PKN 2: Implementasi Norma Hukum

PERLINDUNGAN HUKUM HAK-HAK ANAK DAN

IMPLEMENTASINYA DI INDONESIA PADA

ERA OTONOMI DAERAH

Absori, SH.,MHum.

Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta

U

UU

U

Abstract

p till now, the government is considered less capable to realize

the rules on children protection. Therefore the people participa-

tion become so important to be involved,they are those parties who

have serious attention on children future, either religious organization,

foundation or non-governmental organization. Though, all expedients

that have been done up till now not yet maximal, means that the

programs are commonly sectored and yet have not touch the

fundamental substance of children protection.

Kata kunci: eksploitasi anak, harmonisasi hukum, non-diskrimi-

nasi.

Pendahuluan

Anak mempunyai hak yang bersifat asasi, sebagaimana yang

dimiliki orang dewasa, hak asasi manusia (HAM). Pemberitaan yang

menyangkut hak anak tidak segencar sebagaimana hak-hak orang

dewasa (HAM) atau isu gender, yang menyangkut hak perempuan.

Perlindungan hak anak tidak banyak pihak yang turut memikirkan

dan melakukan langkah-langkah kongkrit. Demikian juga upaya

untuk melindungi hak-hak anak yang dilanggar yang dilakukan

negara, orang dewasa atau bahkan orang tuanya sendiri, tidak

begitu menaruh perhatian akan kepentingan masa depan anak.

Padahal anak merupakan belahan jiwa, gambaran dan cermin

masa depan, aset keluarga, agama, bangsa dan negara. Di berbagai

negara dan berbagai tempat di negeri ini, anak-anak justru

mengalami perlakuan yang tidak semestinya, seperti eksploitasi

anak, kekerasan terhadap anak, dijadikan alat pemuas seks, pekerja

78

Jurisprudence

, Vol. 2, No. 1, Maret 2005: 78 - 88


anak, diterlantarkan, menjadi anak jalanan dan korban perang/

konflik bersenjata.

Menurut data yang dikeluarkan UNICEF tahun 1995, diketahui

bahwa dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir, hampir 2 juta

anak-anak tewas, dan 4-5 juta anak-anak cacat hidup akibat perang.

Di beberapa negara, seperti Uganda, Myanmar, Ethiopia, Afghani-

stan dan Guatemala, anak-anak dijadikan peserta tempur

(combatan)

dengan dikenakan wajib militer. Semua terjadi akibat

kedahsyatan mesin perang yang diproduksi negara-negara industri,

yang pada akhirnya membawa penderitaan bukan hanya dalam

jangka pendek, tetapi juga berakibat pada jangka panjang yang

menyangkut masa depan pembangunan bangsa dan negara.

1

Demikian juga di negara-negara yang dalam keadaan aman,

yang tidak mengalami konflik bersenjata, telah terjadi pelanggaran

terhadap hak-hak anak akibat pembangunan ekonomi yang

dilakukan, seperti pekerja anak

(child labor)

, anak jalanan

(street

children)

, pekerja seks anak

(child prostitution)

, penculikan dan

perdagangan anak

(child trafficking)

, kekerasan anak

(violation)

dan penyiksaan

(turtore)

terhadap anak.

2

Di Indonesia pelanggaran hak-hak anak baik yang tampak

mata maupun tidak tampak mata, menjadi pemandangan yang

lazim dan biasa diberitakan di media masa, seperti mempekerjakan

anak baik di sektor formal, maupun informal, eksploitasi hak-hak

anak. Upaya mendorong prestasi yang terlampau memaksakan ke-

hendak pada anak secara berlebihan, atau untuk mengikuti berba-

gai kegiatan belajar dengan porsi yang melampaui batas kewajaran

agar mencapai prestasi seperti yang diinginkan orang tua. Ter-

masuk juga meminta anak menuruti kehendak pihak tertentu

(produser) untuk menjadi penyayi atau bintang cilik, dengan

kegiatan dan jadwal yang padat, sehingga anak kehilangan dunia

anak-anaknya.

Pada sisi lain sering dijumpai perilaku anak yang diketegorikan

sebagai anak nakal atau melakukan pelanggaran hukum, tapi tidak

Laporan UNICEF tahun 1995 dalam 1999,

Aspek Hukum Perlindungan Anak, dalam

1

Perspektif Konvensi Hak Anak

, Bandung, PT Citra Aditya Bakti, hal 1.

Ibid

, hal 2.

2

Perlindungan Hukum Hak-hak Anak dan Implementasiya... (Absori)

79


mendapat perlindungan hukum sebagaimana mestinya dalam

proses hukum. Hak-hak yang mereka miliki diabaikan begitu saja

dengan perlakukan yang tidak manusiawi oleh pihak tertentu, dan

kadang kala dimanfaatkan sebagai kesempatan untuk mencari

keuntungan diri sendiri, tanpa peduli bahwa perbuatannya telah

melanggar hak-hak anak.

Instrumen Hukum

Instrumen hukum yang mengatur perlindungan hak-hak anak

diatur dalam Konvensi PBB tentang Hak-Hak Anak

(Convention on

The Rights of The Child)

th 1989

, telah diratifikasi oleh lebih 191

3

negara. Indonesia sebagai anggota PBB telah meratifikasi dengan

Kepres Nomor 36 th 1990. Dengan demikian Konvensi PBB tentang

Hak Anak tersebut telah menjadi hukum Indonesia dan mengikat

seluruh warga negara Indonesia.

Konvensi Hak-Hak Anak merupakan instrumen yang berisi

rumusan prinsip-prinsip universal dan ketentuan norma hukum

mengenai anak. Konvensi Hak Anak merupakan sebuah perjanjian

internasional mengenai hak asasi manusia yang memasukan

masing-masing hak-hak sipil dan politik, ha-hak ekonomi, sosial dan

budaya. Secara garis besar Konvensi Hak Anak dapat dikate-

gorikan sebagai berikut, pertama penegasan hak-hak anak, kedua

perlindungan anak oleh negara, ketiga peran serta berbagai pihak

(pemerintah, masyarakat dan swasta) dalam menjamin peng-

hormatan terhadap hak-hak anak.

Ketentuan hukum mengenai hak-hak anak dalam Konvensi

Hak Anak dapat dikelompokan menjadi:

1. Hak terhadap kelangsungan hidup

(survival rights)

Hak kelangsungan hidup berupa hak-hak anak untuk me-

lestarikan dan mempertahankan hidup dan hak untuk memperoleh

standar kesehatan tertinggi dan perawatan yang sebaik-baiknya.

Konsekwensinya menurut Konvensi Hak Anak negara harus

menjamin kelangsungan hak hidup, kelangsungan hidup dan

perkembangan anak (Pasal 6). Disamping itu negara berkewajiban

Convention on The Rights of The Child, UNICEF

, 1990.

3

80

Jurisprudence

, Vol. 2, No. 1, Maret 2005: 78 - 88


untuk menjamin hak atas tarap kesehatan tertinggi yang bisa

dijangkau, dan melakukan pelayanan kesehatan dan pengobatan,

khusuSnya perawatan kesehatan primer. (Pasal 24).

Implementasinya dari Pasal 24, negara berkewajiban untuk

melaksanakan program-program (1) melaksanakan upaya penu-

runan angka kematian bayi dan anak, (2) menyediakan pelayanan

kesehatan yang diperlukan, (3) memberantas penyakit dan ke-

kurangan gizi, (4) menyediakan pelayanan kesehatan sebelum dan

sesudah melahirkan bagi ibu, (5) memperoleh imformasi dan akses

pada pendidikan dan mendapat dukungan pada pengetahuan

dasar tentang kesehatan dan gizi, (6) mengembangkan perawatan

kesehatan pencegahan, bimbingan bagi orang tua, serta penyuluh-

an keluarga berencana, dan, (7) mengambil tindakan untuk meng-

hilangkan praktik tradisional yang berprasangka buruk terhadap

pelayanan kesehatan.

Terkait dengan itu, hak anak akan kelangsungan hidup dapat

berupa (1) hak anak untuk mendapatkan nama dan kewarga-

negaraan semenjak dilahirkan (Pasal 7), (2) hak untuk memperoleh

perlindungan dan memulihkan kembali aspek dasar jati diri anak

(nama, kewargnegaraan dn ikatan keluarga) (Pasal 8), (3) hak anak

untuk hidup bersama (Pasal 9), dan hak anak untuk memperoleh

perlindungan dari segala bentuk salah perlakuan

(abuse)

yang di-

lakukan orang tua atau orang lain yang bertangung jawab atas

pengasuhan (Pasal 19), (4) hak untuk mmemperoleh perlindungan

khusus bagi bagi anak- anak yang kehilangan lingkungan keluarga-

nya dan menjamin pengusahaan keluarga atau penempatan

institusional yang sesuai dengan mempertimbangkan latar budaya

anak (Pasal 20), (5) adopsi anak hanya dibolehkan dan dilakukan

demi kepentingan terbaik anak, dengan segala perlindungan yang

disahkan oleh pejabat yang berwenang (Pasal 21), (6) hak-hak anak

penyandang cacat (

disabled

) untuk memperoleh pengasuhan,

pendidikan dan latihan khusus yang dirancang untuk membantu

mereka demi mencapai tingkat kepercayaan diri yang tinggi (Pasal

23), (7) hak anak menikmati standar kehidupan yang memadai dan

hak atas pendidikan (Pasal 27 dan 28).

Perlindungan Hukum Hak-hak Anak dan Implementasiya... (Absori)

81


2. Hak terhadap perlindungan

(protection rights)

Hak perlindungan yaitu perlindungan anak dari diskriminasi,

tindak kekerasan dan keterlantaran bagi anak yang tidak mem-

punyai keluarga, dan bagi anak pengungsi. Hak perlindungan dari

diskriminasi, termasuk (1) perlindungan anak penyandang cacat

untuk memperoleh pendidikan, perwatan dan latihan khusus, dan

(2) hak anak dari kelompok masyarakat minoritas dan penduduk

asli dalam kehidupan masyarakat negara.

Perlindungan dari ekploitasi, meliputi (1) perlindungan dari

gangguan kehidupan pribadi, (2) perlindungan dari keterlibatan

dalam pekerjaan yang mengancam kesehatan, pendidikan dan

perkembangan anak, (3) perlindungan dari penyalahgunaan obat

bius dan narkoba, perlindungan dari upaya penganiayaan seksual,

prostitusi, dan pornografi, (4) perlindungan upaya penjualan, pe-

nyelundupan dan penculikan anak, dan (5) perlindungan dari

proses hukum bagi anak yang didakwa atau diputus telah melaku-

kan pelanggaran hukum.

3. Hak untuk Tumbuh Berkembang

(development rights)

Hak tumbuh berkembang meliputi segala bentuk pendidikan

(formal maupun non formal) dan hak untuk mencapai standar

hidup yang layak bagi perkembangan fisik, mental, spiritual, moral

dan sosial anak. Hak anak atas pendidikan diatur pada Pasal 28

Konvensi Hak Anak menyebutkan, (1) negara menjamin kewajiban

pendidikan dasar dan menyediakan secara cuma-cuma, (2)

mendorong pengembangan macam-macam bentuk pendidikan dan

mudah dijangkau oleh setiap anak, (3) membuat imformasi dan bim-

bingan pendidikan dan ketrampIlan bagi anak, dan (4) mengambil

langkah-langkah untuk mendorong kehadirannya secara teratur

di sekolah dan pengurangan angka putus sekolah.

Terkait dengan itu, juga meliputi (1) hak untuk memperoleh

informasi, (2) hak untuk bermain dan rekreasi, (3) hak untuk ber-

partisipasi dalam kegiatan budaya, (4) hak untuk kebebasan ber-

pikir dan beragama, (5) hak untuk mengembangkan kepribadian,

(6) hak untuk memperoleh identitas, (7) hak untuk didengar pen-

dapatnya, dan (8) hak untuk memperoleh pengembangan kesehatan

dan fisik.

82

Jurisprudence

, Vol. 2, No. 1, Maret 2005: 78 - 88


4. Hak untuk Berpartisipasi

(participation rights)

Hak untuk berpartisipasi yaitu hak untuk menyatakan

pendapat dalam segala hal yang mempengaruhi anak. Hak yang

terkait dengan itu meliputi (1) hak untuk berpendapat dan mem-

peroleh pertimbangan atas pendapatnya, (2) hak untuk mendapat

dan mengetahui informasi serta untuk mengekpresikan, (3) hak

untuk berserikat menjalin hubungan untuk bergabung, dan (4) hak

untuk memperoleh imformasi yang layak dan terlindung dari

imformasi yang tidak sehat.

Terhadap anak yang melakukan perbuatan pidana, pe -

nangkapan dan penahanan anak harus sesuai dengan hukum yang

ada, yang digunakan hanya sebagai upaya terakhir. Anak yang

dicabut kebebasannya harus memperoleh akses bantuan hukum,

dan hak melawan keabsahan pencabutan kebebasan.

Implementasi di Indonesia

Melalui Kepres Nomor 36 tahun 1990, Konvensi Hak Anak telah

diratipikasi dan berlaku mengikat menjadi hukum Inodnesia.

Melalui ratifikasi tersebut pemerintah Indonesia melakukan

reservasi

, yakni penundaan pelaksanaan beberapa pasal Konvensi

Hak Anak. Dalam perkembangannya pada tahun 1994, pemerintah

Indonesia telah melakukan pencabutan reservasi beberapa pasal,

sehingga pasal yang direservasi tinggal pasal yang mengatur ma-

salah hak anak untuk mengakses imformasi (Pasal 17), adopsi anak

(Pasal 21), perlindungan anak dalam status pengungsi (Pasal 22).

Konsekwensi dari suatu negara melakukan ratifikasi perjanjian

internasional seperti Konvensi Hak Anak, menurut Syahmin AK

4

adalah: (1) Merumuskan/menyatakan atau menguatkan kembali

aturan hukum internasional yang sudah ada; (2) Mengubah/me-

nyempurnakan ataupun menghapus kaidah-kaidah hukum

internasional yang sudah ada, untuk mengatur tindakan-tindakan

yang akan datang; (3) Membentuk kaidah-kaidah hukum inter-

nasional yang baru sama sekali yang belum ada sebelumnya.

Sebagai negara yang telah melakukan ratifikasi Konvensi Hak

Syahmin Ak, Hukum Internasional Publik dalam M Joni dan Z Tanamas, 1999,

Aspek

4

Hukum Perlindungan Anak,

hal 66.

Perlindungan Hukum Hak-hak Anak dan Implementasiya... (Absori)

83


Anak, Indonesia berkewajiban untuk menjamin terlaksananya hak-

hak anak dengan menuangkan dalam sebuah produk perundang-

undangan. Melalui upaya harmonisasi hukum, BPHN merekomen-

dasikan,

pertama

, mengintroduksir hak-hak anak dalam Konvensi

Hak Anak ke dalam perundang-undangan hukum nasional,

kedua,

peninjauan kembali hukum positif yang tidak sesuai dengan

Konvensi Hak anak, dan ketiga, melakukan identifikasi kemungkin-

an perlunya penyusunan peraturan-perundang-undangan.

Konsekwensinya menurut Erma Syafwan Syukrie

, pemerintah

5

Indonesia harus melakukan langkah-langkah harmonisasi hukum,

yaitu: (1) Memeriksa dan menganalisis perundang-undang yang ada

dan masih sedang dalam perencanaan/pembentukan; (2) Meninjau

ulang lembaga-lembaga yang berhubungan dengan pelaksanaan

hak anak; (3) Mengusulkan langkah-langkah penyelerasan

ketentuan konvensi hak anak dengan perundang-undangan lain;

(4) Meninjau ulang bagian perundang-undangan yang masih

berlaku, tetapi perlu penyempurnaan atau pelaksanaan yang tepat;

(5) Memprioritaskan acara pembuatan undang-undang yang

diperlukan untuk mengefektifkan pelaksanan Konvensi Hak Anak/

penyelerasaan dengan perundang-undangan Indonesia.

Instrumen hukum lain yang mengatur ketentuan hukum terkait

dengan hak anak, antara lain ketentuan hukum yang berkaitan

dengan hak-hak dan perlindungan anak dengan mendsarkan pada

Pasal 34 UUD 45 (lama) yang mengatur pakir miskin dan anak

terlantar dipelihara negara. Ketentuan lain ditemukan dalam UU

Nomor 4 tahun 1979 tentang kesejahteraan anak, khususnya yang

berkaitan dengan perlindungan buruh anak di sektor industri for-

mal. Untuk melindungi hak-hak anak yang bekerja telah diatur

Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 01 tahun 1987, di antaranya

mengatur pencegahan pekerja anak dari upaya eksploitasi anak.

Terhadap penyanyi cilik, bintang film cilik Depnaker berusaha

untuk mengatur jumlah kontrak yang diperbolehkan.

Untuk menangani penyelesiaan hukum bagi anak yang terlibat

perkara hukum dikeluarkan peradilan yang diatur dalam UU

Erma Syofyan Syukrie, Pelaksanaan Konvensi Hak Anak Ditinjau dari Aspek Hukum,

5

Ibid, hal 67.

84

Jurisprudence

, Vol. 2, No. 1, Maret 2005: 78 - 88


Nomor 3 tahun 1997 tentang Peradilan Anak. Terkait dengan itu

juga diatur pada beberapa pasal KUHP yang masih dipakai yang

mengatur masalah perlindungan hukum bagi anak yang melakukan

tindak pidana, seperti Pasal 45, 46 dan 47 KUHP. Menurut UU

Nomor 3 tahun 1997, yang dimaksud anak adalah orang yang dalam

perkara anak nakal telah mencapai umur 8 tahun tetapi belum

mencapai umur 18 tahun atau belum pernah nikah. Sementara

batas umur anak untuk dapat diajukan ke pengadilan ditetapkan

antara 8-18 tahun, dan selanjutnya untuk dapat dipidana minimal

berumur 12 tahun.

Era Otonomi Daerah

Pada era Otonomi Daerah, dalam rangka untuk menanggulangi

dan melindungi pekerja anak, telah dikeluarkan Kepmen Dagri dan

Otda Nomor 5 tahun 2001 tentang Penanggulangan Pekerja Anak

(PPA). Salah satu isi pokok adalah melakukan penanggulangan

pekerja anak, dengan cara melakukan penghapusan, pengurangan

dan perlindungan pekerja anak yang berusia di bawah 15 tahun

agar terhindar dari pengaruh buruk pekerjaan berat dan ber-

bahaya, sehingga dapat mengganggu pertumbuhan dan per-

kembangan fisik, mental, moral dan intelektual.

Pemerintah Daerah berkewajiban untuk melakukan langkah-

langkah pengaturan lebih lanjut dalam pelaksanaan kegiatan pe-

nanggulangan pekerja anak. Menurut Pasal 5 program pe -

nanggulangan pekerja anak meliputi: (1) Melakukan pelarangan

dan penghapusan segala bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk

anak; (2) Melakukan pemberian perlindungan yang sesuai bagi

pekerja anak yang melakukan pekerjaan ringan; (3) Melakukan per-

baikan pendapat keluarga agar anak tidak bekerja dan mencipta-

kan suasana tumbuh kembang anak dengan wajar; (4) Melakukan

sosilisasi program PPA kepada pejabat birokrasi, pejabat politik,

lembaga kemasyarakatan dan masyarakat.

Program yang bersifat khusus dalam penanggulangan pekerja

anak meliputi: (1) mengajak kembali pekerja anak yang putus

sekolah ke bangku sekolah dengan memberikan bantuan beasiswa;

(2) memberikan pendidikan nonformal; dan (3) mengadakan

Perlindungan Hukum Hak-hak Anak dan Implementasiya... (Absori)

85


pelatihan keterampilan bagi anak. Pembiayaan kegiatan pe-

nanggulangan pekerja anak bisa dilakukan oleh masyarakat yang

peduli terhadap kesejahteraan anak, APBN, APBD, bantuan luar

negeri dan sumber-sumber lain yang syah dan tidak mengikat.

Sebagai langkah untuk memberikan perlindungan hak anak

secara menyeluruh, sedang diupayakan bentuk legitimasi melalui

pembuatan UU Perlindungan Anak. Pada saat sekarang UU

Perlindungan Anak sudah ditandatangani oleh pemerintah dan

DPR dan tinggal menunggu diundangkan. Beberapa materi yang

diatur dalam UU Perlindungan Anak antara lain (1) masalah

pemenuhan hak anak dan kewajibannya, (2) tangung jawab negara,

pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orang tua terhadap anak,

(3) perwalian anak, (4) kuasa asuh, (5) pengangkatan anak, (6)

perlindungan anak dalam bidang kesehatan, agama, pendidikan,

dan sosial, dan (7) ketentuan pidana anak.

Dalam UU Perlindungan anak tersebut, juga diatur persoalan

anak yang sedang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok

minoritas, anak dari korban eksploitasi ekonomi dan seksual, anak

yang diperdagangkan, anak korban kerusuhan, anak yang menjadi

pengungsi dan anak dalam situasi konflik bersenjata, perlindungan

anak yang dilakukan berdasarkan prinsip nondiskriminasi,

kepentingan bagi anak, penghargaan terhadap pendapat anak,

hak untuk hidup, kelangsungan dan perkembangan.

Dalam perkembangannya UU Perlindungan anak yang sudah

ditandatangani tampaknya masih terdapat masalah, sehingga

pengundangannya masih belum ada kejelasan. Beberapa persoalan

yang masih menjadi masalah seperti Pasal 37 ayat (3) yakni masalah

agama antara orang tua asuh dan anak yang akan diasuh. Di sam-

ping itu pada saat bersamaan terdapat ganjalan dari sekelompok

masyarakat, seperti Koalisi Perlindungan Anak (KPA) menolak UU

Perlindungan Anak, karena dianggap tidak sesuai dengan Konvensi

Hak Anak dan Konvensi Internasional Labour Organisation (ILO)

Nomor 182 yang telah diratifikasi dengan UU Nomor 1 Tahun 2000.

Penutup

Melihat perhatian masyarakat yang begitu luas, kalangan

86

Jurisprudence

, Vol. 2, No. 1, Maret 2005: 78 - 88


pemerintah dan DPR berkeyakinan bahwa masukan ataupun kritik

masyarakat di satu sisi mempunyai nilai positif untuk perbaikan

dalam rangka kesempurnaan UU Perlindungan Anak, karena itu

mereka bertekad untuk dapat menggolkan UU perlindungan pada

tahun 2002 agar berbagai persoalan yang menyangkut per-

lindungan anak di Indonesia dapat diatasi dengan segera.

Dengan adanya UU Perlindungan Anak, diharapkan akan ter-

dapat instrumen hukum yang berfungsi sebagai perekayasa per-

lindungan anak di Indonesia. Format ke depan yang menyangkut

fungsi undang-undang sebagai instrumen

social engenering

akan

segera bisa dilakukan Harapan kita tidak hanya terbatas berhenti

pada pembentukan sebuah produk undang-undang, tetapi yang

lebih penting bagaimana undang-undnag bisa dijalankan dengan

langkah-langkah kongkrit oleh seluruh komponen masyarakat, baik

pemerintah, LSM, Ormas dan lembaga lain yang mempunyai

kepedulian terhadap perlindungan hak-hak anak.

Selama ini pemerintah dianggap belum mampu untuk melak-

sanakan ketentuan perlindungan hak anak, maka peran masya-

rakat menjadi amat penting untuk turut berpartisipasi, yakni para

pihak yang mempunyai kepedualian masa depan anak, baik

organisasi keagamaan, yayasan atau LSM. Namun upaya yang

dilakukan selama ini belum maksimal, rata-rata baru terbatas pro-

gram yang sifatnya sektoral dan belum menyentuh hal yang

mendasar yang berkaitan dengan perlindungan hak anak.

DAFTAR PUSTAKA

Fakih, Mansour, 1999,

Analisis Gender dan Transformasi Sosial,

Yogyakarta, Pustaka Pelajar.

Muladi, 2002,

Demokrasi, Hal Asasi Manusia, dan Reformasi Hukum

Indonesia

, The Jakarta, Habibie Center.

Blau, Peter M dan Mashall W. Meyer, 1987,

Birokrasi dalam

Masyarakat Modern,

, Jakarta, Penerbit Universitas Indone-

sia

Ak, Syahmin, 1999,

Hukum Internasional Publik

dalam M Joni dan

Z Tanamas,

Aspek Hukum Perlindungan Anak

.

Perlindungan Hukum Hak-hak Anak dan Implementasiya... (Absori)

87


UNICEF, 1999,

Aspek Hukum Perlindungan Anak, dalam Perspektif

Konvensi Hak Anak

, Bandung, PT Citra Aditya Bakti.

UNICEF

, 1990,

Convention on The Rights of The Child

.

Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan

Anak.

88

Jurisprudence

, Vol. 2, No. 1, Maret 2005: 78 - 88

0 Response to "PKN 2: Implementasi Norma Hukum"

Post a Comment