39/1999 tentang HAM).

.
2. Sejauhmana Peraturan Perundang-undangan Indonesia menjamin hak korban dari perlakuan diskriminasi

Diskriminasi merupakan suatu bentuk ketidakadilan di berbagai bidang yang secara tegas dilarang berdasarkan UUD 1945. Penegakan hukum melawan perlakuan diskriminatif yang lahir akibat adanya perbedaan-perbedaan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia perlu ditindaklanjuti dengan arah kebijakan yang mendorong jaminan perlindungan negara terhadap pelaksanaan hakhak dasar masyarakat. Keberpihakan negara terhadap pelaksanaan hak asasi manusia perlu diwujudkan dalam kerangka peraturan perundang-undangan yang secara jelas dan tegas melarang praktik-praktik perlakuan diskriminatif dan pelanggaran HAM, dan untuk selanjutnya dilaksanakan upaya penegakan hukum secara konsisten. Pengetahuan dasar dan konsep pemahaman HAM sangat penting sebagai dasar penegakan HAM dalam praktik kehidupan sehari-hari dalam berbangsa dan bernegara baik untuk setiap individu masyarakat maupun aparat Pemerintah dalam menjalankan tugasnya masingmasing.
Selama kurun waktu mulai dari bulan Juni 2004 sampai dengan bulan Juni 2009, telah tersusun sejumlah peraturan perundang-undangan yang berupaya mengeliminasi praktik-praktik diskriminasi dan pelanggaran HAM di berbagai bidang. Namun, perlu diakui bahwa ketersediaan peraturan perundang-undangan belum dilakukan seiring dengan upaya sinkronisasi. Hal ini terlihat dari adanya peraturan perundang-undangan yang bertentangan dengan pelaksanaan hak-hak dasar masyarakat yang telah diatur sebelumnya, terutama dalam pelaksanaan otonomi daerah.
Pembentukan peraturan daerah di beberapa tempat masih belum sejalan dengan konsep jaminan perlindungan HAM yang seharusnya diberikan oleh Pemerintah. Dalam upaya melengkapi perangkat aturan yang menjamin perlindungan HAM, Pemerintah juga telah melakukan kebijakan untuk meratifikasi beberapa konvensi internasional di bidang HAM, dengan kewajiban untuk melaksanakan dan mengintegrasikan ketentuan-ketentuan internasional ke dalam peraturan perundang-undangan nasional.
Namun, sebagaimana diketahui bahwa persoalan tumpang tindih peraturan perundang-undangan nasional juga sangat berpengaruh kepada proses pengintegrasian tersebut sehingga proses tersebut juga menjadi terhambat. Dalam rangka upaya penegakan HAM, Pemerintah Indonesia masih dihadapkan kepada kasus-kasus HAM yang proses hukumnya masih belum terselesaikan. Adanya perbedaan persepsi antara masyarakat terutama korban dan penyelenggara negara masih menjadi persoalan mendasar, yang di dalamnya kebijakan di bidang HAM belum dapat ditindaklanjuti oleh aparat pelaksana di lapangan.
Beberapa kasus pelanggaran HAM dan perlakuan diskriminatif masih banyak yang belum dapat diselesaikan karena masih minimnya pengetahuan dan pemahaman dari aparat penegak hokum mengenai bentuk-bentuk pelanggaran HAM dan perlakuan diskriminatif. Selain itu, belum adanya penguatan masyarakat terutama dengan informasi-informasi yang memadai dalam rangka
menimbulkan awareness/kesadaran terhadap hak-haknya baik sebagai individu maupun warganegara sehingga masyarakat masih tetap saja mengalami berbagai bentuk diskriminasi dan pelanggaran terhadap hak-hak dasar mereka. Pemerintah dalam hal ini mempunyai peranan penting dalam memberikan informasi-informasi yang lengkap mengenai hak-hak dasar baik dalam penyelenggaraan Pemerintahan, antara lain, pelayanan publik, maupun perolehan hak-hak masyarakat sebagai individu di sektor-sektor lainnya


mahendra abdi:
Nama : Reza fauzi
Nim : 07400074
kelas : VI-B

1. Sejauhmana Peraturan Perundang-undangan Indonesia Mengatur Tentang Persamaan Hak Dihadapan Hukum dan Pemerintah
Di dalam negara hukum kekuasaan tidak didasarkan pada kekuasaan semata-mata, tetapi kekuasaan dibatasi atau didasarkan pada hukum “rule of law” (mien Rukmini, Perlindungan Ham melalui asas Praduga Tidak Bersalah dan Persamaan kedudukan dalam Hukum pada sistem Peradilan Pidana indonesia)
Ada beberapa ahli hukum coba merumuskan unsur-unsur yang harus dipenuhi oleh suatu negara hukum. Scheltema misalnya merumuskan unsur-unsur dari suatu negara hukum
adalah: (1) kepastian hukum, (2) persamaan, (3) demokrasi.
Philipus M. Hadjon mengemukakan ciri-ciri dari negara hukum adalah: (1) adanya UUD atau konstitusi yang memuat ketentuan tertulis tentang hubungan antara penguasa dan rakyat, (2) adanya pembagian kekuasaan negara, (3) diakui dan dilindunginya hak-hak kebebasan rakyat. Dari unsur- unsur di atas terlihat bahwa tujuan utama dari negara hukum adalah pengakuan dan perlindungan terhadap HAM yang bertumpu pada prinsip kebebasan dan persamaan. Dengan kata lain negara harus menjunjung tinggi hak asasi manusia, menjamin segala hak warga negara untuk mendapatkan persamaan kedudukan di dalam hukum dan pemerintahan.
UUD 1945 secara tegas telah memberikan jaminan bahwa “segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”. (Pasal 27 ayat (1). Pasal ini memberikan makna bahwa setiap warga negara tanpa harus melihat apakah dia penduduk asli atau bukan, berasal dari golongan terdidik atau rakyat jelata yang buta huruf, golongan menengah ke atas atau kaum papa yang bergumul dengan kemiskinan harus dilayani sama di depan hukum.
Sementara yang dimaksudkan dengan kedudukan yang sama dalam hukum, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 menurut Solly Lubis meliputi baik bidang
hukum privat maupun hukum publik, dengan demikian setiap warga Negara mempunyai hak untuk mendapatkan perlindungan cabang-cabang hukum publik lainnya, seperti
hukum tata negara, hukum tata pemerintahan, hukum acara pidana/perdata dan sebagainya (mien Rukmini, Perlindungan Ham melalui asas praduga tidak bersalah dan asas persamaan kedudukan dalam hukum.



2. Sejauhmana Peraturan Perundang-undangan Indonesia menjamin hak korban dari perlakuan diskriminasi
Penghapusan diskriminasi dalam berbagai bentuk dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, walaupun belum tuntas tetapi menunjukan kemajuan yang menggembirakan, baik pada konteks peraturan perundang-undangan maupun pada tataran operasionalnya. Kemajuan upaya penghapusan diskriminasi rasial dalam peraturan perundang-undangan ditandai dengan semakin berkurangnya jumlah peraturan yang ditengarai mengandung substansi yang bersifat diskriminatif. Sementara itu ratifikasi berbagai konvensi internasional telah dilakukan dan oleh karenanya telah terintegrasi ke dalam sistem hukum nasional. Salah satunya adalah dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1999 yang merupakan ratifikasi Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial.
Upaya penghapusan segala bentuk diskriminasi membutuhkan waktu yang lama dan harus dilakukan melalui penataan kembali kelembagaan, sumber daya manusia aparatur negara, ketatalaksanaan dan pengawasan. Tantangan terbesar adalah melakukan perubahan pola pikir (mind-set) dari para penyelenggara negara, dari 'penguasa; menjadi 'pelayan' masyarakat, yang hanya dapat dilakukan dengan komitmen yang kuat. Selain itu belum pulihnya kepercayaan masyarakat terhadap kinerja aparat pemerintah yang selama ini dipandang bersikap diskriminatif dalam menyelenggarakan pelayanan publik merupakan tantangan lain yang memerlukan penanganan terus menerus dan konsisten dalam mendukung upaya penghapusan segala bentuk diskriminasi sehingga keadilan sosial dapat diwujudkan.

A. Hak Asasi Manusia menempati Bidang Kemungkinan emansipatoris

Hegemony as resource allocation . Hegemoni sebagai alokasi sumber daya. The claim here is that this institutional and political hegemony makes other valuable, often more valuable, emancipatory strategies less available. Klaim di sini adalah bahwa ini dan politik hegemoni kelembagaan membuat berharga lainnya, seringkali lebih berharga, strategi emansipatoris kurang tersedia. This argument is stronger, of course, when one can say something about what those alternatives are—or might be. Argumen ini lebih kuat, tentu saja, ketika seseorang dapat mengatakan sesuatu tentang apa yang mereka alternatif-atau mungkin. But there may be something to the claim that human rights has so dominated the imaginative space of emancipation that alternatives can now only be thought, perhaps unhelpfully, as negations of what human rights asserts—passion to its reason, local to its global, etc. As a dominant and fashionable vocabulary for thinking about emancipation, human rights crowds out other ways of understanding harm and recompense. Tapi mungkin ada sesuatu dengan klaim bahwa hak asasi manusia telah begitu mendominasi ruang imajinatif emansipasi bahwa alternatif sekarang hanya bisa berpikir, mungkin unhelpfully, sebagai negations dari apa hak asasi manusia menegaskan-gairah untuk alasan tersebut, lokal ke global, dll Sebagai kosakata dominan dan modis untuk memikirkan emansipasi, hak asasi manusia banyak cara lain untuk memahami bahaya dan membalaskan. This is easiest to see when human rights attracts institutional energy and resources that would otherwise flow elsewhere. Hal ini paling mudah untuk melihat kapan hak asasi manusia menarik energi kelembagaan dan sumber daya yang lain akan mengalir di tempat lain. But this is not only a matter of scarce resources. Tapi ini bukan hanya soal sumber daya yang langka.

Hegemony as criticism . Hegemoni sebagai kritik. Human rights also occupies the field by implicit or explicit delegitimation of other emancipatory strategies. Hak asasi manusia juga menempati lapangan dengan implisit maupun eksplisit delegitimation strategi emansipatoris lainnya. As an increasingly dominant emancipatory vocabulary, human rights is also a mode of criticism, among people of good will and against people of good will, when pursuing projects that, by comparison, can seem “too” ideological and political, insufficiently universal, objective, and so on. Sebagai emansipatoris kosakata semakin dominan, hak asasi manusia juga merupakan modus kritik, antara orang-orang yang akan baik dan terhadap orang-orang akan baik, ketika mengejar proyek-proyek yang, sebagai perbandingan, dapat tampak "terlalu" ideologis dan politik, kurang universal, objektif, dan sebagainya. Where this is so, pursuing a human rights initiative or promoting the use of human rights vocabulary may have fully untended negative consequences for other existing emancipatory projects. Dimana ini begitu, mengejar inisiatif hak asasi manusia atau mempromosikan penggunaan kosakata hak asasi manusia mungkin memiliki konsekuensi negatif untended sepenuhnya untuk proyek-proyek emansipatoris yang ada. Of course this takes us directly to a comparative analysis—how do we compare the gains and losses of human rights to the (potential) gains and losses of these other vocabularies and projects? Tentu saja hal ini membawa kita langsung ke-analisis komparatif bagaimana kita membandingkan keuntungan dan kerugian dari hak asasi manusia kepada (potensi) keuntungan dan kerugian dari kosa kata lain dan proyek?

Hegemony as distortion . Hegemoni sebagai distorsi. To the extent emancipatory projects must be expressed in the vocabulary of “rights” to be heard, good policies that are not framed that way go unattended. Sejauh projects emansipatoris harus dinyatakan dalam kosakata dari "hak" untuk didengarkan, kebijakan yang baik yang tidak dibingkai dengan cara pergi tanpa pengawasan. This also distorts the way projects are imagined and framed for international consideration. Ini juga mendistorsi cara proyek tersebut membayangkan dan dibingkai untuk dipertimbangkan internasional. For example, it is often asserted that the international human rights movement makes an end run around local institutions and strategies that would often be better—ethically, politically, philosophically, aesthetically. Misalnya, sering menegaskan bahwa gerakan hak asasi manusia internasional membuat akhir berlari-lari di lembaga-lembaga lokal dan strategi yang sering akan lebih baik-secara etis, politis, filosofis, estetika. Resources and legitimacy are drawn to the center from the periphery. Sumber daya dan legitimasi ditarik ke pusat dari pinggiran. A “universal” idea of what counts as a problem and a solution snuffs out all sorts of promising local political and social initiatives to contest local conditions in other terms. Sebuah "universal" gagasan apa yang dianggap sebagai masalah dan solusi snuffs keluar segala macam menjanjikan inisiatif politik dan sosial lokal untuk kontes kondisi lokal dalam hal lainnya. But there are other lost vocabularies that are equally global—vocabularies of duty, of responsibility, of collective commitment. Tapi ada kosakata kehilangan lainnya yang sama-sama global-kosakata tugas, tanggung jawab, dari komitmen kolektif. Encouraging people concerned about environmental harm to rethink their concerns as a human rights violation will have bad consequences if it would have turned out to be more animating, for example, to say there is a duty to work for the environment, rather than a right to a clean environment. Mendorong konsekuensi buruk orang tentang peduli lingkungan merugikan memikirkan kembali untuk mereka keprihatinan hak asasi manusia sebagai pelanggaran memiliki kehendak jika itu akan berubah menjadi lebih menjiwai, misalnya, untuk mengatakan bahwa ada kewajiban untuk bekerja untuk lingkungan, bukan hak untuk lingkungan yang bersih.

The “right to development” is a classic—and well known—example. "Hak untuk pembangunan" adalah-klasik dan terkenal-contoh. Once concerns about global poverty are raised in these terms, energy and resources are drawn to developing a literature and an institutional practice at the international level of a particular sort. Setelah keprihatinan tentang kemiskinan global yang diangkat dalam istilah-istilah, energi dan sumber daya tertarik untuk mengembangkan sastra dan praktik kelembagaan di tingkat internasional semacam khusus. Efforts that cannot be articulated Upaya yang tidak dapat diartikulasikan


*** Top of Page 109 *** *** Top of 109 Page ***

in these terms seem less legitimate, less practical, less worth the effort. dalam istilah-istilah ini tampaknya kurang sah, kurang praktis, kurang layak usaha. Increasingly, people of good will concerned about poverty are drawn into debate about a series of ultimately impossible legal quandaries—right of whom, against whom, remediable how, and so on—and into institutional projects of codification and reporting familiar from other human rights efforts, without evaluating how these might compare with other uses for this talent and these resources. Semakin, orang akan baik prihatin tentang kemiskinan terseret ke dalam perdebatan tentang serangkaian akhirnya mungkin hukum quandaries-kanan siapa, terhadap siapa, dpt diperbaiki bagaimana, dan seterusnya-dan dalam proyek-proyek kelembagaan kodifikasi dan pelaporan akrab dari hak asasi manusia lainnya upaya tanpa mengevaluasi bagaimana mungkin membandingkan dengan penggunaan lain untuk bakat dan sumber daya tersebut. Meanwhile, efforts that human rights does not criticize are strengthened. Sementara itu, upaya yang hak asasi manusia tidak mengkritik diperkuat. International economic policy affecting global poverty is taken over by neo-liberal players who do not see development as a special problem. kebijakan ekonomi internasional yang mempengaruhi kemiskinan global diambil alih oleh pemain neo-liberal yang tidak melihat perkembangan sebagai masalah khusus.

B. Human Rights Views the Problem and the Solution Too Narrowly Hak Asasi Manusia B. Tampilan Masalah dan Solusi yang terlalu sempit

Narrow in many ways . Persempit dalam banyak hal. People have made many different claims about the narrowness of human rights. Orang-orang telah membuat berbagai klaim tentang sempitnya hak asasi manusia. Here are some: the human rights Berikut adalah beberapa: hak asasi manusia movement foregrouowers and felt entitlements of private actors. gerakan foregrouowers dan merasa hak pelaku swasta. Human rights implicitly legitimates ills and delegitimates remedies in the domain of private law and nonstate action. hak asasi manusia secara implisit melegitimasi delegitimates penyakit dan obat dalam domain hukum swasta dan nonstate tindakan.

Insulating the economy . Isolasi ekonomi. Putting these narrowings together often means defining problems and solutions in ways not likely to change the economy. Puting Tiang ini bersama-sama sering berarti mendefinisikan masalah dan solusi dengan cara-cara tidak mungkin untuk mengubah ekonomi. Human rights foregrounds problems of participation and procedure , at the expense of distribution, implicitly legitimating the existing distributions of wealth, status and power in societies once rights have been legislated, formal participation in government achieved, and institutional remedies for violations provided. masalah hak asasi manusia foregrounds partisipasi dan prosedur, dengan mengorbankan distribusi, secara implisit legitimasi distribusi yang ada kekayaan, status dan kekuasaan dalam masyarakat sekali hak telah undangkan, partisipasi formal di pemerintahan dicapai, dan solusi kelembagaan untuk pelanggaran yang diberikan. However useful saying “that's my right” is in extracting things from the state, it is not good for extracting things from the economy, unless you are a property holder. Namun mengatakan berguna "itu benar saya" adalah dalam mengeluarkan sesuatu dari negara, itu tidak baik untuk mengekstraksi hal-hal dari ekonomi, kecuali Anda adalah pemegang properti. Indeed, a practice of rights claims against the state may actively weaken the capacity of people to challenge economic arrangements. Memang, praktek klaim hak terhadap negara secara aktif dapat melemahkan kemampuan orang untuk tantangan pengaturan ekonomi.

Whether progressive efforts to challenge economic arrangements are weakened by the overwhelming strength of the “right to property” in the human rights vocabulary, or by the channeling of emancipatory energy and imagination into the modes of institutional and rhetorical interaction that are described as “public,” the imbalance between civil/political and social/economic rights is neither an accident of politics nor a matter that could be remedied by more intensive commitment. Apakah upaya progresif untuk menantang pengaturan ekonomi lemah oleh kekuatan yang luar biasa dari "hak milik" dalam kosakata hak asasi manusia, atau dengan penyaluran energi emansipatoris dan imajinasi ke dalam mode dan retoris interaksi kelembagaan yang digambarkan sebagai "publik, "ketidakseimbangan antara / politik dan sosial / ekonomi hak-hak sipil bukan kecelakaan politik atau masalah yang dapat diatasi dengan komitmen yang lebih intensif. It is structural, to the philosophy of human rights, to the conditions of political possibility that make human rights an emancipatory strategy in the first place, to the institutional Hal ini struktural, dengan filosofi hak asasi manusia, dengan kondisi politik yang kemungkinan membuat hak asasi manusia strategi emansipatoris di tempat pertama, untuk kelembagaan


*** Top of Page 110 *** *** Top of Page 110 ***

character of the movement, or to the ideology of its participants and supporters. karakter gerakan, atau ideologi dan pendukung peserta.

Foregrounding form . Pelatardepanan formulir. The strong attachment of the human rights movement to the legal formalization of rights and the establishment of legal machinery for their implementation makes the achievement of these forms an end in itself. Lampiran yang kuat dari gerakan hak asasi manusia kepada formalisasi hukum hak dan pembentukan mesin hukum untuk implementasi mereka membuat bentuk-bentuk pencapaian tujuan itu sendiri. Elites in a political system—international, national—which has adopted the rules and set up the institutions will often themselves have the impression and insist persuasively to others that they have addressed the problem of violations with an elaborate, internationally respected and “state of the art” response. Elit dalam sistem politik-internasional, nasional-yang menggunakan aturan dan membentuk lembaga-lembaga sering akan diri mereka memiliki kesan dan bersikeras meyakinkan kepada orang lain bahwa mereka telah membahas masalah pelanggaran dengan, rumit internasional dihormati dan "keadaan seni "respons. This is analogous to the way in which holding elections can come to substitute for popular engagement in the political process. Hal ini analog dengan cara memegang pemilihan dapat datang ke pengganti populer keterlibatan dalam proses politik. These are the traditional problems of form: form can hamper peaceful adjustment and necessary change, can be over or underinclusive. Ini adalah masalah tradisional bentuk: bentuk dapat menghambat penyesuaian damai dan perubahan yang diperlukan, dapat lebih atau underinclusive. Is the right to vote a floor—or can it become a ceiling? Adalah hak untuk memilih lantai-atau dapat itu menjadi langit-langit? The human rights movement ties its own hands on progressive development. Ikatan Gerakan hak asasi manusia tangan sendiri pembangunan progresif.

Backgrounding the background . Pelatarbelakangan latar belakang. The effects of a wide array of laws that do not explicitly condone violations but nevertheless affect the incidence of violation in a society are left unattended. Efek dari beragam hukum yang tidak secara eksplisit memaafkan pelanggaran namun demikian mempengaruhi kejadian pelanggaran di masyarakat yang ditinggalkan. As a result, these background laws—which may well be more important in generating the harm than an absence of rights and remedies for victims—are left with clean hands. Akibatnya, ini latar belakang hukum-yang baik mungkin lebih penting dalam menghasilkan kerugian dari tidak adanya hak dan upaya hukum untuk korban-kiri dengan tangan yang bersih. Moreover, to maintain the claim to universality and neutrality, the human rights movement practices a systematic lack of attention to background sociological and political conditions that will determine the meaning a right has in particular contexts, rendering the evenhanded pursuit of “rights” vulnerable to all sorts of distorted, and distinctly non-neutral outcomes. Selain itu, untuk mempertahankan klaim kepada universalitas dan netralitas, gerakan praktik hak asasi manusia yang sistematis kurangnya perhatian terhadap latar belakang dan kondisi sosiologis politik yang akan menentukan hak makna memiliki dalam konteks tertentu, rendering mengejar evenhanded dari "hak" rentan terhadap semua macam menyimpang, dan jelas-hasil non netral.

Even very broad social movements of emancipation—for women, for minorities of various sorts, for the poor—have their vision blinkered by the promise of recognition in the vocabulary and institutional apparatus of human rights. Bahkan gerakan-gerakan sosial yang sangat luas-untuk emansipasi wanita, untuk berbagai macam kelompok minoritas, untuk masyarakat miskin memiliki visi blinkered oleh janji pengakuan dalam kosakata aparatur dan kelembagaan hak asasi manusia. They will be led away from the economy and toward the state, away from political/social conditions and toward the forms of legal recognition. Mereka akan dibawa pergi dari ekonomi dan terhadap negara, jauh dari politik / keadaan sosial dan terhadap bentuk pengakuan hukum. It has been claimed, for example, that promoting a neutral right to religious expression in Africa without acknowledging the unequal background cultural, economic and political authority of traditional religions and imported evangelical sects will dramatically affect the distribution of religious practice. Even if we limit our thinking to the laws that influence the distribution of wealth, status, and power between men and women, the number of those laws that explicitly address “women's issues,” still less “women's rights,” would form an extremely small and relatively unimportant percentage. However much the human rights movement reaches out to address other background considerations affecting the incidence of human rights abuse, such “background” norms remain, well, background.

Hak Asasi Manusia

First published Fri Feb 7, 2003; substantive revision Sat Jul 29, 2006 Pertama diterbitkan Jum Feb 7, 2003; substantif revisi Sab Jul 29, 2006

Human rights are international norms that help to protect all people everywhere from severe political, legal, and social abuses. Hak asasi manusia adalah norma-norma internasional yang membantu melindungi semua orang di mana-mana dari penyalahgunaan politik, hukum, dan sosial yang parah. Examples of human rights are the right to freedom of religion, the right to a fair trial when charged with a crime, the right not to be tortured, and the right to engage in political activity. Contoh dari hak asasi manusia adalah hak untuk kebebasan beragama, hak untuk mendapatkan pengadilan yang adil ketika dibebankan dengan kejahatan, hak untuk tidak disiksa, dan hak untuk terlibat dalam kegiatan politik. These rights exist in morality and in law at the national and international levels. Hak-hak ini ada pada moralitas dan hukum di tingkat nasional dan internasional. They are addressed primarily to governments, requiring compliance and enforcement. Mereka ditujukan terutama kepada pemerintah, yang membutuhkan kepatuhan dan penegakan hukum. The main sources of the contemporary conception of human rights are the Universal Declaration of Human Rights (United Nations, 1948b) and the many human rights documents and treaties that followed in international organizations such as the United Nations, the Council of Europe, the Organization of American States, and the African Union. Sumber utama konsepsi kontemporer hak asasi manusia adalah Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (United Nations, 1948b), dan hak asasi manusia banyak dokumen dan perjanjian yang diikuti dalam organisasi-organisasi internasional seperti PBB, Dewan Eropa, Organisasi Negara-negara Amerika, dan Uni Afrika.

The philosophy of human rights addresses questions about the existence, content, nature, universality, justification, and legal status of human rights. Filosofi dari hak asasi manusia alamat pertanyaan tentang keberadaan, konten, alam, universalitas, pembenaran, dan status hukum hak asasi manusia. The strong claims made on behalf of human rights (for example, that they are universal, or that they exist independently of legal enactment as justified moral norms) frequently provoke skeptical doubts and countering philosophical defences. Klaim yang kuat yang dibuat atas nama hak asasi manusia (misalnya, bahwa mereka bersifat universal, atau bahwa mereka ada secara independen dari ketetapan hukum sebagai norma-norma moral dibenarkan) sering menimbulkan keraguan skeptis dan pertahanan melawan filosofis. Reflection on these doubts and the responses that can be made to them has become a sub-field of political and legal philosophy with a substantial literature. Refleksi atas keraguan dan tanggapan yang dapat dilakukan untuk mereka telah menjadi sub-bidang filsafat politik dan hukum dengan literatur yang cukup besar.


0 Response to "PKN 2: HAM"

Post a Comment